tirto.id - Pemerintah tengah mengkaji pemberian subsidi untuk kendaraan motor listrik dengan kisaran Rp6 juta sampai dengan Rp6,5 juta. Penggunaan kendaraan berbasis listrik sendiri diklaim akan menghemat dana untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) dan otomatis subsidi BBM berkurang.
"Mangkannya segera sekarang ini mobil listrik kita luncurkan dengan subsidi misalnya sepeda motor kita lagi finalisasi," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan dalam saluran YouTube Permata Bank, dikutip Senin (5/12/2022).
Luhut menjelaskan untuk kendaraan bermotor, subsidi diberikan pemerintah mengacu dengan beberapa negara tetangga. Misalnya seperti Thailand yang sudah memberikan subsidi sebesar Rp7 juta untuk masyarakatnya yang ingin membeli kendaraan listrik.
"Dikita Rp6,5 kira-kira segitu. Mobil berapa juta kita mau kasih," katanya.
Menurut Luhut penggunaan kendaraan listrik berdasarkan hitung-hitungannya lebih untung ketimbang menggunakan sepeda motor berbahan bakar fosil. Karena masyarakat tidak perlu lagi membeli BBM.
"Jadi kita hitung-hitung tetap lebih untung menggunakan sepeda motor listrik, daripada sepeda motor fosil begitu juga mobil. Jadi kalau jualan lebih bagus pilih itu, sekarang mau kita convert atau tukar engine sepeda motor dengan sepeda motor listrik. Sedang dilakukan," jelasnya.
Direktur Eksekutif INSTRAN, Deddy Herlambang menilai, pemerintah terlalu bersemangat melakukan kampanye dari kendaraan BBM fosil ke kendaraan listrik, namun kurang dalam kesiapan infrastruktur kendaraan listriknya.
Infrastruktur kendaraan listrik yang belum disiapkan matang adalah penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sesuai demand, mengingat waktu pengisian baterai ( charging ) memerlukan waktu yang sangat lama dan belum ada standar kualitas baterai.
"Manajemen pengolahan limbah baterai kendaraan listrik juga belum ada. Jangan sampai euphoria membeli kendaraan listrik telah terjadi secara massal namun regulasi dan mitigasi belum ada," katanya.
Di samping itu, pemerintah masih berideologikan 'transport by vehicle oriented' bukan pada 'transport by transit oriented'. Dalam hal ini pemberian subsidi kepada pembelian/konversi kendaraan listrik bila tidak diimbangi oleh penambahan subsidi bagi pengelolaan angkutan umum massal adalah bencana bagi modal share angkutan umum.
Kendaraan pribadi akan selalu dibeli dengan murah, sementara angkutan umum akan ditinggalkan, akibatnya volume kendaraan di jalan semakin bertambah namun ruang jalan tidak bertambah, jadi semakin macet lalu lintas di jalan.
"Bila pemberian subsidi kendaraan listrik tidak diimbangi dengan subsidi yang lebih berpihak ke angkutan umum, transport demand management (TDM) dapat dipastikan gagal," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin