tirto.id - Pemerintah mulai melakukan pembiayaan proyek tanpa mengandalkan anggaran milik negara atau daerah. Proyek pertama yang dibiayai melalui skema investasi Surat Berharga Perpetual (SBP) adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Meulaboh, Aceh.
Penerbitan SBP untuk pembangunan PLTU Meulaboh dilakukan PT. PP (Persero) Tbk. Masyarakat dapat membeli SBP untuk berkontribusi dalam pembangunan melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) yang dikelola PT. Ciptadana Asset Management.
"Ini salah satu alternatif pendanaan atau pembiayaan pembangunan non-APBN yang diharap bisa menjadi tren besar di kemudian hari," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di kantornya, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
PT. PP (Persero) Tbk berharap mendapat dana sebesar Rp8 triliun dari skema investasi menggunakan SBP. Pada tahap awal, Kementerian BUMN memberi dukungan dengan dikeluarkannya surat persetujuan pemenuhan investasi sebesar Rp1 triliun.
Bappenas merupakan koordinator Pembiayaan Investasi Non-Anggaran atau PINA. Mereka bertugas mempertemukan pemilik proyek infrastruktur yang membutuhkan pembiayaan ekuitas dengan badan usaha yang berminat dan berkomitmen untuk menginvestasikan dananya di proyek-proyek infrastruktur.
Penerbitan SBP oleh PT. PP (Persero) Tbk di proyek PLTU Meulaboh adalah hal yang pertama kali dilakukan. Menurut Bambang, investor yang terlibat nanti dapat berasal dari para penyedia dana pensiun atau dana jangka panjang di Indonesia.
"RDPT adalah surat berharga yang nilainya setara tetapi kelebihannya sudah memberi kupon atau return sejak diberikan. Umumnya investor ini dana pensiun atau dana jangka panjang di Indonesia. Keberadaan ini pelan-pelan melatih pengelola dana pensiun memahami investasi di infrastruktur," ujar Bambang.
Sebelum skema investasi melalui penerbitan SBP dilakukan, BUMN atau perusahaan yang hendak ikut sebuah proyek disebut kesulitan mencari modal. Bambang mencontohkan, PT PP (Persero) Tbk bisa saja mengajukan Penanaman Modal Negara (PMN) yang uangnya bersumber dari APBN jika tak menjalankan skema investasi non-anggaran.
"Padahal setiap rupiah PMN adalah penambahan utang...Ke depan kalau sudah terbukti, akan lebih banyak lagi proyek yang akan mencari perpetual dan akan banyak instrumen investasi dari pengelola dana jangka panjang," ujar Bambang.
Dasar hukum dilakukannya PINA adalah Peraturan Presiden Nomor 58/2017, Peraturan Presiden Nomor 20/2016 tentang Bappenas, dan Surat Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 70/M.PPN/HK/12/2016 tentang Pembentukan Tim Fasilitasi Pemerintah dalam Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora