Menuju konten utama

Pelepasan Ribuan Lampion Menutup Peringatan Tri Suci Waisak 2024

Pelepasan lampion sebagai penutup rangkaian Hari Raya Waisak merupakan simbol atas harapan dan doa memohon agar dunia selalu diliputi kedamaian.

Pelepasan Ribuan Lampion Menutup Peringatan Tri Suci Waisak 2024
Sejumlah warga menerbangkan lampion saat rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2562BE/2018 di Kompleks Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (29/5/2018). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

tirto.id - Ribuan lampion yang terbang di langit Borobudur, Magelang, menutup rangkaian peringatan Tri Suci Waisak 2568 BE/2024 di Candi Borobudur pada Kamis (23/5/2024) malam.

Ketua Panitia Festival Lampion, Fatmawati, menyatakan penutupan peringatan Tri Suci Waisak di Borobudur tersebut melibatkan 2.568 lampion yang diterbangkan secara bersama-sama.

“Total lampion yang kita terbangkan malam ini adalah 2.568, itu mengikuti tahun Buddhis Era di tahun 2024 ini,” ujar Fatmawati ketika ditemui pada Kamis.

Berdasarkan pantauan Tirto, meski wilayah kompleks Candi Borobudur sempat diguyur hujan cukup lebat pada sore hari, namun hal itu tak menyurutkan antusiasme para peserta pelepasan lampion.

“Alam pun mendukung ya, semua mendapatkan berkah dari alam. Walaupun basah, tapi jiwanya enggak, bener-bener happy semuanya,” ujarnya.

Bagi umat Buddha, jelas Fatmawati, pelepasan lampion sebagai penutup rangkaian Hari Raya Waisak merupakan simbol atas harapan dan doa memohon agar dunia selalu diliputi kedamaian.

“Kunci sukses penerbangan lampion adalah bisa diterbangkan bersama-sama. Harapannya menjadi simbol kebajikan, walaupun hanya menyalakan satu pelita dalam diri kita tapi bisa menerangi yang disekitar kita,” katanya.

Jadi Daya Tarik Wisata

Meskipun penerbangan lampion merupakan salah satu prosesi ibadah umat Buddha ketika Waisak, namun acara tersebut tak hanya dihadiri umat Buddha. Tak sedikit umat berbagai agama yang rela datang jauh-jauh hanya untuk mengikuti penerbangan lampion tersebut.

Salah satunya adalah Dian, pengunjung asal Bandung. Bersama dua orang temannya, mereka rela datang ke peringatan Waisak di Borobudur untuk mengikuti festival lampion.

“Aku dari Bandung, ke sini emang tujuannya mau ikut acara ini (festival lampion),” katanya.

Meskipun bukan umat Buddha, penutupan peringatan Waisak dengan menerbangkan lampion mendapat tempat tersendiri di hatinya.

“Aku ngeliat ini indah banget, dulu waktu kecil pernah ikut, sekarang pengen liat lagi,” ujarnya.

Selain itu, bagi Dian dan teman-temannya ke Borobudur kali ini juga memberikannya edukasi yang penting tentang Buddha dan arti Waisak bagi mereka.

“Seru sih, pengalaman baru, bisa tahu kalau Waisak itu punya arti yang penting buat orang Buddha sampai bisa mengumpulkan orang sebanyak ini walaupun itu tidak mudah,” katanya.

Kesan serupa juga dirasakan Rara yang juga berangkat dari Bandung ke Borobudur untuk mengikuti prosesi penerbangan lampion. Menurutnya, meskipun merupakan prosesi ibadah umat Buddha, namun festival lampion sudah menjadi daya tarik tersendiri untuk merasakan keindahan malam perayaan Waisak.

“Ini jadinya kaya culture aja sih, nyobain experience-nya. Terlepas dari kegiatan agamanya, ini experience yang luar biasa menarik banget,” katanya.

Menurut Fatmawati, dari tahun ke tahun, Festival Lampion Waisak di Borobudur memang menjadi daya tarik tersendiri, baik dari kalangan umat Buddha maupun non-Buddha.

“Festival lampion memang even spesial Waisak yang universal, kami mempersilakan saudara-saudara kami dari seluruh Indonesia dan mancanegara untuk ikut,” katanya.

Terlebih, katanya, otoritas Candi Borobudur kini tengah mencanangkan salah satu candi Buddha terbesar di dunia tersebut sebagai pusat agama Buddha dunia.

“Candi Agung Borobudur sudah diresmikan sebagai tempat ibadah agama Buddha, bahkan dicanangkan sebagai episentrum Buddhis dunia dan itu akan mengundang pariwisata religi dari seluruh dunia,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait FLASH NEWS atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Flash news
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Irfan Teguh Pribadi