tirto.id - Pemerintah tengah berusaha mempercepat penerapan prinsip-prinsip panduan bisnis dan HAM (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights/UNGPs). UNGPs itu diproyeksikan untuk diterapkan di seluruh sektor usaha dengan berbagai ukurannya.
Langkah ini merupakan tindak lanjut setelah pada 2011 Dewan Sidang HAM PBB mengeluarkan UNGPs dan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 33 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM).
Direktur Kerja Sama Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Arry Ardanta Sigit mengatakan bahwa pemerintah tentu serius memperhatikan penerapan UNGPs, meski sudah 7 tahun waktu berselang sejak PBB mengeluarkan UNGPs.
"Dengan Pak Jokowi berkenan menandatangani Perpres RANHAM, di mana di situ mencakup hal tersebut [UNGPs], berarti pemerintah juga perhatian dengan penegakkan HAM agar tidak terjadi pelanggaran HAM [di dunia usaha]," ujar Arry kepada Tirto pada Kamis (19/4/2018).
Saat ini, pembahasan UNGPs masih digodog di masing-masing kementerian terkait. Sehingga, belum ada mekanisme jelas untuk perusahaan menjalankan UNGPs.
"Karena kompleksitas, kalau dibilang pelan [progresnya] memang pelan, tapi tidak berarti enggak memiliki target. Diharapkan dapat beres dalam tahun ini," ungkapnya.
Ia menyatakan dalam menyusun panduan turunan dari UNGPs PBB, pemerintah berusaha sangat berhati-hati, seperti untuk mengeluarkan seritifikat UNGPs kepada perusahaan yang dianggap memenuhi syarat. Pemerintah mempertimbangkan potensi yang dapat mempengaruhi kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) dan masuknya investasi.
"Kami hati-hati. Sertifikat dikeluarkan atau tidak, itu pertanyaan cukup sensitif. Karena ini yang mungkin diberatkan oleh Pak Jokowi, penambahan sertifikat seakan-akan membebani," ucapnya.
Ia menambahkan, “Upaya kami saat ini memang fokus memacu investasi masuk, tapi tidak lantas menyampingkan HAM."
Di satu pihak, diungkapkannya UNGPs dapat menambah persyaratan bisnis, seakan-akan bisa memberatkan investasi masuk. Namun, dia berharap pelaku usaha tidak menangkap itu sebagai sinyal mempersulit usaha.
"Karena yang namanya HAM kan harus memenuhi, misal [sederhananya] ruang menyusui, ibadah. Itu kan mestinya ada, tidak berlebihan," ujarnya.
Perlu diketahui, UNGPs PBB berisi tiga pilar, yaitu kewajiban negara melindungi (protect) HAM; tanggung jawab dunia usaha menghormati (respect) HAM; serta hak masyarakat terdampak untuk mendapatkan pemulihan (remedy) akibat sebuah kegiatan bisnis.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari