tirto.id - Sebuah laporan dari World Wildlife Fund (WWF) menyebutkan rencana pembangunan infrastruktur transportasi besar-besaran di seluruh penjuru Asia berpotensi mengancam proses konservasi harimau. Bentuk-bentuk pembangunan itu antara lain perluasan jalan raya dan jaringan rel kereta api. Indonesia, India, Nepal, dan Myanmar adalah sejumlah negara yang terancam oleh rencana pembangunan tersebut.
Seperti dilansir dari Guardian pada Selasa (22/11/2016)), World Wildlife Fund (WWF) menyebutkan bahwa rencana pembangunan di tahun-tahun mendatang mengarah pada proyek-proyek transportasi baru dengan panjang total 11 ribu kilometer. Selain merusak habitat harimau, proyek-proyek tersebut akan menghalangi hewan tersebut melakukan perjalanan dalam jarak yang mereka butuhkan.
Jika rencana-rencana itu menjadi kenyataan maka cara-cara lama konservasi harimau seperti penghentian perburuan dan penjagaan kawasan yang dilindungi tak akan lagi berpengaruh. Sebenarnya, cara-cara tersebut sejauh ini menunjukkan hasil positif. Pada 2010, jumlah harimau berada di angka 3.200, dan kini meningkat ke angka 3.890.
“Dampak dari infrastruktur linier mungkin melebihi kemunduran yang pernah terjadi dan dapat merusak kemajuan yang telah kita buat selama 20-30 tahun belakangan,” jelas Dr. Ashley Brooks, salah satu penulis dari laporan tersebut.
Brooks mencontohkan beberapa proyek pembangunan besar yang mengancam proses pelestarian harimau. Salah satunya adalah rencana pembangunan jalan raya nasional di India yang akan memotong jalur kritis antara dua area perlindungan harimau. Lalu ada pula pengembangan jalur penghubung transportasi antara Bangkok dan Dawei di Myanmar.
Di Sumatera, jalan raya lintas pulau akan membelah pulau dari utara ke selatan. Sedangkan Nepal berencana membangun jalan raya pos dan mengembangkan jaringan rel kereta api nasional, yang disebut Brooks akan mengganggu jalur alami bagi harimau di India dan Nepal.
“Kami tahu pengembangan ini harus tetap berjalan namun kami akan melobi pemerintahan negara-negara tersebut untuk sebanyak mungkin menghindari habitat kritis dan daerah-daerah yang tak boleh hilang,” tutur Brooks.
“Jika langkah-langkah tersebut tak dilakukan, apabila pemerintah tak melihat urgensi untuk memertahankan keseimbangan dalam skala ini dan membiarkan pembangunan mengobrak-obarik bentangan (milik harimau), nantinya hanya akan ada sekantong kecil harimau yang tersisa,” tutupnya.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh