tirto.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendesak pemerintah untuk membeberkan nama-nama perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Selain itu, Walhi juga mendesak agar pemerintah menaikkan status polusi udara akibat asap karhutla.
"Saat terjadi kebakaran pada Agustus kemarin, kami berharap negara segera melakukan dua hal itu," kata Kepala Departemen Advokasi Walhi, Zenzi Suhadi saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9/2019).
Zenzi mengatakan dua hal itu penting dilakukan pemerintah untuk memetakan seluruh biaya penanggulangan dan pemulihan, serta melimpahkan tanggung jawab tersebut ke pelaku atau perusahaan yang melakukan pembakaran.
"Tetapi justru kami lihat negara tidak melakukan dua hal ini, sehingga justru kami melihat negara seolah mensubsidi pelaku kejahatan lingkungan di Indonesia dengan mengeluarkan dana dari APBN untuk melakukan penanggulangan," jelas Zenzi.
"Sehingga kami meminta segera negara untuk meningkatkan status dan mengumpulkan nama-nama perusahaan selanjutnya dilakukan penegakan hukum pada seluruh perusahaan dan penegakan hukum," imbuhnya.
Menurut data Badan Penanggulangan Bencana (BNPB), memang terdapat penurunan titik panas yang terjadi belakangan ini. Pada 21 September 2019 pukul 08.00 WIB, titik panas terdeteksi sejumlah 2766. Angka itu menurun dari minggu lalu, Sabtu (14/9/2019), dengan titik panas sejumlah 4012.
Namun, penurunan jumlah titik panas itu tak bisa dijadikan acuan menurunnya kasus karhutla. Pasalnya, perhitungan titik panas dilakukan melalui satelit, sedangkan dengan kondisi asap yang semakin buruk, titik api sulit terlihat oleh satelit.
"Dari sisi hotspot menurun karena ada hujan, sehingga sebagian titik api jadi asap. Makanya asap malah tambah banyak mengakibatkan kualitas udara juga turun [semakin buruk]," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Agus Wibowo kepada reporter Tirto, Sabtu (21/9/2019).
Peningkatan asap, jelas Agus, tak lepas dari penyebaran titik kebakaran yang masih terjadi, khususnya di lahan gambut. Api pun masih menyebar dari lapisan bawah gambut.
"Susah dipadamkan," tegasnya.
Kualitas udara memang berada pada tingkat "berbahaya" dalam beberapa hari ke belakang. Berdasarkan data Air Visual, kemarin (19/9/2019) siang, Air Quality Index (AQI) polusi Palangkaraya berada di angka 1057. Kemudian, hari ini (20/9/2019) siang, Palangkaraya berada pada angka 451.
Dalam standar Air Visual, nilai 0-5 mengartikan kualitas udara bagus. Kemudian 51-100 berarti moderat. Selanjutnya, 101-150 artinya tidak sehat bagi orang yang sensitif, 151-200 tidak sehat, 201-300 sangat tidak sehat, serta 301-500 ke atas berarti berbahaya.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Gilang Ramadhan