Menuju konten utama

Penderita Gangguan Mental di DIY Tergolong Tinggi

Prevelansi penyakit gangguan mental berat di DIY dilaporkan mencapai 2,7 orang per 1000 penduduk. Prevelansi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah.

Penderita Gangguan Mental di DIY Tergolong Tinggi
(Ilustrasi) panti rehabilitasi gangguan jiwa di Yayasan Galuh, Bekasi, Jawa Barat. Tirto/Andrey Gromico

tirto.id - Jumlah penderita gangguan mental di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tergolong tinggi, terutama untuk gangguan mental berat. Prevelansi penyakit ini di DIY dilaporkan mencapai 2,7 orang per 1000 penduduk. Prevelansi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah.

Berkaitan dengan itu, Azlizamani Zubir, Dosen Kolej Sastera dan Sains Universiti Utara Malaysia, berkata bahwa angka di DIY ini lebih tinggi dari prevalensi nasional yang sebesar 1,7 orang per 1000 penduduk.

Bahkan, Zubir mengungkapkan, data profil kesehatan DIY tahun 2012 menunjukkan bahwa gangguan mental termasuk dalam sepuluh besar kasus penyakit yang didiagnosis pada pasien rawat jalan Puskesmas.

"Kondisi ini memperlihatkan bahwa wilayah DIY memerlukan upaya penanganan pasien dengan gangguan mental secara komperehensif," jelas Zubir dikutip dari Antara, Yogyakarta, Jumat (7/10/2016).

Untuk memulihkan penyakit gangguan mental, pasien harus mendapatkan pengobatan medis yang tepat. Sayangnya, menurut Zubir, masih banyak warga yang belum sadar akan hal itu.

"Bahkan masih saja dijumpai di masyarakat fenomena pemasungan pasien oleh keluarga. Sementara di sisi lain jumlah fasilitas maupun tenaga medis untuk penaganan penderita gangguan mental masih terbatas. Ditambah lagi dengan adanya stigma negatif masyarakat, semakin membuat penderita tidak tertangani dengan baik," paparnya.

Pengetahuan keluarga terhadap penyebab penyakit juga memengaruhi jenis pengobatan yang dipilih ketika ada anggota keluarga yang menderita gangguan mental. Pilihannya hanya dua, antara pengobatan medis atau sebaliknya, non-medis.

Contohnya, ketika gangguan mental diyakini sebagai bagian dari penyakit medis maka niat pencarian pertolongan lebih mengarah ke psikiater, namun saat gangguan mental diyakini sebagai sebuah gangguan dari hal-hal gaib, maka niat mencari pertolongan ditujukan pada dukun ataupun kiai.

"Rata-rata niat pencarian pertolongan tertinggi ke psikiater, lalu diikuti kiai dan dukun," jelas Zubir.

Seharusnya, keluarga memiliki peran untuk mencarikan pengobatan medis sejak dini bagi anggota keluarga yang menjadi penderita. Langkah tersebut menjadi titik awal proses penangan gangguan mental secara medis yang komprehensif.

Baca juga artikel terkait PENDERITA GANGGUAN JIWA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto