tirto.id -
Hal ini dilakukan agar transformasi untuk menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur dapat terwujud.
“Pengembangan industri manufaktur nonmigas diprioritaskan pada sektor yang berbasis sumber daya alam dan menyerap lapangan kerja yang banyak,” kata Ngakan melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (26/11/2018).
Menurut Ngakan, industrialisasi di dalam negeri perlu dipacu karena bakal membawa dampak ganda yang positif bagi perekonomian nasional. Efek berantai itu antara lain peningkatan nilai tambah bahan baku dan penyerapan tenaga kerja lokal, serta mendongkrak penerimaan devisa dari ekspor, pajak dan cukai.
"Oleh karena itu, pemerintah saat ini bertekad menciptakan iklim investasi yang kondusif, terutama untuk sektor industri. Langkah strategis yang sudah dilakukan, antara lain melalui paket-paket kebijakan ekonomi, insentif dan kemudahan izin usaha," imbuhnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) triwulan III tahun 2018 mencatat, industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB) nasional dengan porsi mencapai 19,66 persen.
Kontribusi yang cukup besar tersebut membuat Indonesia masuk dalam jajaran elit dunia sebagai negara industri. Menurut laporan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menempati peringkat ke-9 dunia sebagai negara penghasil nilai tambah terbesar dari sektor industri.
Selain itu, imbuh Ngakan, Indonesia juga masuk dalam jajaran 4 besar dunia jika dilihat dari persentase kontribusi industrinya.
"Apabila dinilai dari indeks daya saing global, yang saat ini diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, peringkat Indonesia naik dari posisi 47 pada tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018," paparnya.
Sedangkan, hasil survei Nikkei dan IHS Markit menunjukkan bahwa Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2018 berada di level 50,5 atau masih tergolong dalam tingkat ekspansif. Bahkan, Indonesia berhasil menduduki peringkat ketiga teratas di ASEAN. Posisi Indonesia lebih baik dari Malaysia (49,2), Thailand (48,9), Myanmar (48,0) dan Singapura (43,3).
Tiga sektor manufaktur yang mampu melampaui pertumbuhan ekonomi sebesar 5,15 persen di triwulan III-2018, yakni industri tekstil dan pakaian yang tumbuh mencapai 10,17 persen, industri makanan dan minuman berada di level 8,10 persen, serta industri alat angkutan tembus 5,37 persen.
"Tiga sektor tersebut yang juga menjadi pilihan di dalam Making Indonesia 4.0 sebagai pionir dalam penerapan industri 4.0 di Indonesia, selain industri kimia dan industri elektronika," tuturnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri