tirto.id - Keinginan pemerintah terkait pengelolaan dana haji untuk keperluan infrastruktur diduga ada kepentingan tersendiri. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bima Yudhistira, menyebut bahwa penggunaan dana haji itu tidak terlepas dari kondisi keuangan pemerintah yang cukup mepet.
Dana haji diprediksi akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan finansial dan proyek pemerintah. Tekanan utang membuat pemerintah perlu mencari dana segar agar program tetap berjalan. Namun, pemerintah bisa menggunakan dana haji asalkan berani menjamin risiko produk.
Menurut Bima, pemanfaatan dana haji sebesar Rp95,2 triliun untuk keperluan infrastruktur sudah dilakukan sejak tahun 2013. Dana haji tersebut dialokasikan lewat instrumen sukuk atau obligasi syariah. Per Juli 2017, sebut Bima, sukuk dana haji Indonesia sudah mencapai angka Rp36,69 triliun. Untuk konteks sekarang ini, Bima diduga pemerintah sedang mengamali kesulitan keuangan.
"Penggunaan dana haji bisa digunakan untuk infrastruktur itu tidak terlepas dari konteks anggaran saat ini bahwa pemerintah sedang dalam keuangan yang cukup mepet," kata Bima Yudhistira di Senayan, Jakarta, Minggu (6/8/2017).
Bima memprediksi, pemerintah akan menggunakan dana haji untuk menutup defisit anggaran. Seperti diketahui, pemerintah harus membayar utang dalam jumlah yang cukup besar. Belum lagi pemerintah membutuhkan dana segar akibat rencana meningkatkan anggaran program keluarga harapan. Dana haji bisa digunakan untuk menutupi kekurangan pembiayaan infrastruktur sekaligus untuk membayar utang.
Ditambahkan oleh Bima, ada risiko yang besar saat dana haji diarahkan untuk infrastruktur. Ia khawatir dana haji tidak ditanggung akibat proyek-proyek infrastruktur. Artinya, dana haji bukan diinvestasikan kepada infrastruktur, tetapi dipinjam pemerintah untuk dibangun infrastruktur. "Karena ini sifatnya utang kepada pemerintah, pemerintah juga harus menghitung bagaimana pengembaliannya," paparnya.
Menurut Bima, risiko juga dapat dilihat dari minimnya realisasi infrastruktur Indonesia saat ini. Realisasi infrastruktur baru 9 persen dan minim investor yang ingin berinvestasi ke Indonesia. Selain itu, infrastruktur juga memerlukan waktu yang lama untuk balik modal. Pandangan ini, lanjut Bima, perlu diatur agar masyarakat tidak menjadi korban jika dana haji digunakan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Iswara N Raditya