tirto.id -
Pemerintah yang diwakili oleh Mendagri Tjahjo Kumolo hari ini menyampaikan sidang permohonan uji materi atas penerbitan Perppu Ormas No.2 Tahun 2017 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam pendapat yang disampaikan oleh Tjahjo, pemerintah menyatakan Perppu tidak bertentangan dengan Pasal 22 UUD 45 terkait dengan penerbitan Perppu tentang ormas ini.
Menurut pemerintah, terdapat tiga aspek seperti halnya yang telah diputuskan MK atas penerbitan Perppu. Pertama, mengenai keadaan saat ini. Kedua, kegentingan. Ketiga, kekosongan hukum.
Situasi saat ini, seperti yang dipaparkan Tjahjo, terdapat ormas yang dengan jelas melakukan tindakan yang mau mengubah Pancasila dengan sistem khilafah.
Adanya tindakan tersebut, menurut Tjahjo, tidak bisa diselesaikan dengan UU no.17 tahun 2013 yang memaksa pemerintah mengeluarkan Perppu agar tidak ada kekosongan hukum.
"Kekosongan hukum itu, maka pemerintah membuat aturan untuk mengisi itu. Tapi tidak mungkin dengan cara yang biasa. Kegiatan ormas bertentangan Pancasila mengganggu bangsa, harus segera diatasi," papar Tjahjo di dalam persidangan, Jumat (30/8/2017).
Sebab, bagi pemerintah paham yang bertentangan dengan Pancasila akan cepat menyebar dan sangat mendesak untuk mendapat perhatian khusus.
"Tapi ada keterbatasan pada UU ormas yang berlaku saat ini. Untuk membuat UU baru butuh waktu lama. Revisi harus segera dilakukan dengan cepat agar ideologi yang bertentangan dengan Pancasila tidak semakin menyebar luas," papar Tjahjo.
Maka, bagi pemerintah, untuk menertibkan ormas yang bertentangan dengan Pancasila, sarana yang paling cepat dan konstitusional adalah dengan Perppu. Agar pemerintah bisa mencabut badan hukum ormas yang tidak sesuai dengan Pancasila, salah satunya HTI.
"Menyatakan bahwa pembentukan Perppu telah memenuhi tata cara pembentukan Perppu sebagaimana diatur dalam UU no.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," papar Tjahjo.
Selain itu, pemerintah juga menyatakan bahas Perppu tidak membatasi dan melarang kebebasan berpikir dan berserikat masyarakat. Seperti halnya yang didalilkan pemohon atas Pasal 39 Perppu Ormas.
Melainkan, adanya frasa menganut ideologi tertentu di situ adalah bagi pemerintah berkaitan dengan menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.
"Karena frasa menganut tidak bisa berdiri sendiri. Tetapi bersandar dengan frasa menyebarkan," papar Tjahjo.
Sedangkan, pemerintah mengklaim memiliki kewajiban untuk menjaga Pancasila dan UUD 45 secara penuh dari ancaman ideologi manapun yang berpeluang merusak kebhinnekaan.
Selain itu, dalam pemaparannya pemerintah juga berdalil UU Ormas belum memenuhi azas hukum contrarius actus yang memungkinkan pemerintah untuk mencabut izin ormas yang bertentangan dengan Pancasila.
"Asas contrarius actus ini diperlukan untuk memberikan wewenang pemerintah tidak hanya memberi izin ormas, melainkan mencabutnya bila bertentangan dengan Pancasila," papar Tjahjo.
Lalu, Tjahjo pun memaparkan bahwa di dalam Perppu Ormas telah memenuhi proses due to the law. Tidak seperti yang didalilkan pemohon yang menyebut Perppu telah mengeliminasi proses itu dan bersifat represif.
"Bagi Ormas yang dibubarkan masih bisa untuk mengajukan banding ke PTUN dan itu adalah bagian dari proses due to the law," kata Tjahjo.
Alasan Kegentingan Pemerintah Tak Masuk Akal
Kuasa Hukum HTI Yusril Ihza Mahendra menyatakan alasan kegentingan yang disampaikan oleh pemerintah tidak relevan dengan situasi saat ini. Terutama, menurutnya, karena pemerintah berdasar pada video pidato ketua HTI di Senayan pada 2013.
"Itu video waktu presidennya SBY bukan Pak Jokowi. Kalau Pak SBY tidak senang sudah dibubarkan HTI waktu itu. Kok aneh video itu bagian dari keterangan dikeluarkannya Perppu," kata Yusril di Gedung MK, Jumat (30/8/2017).
Diputarnya video tersebut sebelum pemaparan pemerintah juga menurut Yusril tidak tepat. Menurutnya, itu merupakan bagian dari propaganda pemerintah dalam menyudutkan HTI.
"Ini kan sidang pengajuan undang-undang. Buka sidang pidana atau tata usaha negara. Kalau misalkan pemerintah mau menunjukkan bukti-bukti nanti pada saatnya mengajukan bukti. Tapi kok saat mendengarkan pendapat pemerintah kok diajukan bukti-bukti," kata Yusril.
Dirinya pun menyebut bahwa proses due to the law yang disampaikan oleh pemerintah dalam dalilnya belum sama sekali mencerminkan hal itu. Karena, menurutnya, prosea di PTUN berarti sudah ada penetapan salah terhadap ormas tersebut.
"Lebih-lebih dari 2013 sampai sekarang ini tidak pernah ada dimintai keterangan dan peringatan kepada HTI. Tapi tiba-tiba dibubarkan oleh pemerintah," kata Yusril.
Sehingga, Yusril masih menyebut bahwa Perppu Ormas tidak sesuai dengan Pasal 22 UUD 45 dan meminta kepada hakim MK agar menerima permohonan uji materi mereka.
Pada sidang selanjutnya, Yusril menyatakan pihaknya akan menghadirkan empat orang saksi ahli dan empat orang saksi fakta untuk menunjukkan bukti-bukti yang menguatkan pihaknya.
"Tidak usah disebut dulu lah namanya. Nanti mereka digerilya," pungkas Yusril.
Baca juga artikel terkait PERPPU ORMAS atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi
tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri