Menuju konten utama

Pemberantasan Korupsi Jangan Lambatkan Ekonomi, Sebut Wapres

Pemberantasan korupsi dinilai dengan menghukum para pelakunya dinilai memberikan efek samping yakni pejabat ketakutan mengambil keputusan sehingga berdampak pada lambatnya perekonomian.

Pemberantasan Korupsi Jangan Lambatkan Ekonomi, Sebut Wapres
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Tirto/Andrey Gromico.

tirto.id - Pemberantasan korupsi dinilai dengan menghukum para pelakunya dinilai memberikan efek samping yakni pejabat ketakutan mengambil keputusan sehingga berdampak pada lambatnya perekonomian.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla saat berbicara di Konferensi Anti Korupsi (Anti Corupption Summit/ACS) 2016 yang digelar di Gedung Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (25/10/2016).

"Sekarang ini dengan bangga kita katakan bahwa kita sudah melaksanakan antikorupsi dengan menghukum banyak orang, tapi efek sampingnya adalah ketakutan yang menyebabkan pejabat sulit mengambil keputusan," ujarnya.

Hal ini, sebut Wapres menyebabkan berbagai pihak meminta payung hukum, keputusan menteri dan lain-lain sehingga Indonesia menjadi hutan peraturan.

"Akibatnya ekonomi lambat jalannya dan efeknya kepada seluruh masyarakat," ujarnya.

Bagaimanapun, kata Wapres, bangsa Indonesia mempunyai tujuan yaitu kemakmuran dan keadilan. Untuk makmur ekonomi perlu berjalan dengan cepat. Oleh karena itu, diperlukan upaya mengharmonisasikan agar ekonomi tetap berjalan dan korupsi diberantas sehingga efek sampingnya tidak besar.

Berbagai upaya mengurangi korupsi sudah dilakukan oleh pemerintah dalam berbagai era dan saat ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemerintah juga sudah melaksanakan penegakan hukum bagi koruptor, terbukti dari banyaknya pejabat negara yang sudah dihukum.

Wapres mengatakan, pemberantasan korupsi bisa dilakukan dengan komitmen dan contoh dari para pemimpin serta perbaikan sistem.

Pada kesempatan berbeda di Jakarta, Jumat pekan lalu, Wapres juga melontarkan pernyataan bahwa Pungutan Liar (Saber Pungli) yang dibentuk pemerintah hanya sebagai terapi kejut agar masyarakat lebih terbuka dan berani melaporkan jika ada praktik yang menyimpang itu.

"Yang kita lakukan ini shock therapy, tidak mungkin kita geledah seluruh pejabat di Indonesia. Jadi sebenarnya ini shock therapy untuk meminta masyarakat lebih terbuka dan lebih berani melaporkan, kalau ada," kata Wapres.

Menurut Wapres, pungli cenderung terjadi pada pelayanan publik dan masyarakat pada dasarnya membeli waktu.

"Jadi, masyarakat itu pada dasarnya membeli waktu, daripada menunggu. Ada juga pungli itu karena masyarakat malas, kalau orang mengurus KTP atau surat-surat asal diserahkan pada makelar atau calo-calo bisa cepat karena masyarakat enggan mengurusnya sendiri," katanya.

Baca juga artikel terkait PEMBERANTASAN KORUPSI atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH