Menuju konten utama

APTISI Tolak Izin Perguruan Tinggi Asing Beroperasi di Indonesia

APTISI khawatir masuknya perguruan tinggi asing di Indonesia bisa mematikan pasar bagi kampus-kampus swasta di Indonesia. 

APTISI Tolak Izin Perguruan Tinggi Asing Beroperasi di Indonesia
(Ilustrasi) Menristekdikti Mohamad Nasir didampingi Rektor ITS Joni Hermana mencoba motor listrik Garansindo Electric Scooter (GESITS) usai peresmian gedung Teaching Industry Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur, Jumat (15/12/2017). ANTARA FOTO/Umarul Faruq.

tirto.id - Rencana Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) mengizinkan sejumlah universitas asing membuka perwakilan di Indonesia ditolak oleh organisasi perguruan tinggi swasta.

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmiko menyatakan pemberian izin perguruan tinggi asing beroperasi di Indonesia akan mengancam keberadaan lembaga pendidikan tinggi yang sudah ada.

"Kami (Aptisi) sepakat tidak menerima, karena bisa 'membunuh' perguruan tinggi yang sudah ada," ujar Budi Djatmiko di Jakarta, pada Senin (29/1/2018) seperti dikutip Antara.

Dia beralasan selama ini angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi setiap tahunnya di Indonesia hanya mencapai 30,1 persen. Angka itu tidak kunjung naik sejak tahun-tahun sebelumnya.

"Jika perguruan tinggi asing diizinkan, tentu akan berebut padahal APK kita setiap tahun cuma segitu. Saya kira ini kebijakan yang ngawur atau tidak tepat," kata dia.

Menurut dia, solusi untuk mengerek angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi seharusnya dengan meningkatkan perekonomian masyarakat dan bukan mengizinkan kampus asing beroperasi di Indonesia.

Dia mengakui perkuliahan perguruan tinggi asing selama ini memang diminati oleh para mahasiswa dari kalangan menengah atas. Tapi, pembukaan perwakilan universitas asing di Indonesia belum tentu menarik minat segmen calon mahasiswa tersebut.

"Orang kuliah ke luar negeri, tujuannya bukan hanya perguruan tingginya saja. Tetapi ingin merasakan pengalaman di luar negeri, jadi bukan semata-mata tujuannya untuk kuliah di perguruan tinggi itu," kata Budi.

Selain itu, Budi mengaku khawatir jika perguruan tinggi asing diperbolehkan beroperasi di Indonesia, maka perguruan tinggi tingkat atas akan memangsa pasar mahasiswa dari kampus kelas menengah. Setelah itu, perguruan tinggi kelas menengah akan memangsa pasar kampus level kecil.

"Perguruan tinggi kecil yang menjadi korban, karena akan kehilangan pasar (mahasiswa)," kata dia. "Sebaiknya pemerintah fokus pembenahan kualitas perguruan tinggi negeri (PTN). Kasih bantuan sebanyak-banyaknya untuk riset. Biarkan perguruan tinggi swasta (PTS) mencari uang sendiri dengan diperbolehkan menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya. Tentunya tanpa mengorbankan kualitas."

Pada hari ini, Menristek Dikti Mohamad Nasir menyatakan ada lima sampai 10 universitas asing yang sedang bersiap membuka perwakilan di Indonesia. "Paling tidak ada sekitar lima hingga sepuluh perguruan tinggi asing. Kami menargetkan bisa beroperasional pada pertengahan tahun ini," kata Nasir.

Nasir mencontohkan beberapa perguruan tinggi asing yang tertarik beroperasi di Indonesia ialah Universitas Cambridge dari Inggris serta Universitas Melbourne dan Universitas Quensland dari Australia.

Nasir menjelaskan Kemenristek Dikti membuka peluang operasional perguruan tinggi asing di Indonesia dengan beberapa syarat. Perguruan tinggi asing, yang bisa beroperasional di tanah air, harus bekerja sama dengan kampus swasta dari dalam negeri. Pemerintah juga sudah menentukan lokasinya sekaligus merumuskan ketentuan mengenai program studi prioritas. Untuk program studi prioritas adalah sains, teknologi, keinsinyuran, matematika, bisnis, teknologi, dan manajemen.

"Intinya adalah kolaborasi dengan perguruan tinggi kita. Perguruan tinggi asing ini masuk ke perguruan tinggi swasta, jadi tidak diatur oleh pemerintah," jelas dia.

Baca juga artikel terkait PERGURUAN TINGGI

tirto.id - Pendidikan
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom