tirto.id - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) berencana mengizinkan sejumlah perguruan tinggi asing beroperasi di Indonesia. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) sudah mengkritik rencana itu. Belakangan, Forum Rektor Indonesia juga meminta rencana tersebut dikaji secara mendalam.
Meskipun demikian, Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) justru menilai rencana Kemenristek Dikti mengizinkan sejumlah perguruan tinggi asing unggulan untuk beroperasi di Indonesia bisa mendatangkan sejumlah manfaat.
Wapres JK mengatakan dengan adanya universitas asing yang beroperasi di Indonesia akan menghasilkan efisiensi bagi pemerintah. Sebab, pemerintah tidak perlu menggelontorkan lebih banyak dana beasiswa untuk mengirimkan mahasiswa belajar ke luar negeri.
Selain itu, menurutt Wapres JK, kesempatan bagi pelajar Indonesia akan lebih terbuka lebar untuk merasakan pengalaman sekolah di kampus-kampus asing yang memiliki peringkat terbaik di dunia.
"Pikirannya sederhana, kenapa kita memberikan beasiswa yang mahal-mahal untuk anak kita sekolah di luar negeri? Toh tidak memakai kurikulum Indonesia, tapi kita (Pemerintah, red.) biayai dia, triliunan kita biayai (lewat) LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Mana yang lebih baik? Kita bawa sekolahnya ke sini sehingga lebih banyak anak yang bisa sekolah," kata Wapres JK di Depok, Jawa Barat, pada Rabu (7/2/2018) seperti dikutip Antara.
Dia menambahkan masuknya perwakilan resmi perguruan tinggi asing ke Indonesia membuka kesempatan bagi para pengelola universitas di tanah air untuk bertukar ilmu dengan praktisi bidang yang sama dari luar negeri.
"Jadi ada pembanding juga, sehingga kita bisa membawa benchmark (tolok ukur standar) yang baru. Dan juga tentu dosen-dosen kita juga mempunyai manfaat untuk saling belajar seperti itu," ujarnya.
Menristek Dikti Mohamad Nasir sudah mengatakan rencana pemerintah mengizinkan universitas asing beroperasi di Indonesia dengan sejumlah syarat. Selain harus merupakan perguruan tinggi unggulan, kampus asing itu harus bekerja sama dengan perguruan tinggi swasta di Indonesia. Menurut Nasir, izin tersebut diberlakukan untuk penyelenggaraan program studi prioritas, yakni bidang sains, teknologi, keinsinyuran, matematika, bisnis, teknologi dan manajemen.
"Paling tidak ada sekitar lima hingga 10 perguruan tinggi asing. Kami (Kemenristekdikti) menargetkan bisa beroperasional pada pertengahan tahun ini," kata Nasir pada akhir Januari 2018 lalu.
Saat membuka Rapat Kerja Daerah Kopertis Wilayah VIII di Bali pada 2 Februari 2018 lalu, Menteri Nasir juga menjelaskan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi memperbolehkan perguruan tinggi asing masuk ke Indonesia, tapi dengan syarat ketat.
“Hanya perguruan tinggi asing dengan kualitas baiklah yang dapat masuk Indonesia. Harapan saya minimal perguruan tinggi dengan peringkat 200 besar dunia yang masuk Indonesia,” ujar Nasir sebagaimana dirilis oleh laman resmi Kemenristek Dikti.
Pendapat Forum Rektor Soal Rencana Kampus Asing Masuk Indonesia
Sementara itu, Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Suyatno berpendapat rencana pemerintah mengizinkan perguruan tinggi asing masuk ke Indonesia bisa berdampak positif dan juga negatif terhadap perkembangan kampus-kampus di dalam negeri.
Suyatno mencontohkan dampak positifnya ialah bisa mendorong pengembangan infrastruktur kampus-kampus di dalam negeri di bidang layanan MOOC (Massive Open Online Course), Teaching industry, e-library dan kapasitas dosen.
Sementara dampak negatifnya, menurut Suyatno, adalah pasar perguruan tinggi kelas menengah ke bawah di Indonesia bisa tergerus. Sebab, peminat kampus-kampus unggulan di dalam negeri berpotensi lebih tertarik belajar di universitas asing yang membuka perwakilan di Indonesia.
“Pemerintah harus memperhatikan bagaimana regulasi untuk Universitas asing yang masuk ke Indonesia dengan pengkajian yang mendalam dari segi manfaat dan kekurangan bagi universitas yang ada di Indonesia,” kata Suyatno dalam rilis resmi Forum Rektor Indonesia pada 6 Februari 2018.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom