Menuju konten utama

Pembentukan Super Holding BUMN Terganjal Pergantian Menteri

Rencana pembentukan super holding BUMN telah ada pada 1998, namun belum terealisasi karena pergantian menteri dan presiden.

Pembentukan Super Holding BUMN Terganjal Pergantian Menteri
Menteri BUMN Rini Soemarno melambaikan tangan dari atas kendaraan "crane" usai melakukan pemotongan tumpeng nasi kuning setinggi 13 meter, pada syukuran HUT Ke-21 Kementerian BUMN, di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (13/4/2019). ANTARA FOTO/R. Rekotomo/aww.

tirto.id - Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto menilai, pembentukan super holding perusahaan negara terganjal dengan sistem birokrasi melalui pergantian menteri.

Menurut dia, rencana super holding BUMN telah ada sejak 1998. Salah satu rencana yang dibahas saat itu yakni Kementerian BUMN akan dibubarkan 10 tahun kemudian, lalu dibentuk super holding.

"Karena kan ini rezimnya ini selalu berganti. Menteri BUMN udah ganti berapa kali coba. Ini baru Bu Rini aja nih empat tahun selesai. Tanpa diganti di tengah jalan yang sebelum sebelumnya kan diganti, setengah jalan," kata dia ditemui reporter Tirto, di kampus Universitas Indonesia, Salemba, Selasa, (16/04/2019).

Menurut dia, pergantian presiden juga mengakibatkan realisasi super holding BUMN terhambat.

"Bukan nggak fokus, itu kursi panas sehingga presidennya itu tidak bisa menyelesaikan satu menteri selama empat tahun. Kenapa tidak bisa realisasi karena presidennya ganti, sehingga nggak ada yang fokus. Baru ini di eranya Jokowi ini dokumen lama dibuka lagi," ujar dia.

Presiden Joko Widodo berencana mewujudkan super holding sejak 2015. Dalam debat Pilpres 2019 ke-5, Sabtu (13/4/2019), ia kembali menegaskan rencana ini.

"Dilihat konteksnya, ada political will dari atas nih, bahwa dia [Jokowi] mau konsep holding ini akan dijalankan," kata dia.

Ia menyarankan agar Indonesia belajar dari Malaysia dalam membentuk super holding. Malaysia punya Khazanah yang dibangun pada 2003 sebagai super holding BUMN.

Malaysia, kata dia, memasukkan perusahaan yang sehat ke dalam super holding. Sedangkan perusahaan kecil yang di Indonesia dikenal sebagai BUMN penugasan, lanjut dia, tak dimasukkan ke dalam.

Toto juga mengatakan, sebaiknya perusahaan negara yang sudah ada dalam satu sektor dan masih PSO dikeluarkan terlebih dahulu dari holding. Agar BUMN bisa tumbuh bersama dengan cara yang tepat.

"Kemudian Kementerian BUMN harus berani [memisahkan perusahaan] kalau memang kita mau mengembangkan BUMN-BUMN sebagai pemain kelas dunia. Sekarang tugas PSO-nya besar itu jangan dikelompokan menjadi holding yang kemudian nanti akan diminta untuk untuk tumbuh sebagai big coorporation yang menjadi kebanggaan. Karena nanti sulit untuk memisahkan antara dua fungsional ini,” ujar dia.

Menurut data Toto, saat ini ada 140 BUMN di Indonesia, namun hanya 25 BUMN yang sehat. BUMN yang tak sehat, kata dia, tidak perlu digabungkan dalam holding BUMN.

"Dari 140 BUMN [ada] 25 [BUMN] besarnya berhasil menghasilkan 90 persen pendapatan dari seluruh BUMN. Jadi fokusnya BUMN [besar] itu dibuat per sektoral [agar] proses monitoring pemerintah itu menjadi lebih pendek," kata dia.

Baca juga artikel terkait HOLDING BUMN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali