Menuju konten utama

Peneliti Belanda: Tanggul Raksasa Bukan Solusi Banjir di DKI

Peneliti asal Indonesia dan Belanda sama-sama menilai proyek Tanggul Laut Raksasa dan reklamasi teluk Jakarta bukan solusi efektif untuk menanggulangi banjir di ibu kota. Proyek ini justru bisa memicu percepatan penurunan muka tanah. 

Peneliti Belanda: Tanggul Raksasa Bukan Solusi Banjir di DKI
Foto udara proyek reklamasi Teluk Jakarta, Selasa (15/11/2016). Pemerintah pemprov DKI Jakarta masih menunggu arahan presiden Joko Widodo terkait kelanjutan reklamasi teluk Jakarta. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara.

tirto.id - Peneliti asal Belanda, Maarten Bakker menilai proyek tanggul laut raksasa atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), yang akan dibangun di sepanjang perairan pantai utara Jakarta, bukan solusi efektif mencegah banjir di kawasan ibu kota.

Peneliti Centre for Research on Multinational Corporations (SOMO) tersebut berpendapat tanggul raksasa itu justru akan memperparah penurunan muka tanah di Jakarta. Karena itu, ia mendesak Pemerintah Belanda untuk memberikan alternatif saran lain kepada Indonesia untuk penanggulan banjir di Jakarta.

"Kami menyebut alternatif antara lain zero option, tanpa tanggul. Dan tanggul yang sudah ada di pesisir dikuatkan," kata Maarten.

Menurut Marteen, pendapatnya itu merupakan kesimpulan penelitiannya, yang berjudul "Social Justice at Bay: The Dutch role in Jakarta's Coastal Defeance and Land Reclamation Project." Riset Marteen itu dibahas dalam diskusi publik di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat (28/4/2017).

Senada dengan Maarten, Alan F. Koropitan, ahli oseanografi dari ITB mengatakan pembangunan tanggul raksasa dan reklamasi teluk Jakarta bisa mempengaruhi pola arus laut di perairan pesisir utara Jakarta.

Menurut Alan dampak itu akan berimplikasi pada tiga hal yakni peningkatan sedimentasi, limbah organik dan kandungan logam berat.

Sedimentasi, misalnya, akan semakin lebih cepat dan tingginya 0.85 cm pertahun. Sementara limbah organik dan kandugan logam berat yang selama ini sudah ada justru akan mengendap dan semakin parah dengan adanya pulau-pulau buatan hasil reklamasi.

Alan berpendapat solusi terbaik untuk menanggulangi banjir di DKI Jakarta adalah dengan mengembalikan kawasan pesisir utara Jakarta ke fungsi alamiahnya.

"Saya mengusulkan solusinya bukanlah reklamasi, apalagi yang disebut dengan giant sea wall (tanggul laut raksasa). Solusinya adalah bagaimana kita merehabilitasi, merestorasi, mengembalikan ke fungsinya (pesisir) semula. Bukan bentuknya, tapi fungsinya," kata Alan.

Menanggapi pendapat ini, perwakilan Kedutaan Besar Belanda, Carel de Groot menyampaikan bahwa pemerintah Belanda sangat terbuka atas segala masukan dari semua pihak yang berkepentingan dan terdampak baik langsung maupun tidak langsung dengan proyek Tanggul Laut Raksasa.

"Kami sudah membaca hasil penelitiannya (riset Marteen) dan ini merupakan kontribusi yang bagus untuk kami dan akan menjadi masukan yang sangat baik untuk hal yang kompleks bagi kami," ujar dia.

Namun, ia mengatakan, pada dasarnya proyek NCICD adalah permintaan dari pemerintah Indonesia kepada Belanda untuk membantu permasalahan yang ada di Jakarta.

Proyek NCICD adalah hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dan Belanda. Pendanaan untuk studi kelayakan proyek itu disokong Pemerintah Belanda.

Mega proyek senilai 40 miliar dolar AS itu dipimpin oleh sebuah konsorsium yang dikepalai Witteveen Bos sebagai kontraktor utama dan Grontmij dengan subkonsultan KuiperCompagnons, Deltares, Ecorys dan Triple-A.

Proyek tersebut akan mengembangkan tanggul-tanggul pantai yang sudah ada sepanjang 30 kilometer dan membangun 17 pulau buatan di Teluk Jakarta.

Dengan luas 32 kilometer, proyek NCICD akan terdiri dari sebuah bandara, pelabuhan, jalan tol, wilayah tempat tinggal, wilayah industri, tempat pengelolaan sampah, tempat penampungan air, serta wilayah hijau dengan luas 4000 hektare.

Baca juga artikel terkait REKLAMASI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom