Menuju konten utama

Pemerintah dan DPR Sepakati Batas Usia Perkawinan 19 Tahun

Perubahan batas minimal usia perkawinan pada perempuan di Undang-Undang Perkawinan dapat menekan kematian ibu dan bayi, serta menekan angka perceraian.

Pemerintah dan DPR Sepakati Batas Usia Perkawinan 19 Tahun
Aktifis Lembaga Perlindungan Anak (LPA) menggelar kampanye perlindungan hak-hak anak saat memperingati Hari Anak Nasional di Serang, Banten, Selasa (23/7/2019). ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki/af/pd.

tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengusulkan agar batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dipersamakan dengan batas minimal usia pernikahan bagi laki-laki, yaitu 19 tahun. Hal tersebut dikatakan Menteri PPPA Yohana Yembise dalam rapat kerja membahas usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bersama Baleg DPR RI di Gedung Nusantara 2 DPR RI, Jakarta, Kamis (12/9/2019).

"Dalam hal ini, batas minimal umur perkawinan bagi perempuan dipersamakan dengan batas minimal umur pernikahan bagi laki-laki, yaitu 19 tahun," kata Yohana seperti diberitakan Antara.

Usulan revisi tersebut hanya membahas satu klausul pada Pasal 7 Ayat 1 mengenai batasan usia perkawinan. Sebelumnya, Pasal 7 Ayat 1 menetapkan batas minimal usia pernikahan bagi laki-laki adalah 19 tahun, sedangkan batas minimal usia pernikahan bagi perempuan adalah 16 tahun.

Dalam Pasal 7 No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan, angka itu dinilai tak memadai dan diskriminatif terhadap anak perempuan. Usulan batas minimal usia pernikahan bagi perempuan menjadi 19 tahun tersebut karena di umur itu seseorang dinilai telah matang secara jiwa dan raga untuk dapat melangsungkan pernikahan.

Pertimbangan lain dari usulan batasan minimal tersebut adalah demi mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan juga menghasilkan keturunan yang sehat dan berkualitas.

Kementerian PPPA pun berharap usulan kenaikan batas usia yang lebih tinggi dari 16 tahun bagi perempuan untuk menikah dapat mengurangi laju kelahiran dan menurunkan risiko kematian ibu dan anak. Selain itu, usulan batas usia tersebut juga demi memenuhi hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Pertimbangan menaikkan batas usia perkawinan perempuan dari 16 menjadi 19 tahun didasarkan pada kajian teoritis dan kajian terhadap azas prinsip pemenuhan hak anak berdasarkan UU perlindungan anak, bahwa hak anak merupakan Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah dan pemerintah daerah.

Usulan tersebut juga mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan pengaturan batas usia minimal yang berbeda antara laki-laki dan perempuan tidak saja menimbulkan diskriminasi dalam konteks pelaksanaan hak untuk membentuk keluarga, melainkan juga telah menimbulkan diskriminasi terhadap perlindungan pembangunan hak anak.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 menyatakan bahwa “Pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa “usia 16 (enam belas) tahun” Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1) bertentangan dengan UUD NKRI dan diberikan waktu tiga tahun untuk mengubah ayat tersebut”.

Aturan Baru, Hadiah Bagi Anak Indonesia

Badan Legislatif (Baleg) DPR, Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI), dan dikung Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepakat mengubah usia perkawinan bagi perempuan menjadi 19 tahun.

"Usia 19 adalah usia minimal seseorang menikah baik bagi laki-laki maupun perempuan. KPAI menilai hal ini merupakan langkah maju bagi bangsa Indonesia," ujar Ketua KPAI Susanto dilansir Antara, Kamis (12/9/2019).

KPAI berharap pada sidang paripurna nanti keputusan Baleg DPR RI tentang usia perkawinan yaitu 19 tahun akan disahkan. Susanto menilai, keputusan ini menjadi kado terbaik bagi anak-anak Indonesia dari DPR RI masa bakti Periode 2014-2019 di akhir periodenya.

Susanto mengatakan secara norma hukum, negara mensyaratkan usia perkawinan melebih usia anak.

"Sehingga diharapkan hal ini dapat mendorong tercapainya SDGs, berkurangnya angka kematian ibu dan balita, berkurangnya stunting, dan meningkatnya kualitas keluarga Indonesia," kata dia.

Upaya negara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dicapai dengan baik dengan prasyarat perkawinan yang jauh lebih memadai.

KPAI juga mengapresiasi ayat pentingnya mendengarkan para pihak yang mengajukan dispensasi nikah. Ayat ini dianggap penting karena dapat memastikan bahwa para pihak dimintakan dispensasi dalam keadaan mendesak dan bukan lagi karena hal-hal yang disalahgunakan.

"Semoga capaian norma hukum usia perkawinan ini diikuti dengan upaya edukasi pendewasaan usia perkawinan. Edukasi dapat dilakukan oleh dan untuk semua elemen masyarakat dan bergandengan tangan dengan pemerintah," kata dia.

Baca juga artikel terkait STUNTING ANAK atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Gilang Ramadhan & Widia Primastika
Penulis: Widia Primastika