Menuju konten utama

Pemilih di Pilkada Aceh Diingatkan Soal Fatwa Haram

Politik uang dalam pilkada juga ikut mewabah di Aceh Tenggara. Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh telah mengingatkan pemilih soal fatwa haram politik uang.

Pemilih di Pilkada Aceh Diingatkan Soal Fatwa Haram
Sejumlah warga melihat Si Tambaoe, Maskot Pilkada Aceh di Halaman Gedung Idi Sprot Center Idi, kabupaten Aceh Timur, Aceh, Rabu (11/1). Si Tamboe diarak secara estafet mengelilingi seluruh Kabupaten/Kota di Aceh yang dimulai pada Minggu (1/1) dari KIP Aceh di Banda Aceh guna mengajak seluruh masyarakat agar aktif dalam menyukseskan Pilkada serentak 2017. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas.

tirto.id - Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap politik uang atau money politic dalam pilkada serentak 2017 terus dikumandangkan. Pada kesempatan Pilkada Aceh hari ini, Rabu (15/2/2017), Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, kembali mengingatkan pemilih terkait fatwa haram tersebut.

"Dia [jatuhnya] haram, manakala kita sudah menentukan pilihan. Sementara calon lain memberi kita uang, lalu berpindah ke calon itu. Ini jelas haram, dan itu pasti," tegas Wakil Ketua MPU Aceh Tenggara, Tengku Abbas di Kutacane, sebagaimana dilansir dari Antara.

Menurut Tengku Abbas, fatwa haram politik uang tersebut pernah disuarakan oleh Ketua MUI saat dijabat Din Syamsuddin pada April tahun 2014 terkait politik transaksional berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW.

Dalam hadits ini dinyatakan jelas bahwa yang namanya politik uang, serangan fajar, serangan Dhuha, serangan tengah malam, serta politik transasksional "Wani Piro" yang terjadi selama ini jelas melanggar ketentuan agama.

Saat ini, politik uang telah mewabah tidak cuma di Aceh Tenggara, akan tetapi juga secara nasional terutama saat menjelang pemungutan suara di pilkada seretak jilid dua yang digelar pada 15 Februari 2017.

Untuk diketahui, Komisi Independen Pemilihan (KIP) setempat telah meloloskan dua pasangan calon bupati dan wakil bupati Aceh Tenggara yakni nomor urut satu Raidin-Bukhari, dan nomor urut dua merupakan pasangan petahana Ali Basrah-Denny Febrian Roza.

Pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh diikuti oleh enam pasangan calon. Kedua kegiatan ini, bakal dipilih masyarakat di Aceh Tenggara dengan jumlah daftar pemilih 143.973 orang dan 428 tempat pemungutan suara.

"Bahkan di Amerika sekalipun sebagai pelopor demokrasi, mencari uang dalam berpolitik. Itulah gunanya iman, agar dapat membetengi diri dari politik uang," katanya.

Namun, lanjut Abbas, politik uang dapat dianggap suatu rezeki dari Allah SWT, jika seorang pemilih sudah dapat menentukan bupati dari dua pasangan calon, dan begitu juga dengan gubernur Aceh diikuti enam pasangan calon.

"Tetapi tatkala, kita punya pilihan tertentu. Ya, apa salahnya itu [uang] kita terima. Jadi, membelokkan pilihan kepada pilihan yang lain demi uang, ini yang diharamkan oleh Allah," tegasnya lagi.

Ketua Badan Pengawas Pemilu, Muhammad menyatakan. praktik politik uang masih berpotensi terjadi dalam Pilkada 2017 yang diselenggarakan serentak di 101 wilayah di Tanah Air.

"Kami menyadari pilkada besok masih ada potensi politik uang. Oleh karena itu kami sudah menyusun hasil riset yang dinamakan Peta Jalan Politik Uang Dalam Pemilihan Umum," ujarnya.

Muhammad menekankan politik uang bukan lagi sekadar pelanggaran pemilu namun sudah merupakan kejahatan pemilu, sebab praktik tersebut telah merampas hak dan harga diri warga negara.

"Kita harus segera keluar dari problem dan kubangan yang sangat membahayakan dan tidak baik ini, dan mencari upaya terobosan sehingga kita bisa melakukan deteksi dini," ucap dia.

Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron mengatakan, dalam undang-undang pemilihan kepala daerah yang baru, telah dipertegas baik si pemberi dan si penerima uang terkait pemilu dapat dikenakan pidana.

Persoalannya dari sisi pengawasan, lanjutnya, pihaknya masih lebih fokus dibagian hilir atau lapangan. Menurut dia, perlu penguatan kewenangan pengawasan Bawaslu dibagian hulu dengan turut membuka kerja sama dengan lembaga lain.

"Penanggulangan politik uang tidak bisa hanya Bawaslu, harus melibatkan semua pihak. Bawaslu perlu bekerja sama dengan Bank Indonesia, PPATK dan OJK untuk meminimalisasi lalu lintas politik uang, tetapi undang-undang saat ini belum secara spesifik mengatur kerja sama antar pengawas ditingkat hulu itu," jelas dia.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2017 atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari