tirto.id - Pelaku penganiayaan KH Umar Basri, pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung yang bernama Asep (50) berhasil diringkus polisi.
Dari rilis yang diterima Tirto, pelaku melakukan penganiayaan terhadap KH Umar Basri pada hari Sabtu (27/1/2018) sekitar pukul 05.30 WIB di masjid Al Hidayah kampung Santiong RT 03/01 Desa Cicalengka.
Saat kejadian, KH Umar diketahui sedang melakukan wirid usai salat subuh. Pelaku, Asep menunggu korban selesai wirid lalu korban melihat ada orang di musala tersebut.
Melihat orang baru, KH Umar lantas bertanya pada Asep, "Siapa anjeun?"
Tak disangka, Asep menjawab dengan luapan emosi, "Saya orang sini, kamu berani sama saya?"
Saat itu, pelaku langsung menganiaya KH Umar menggunakan kayu alas kaki buat azan. KH Umar dipukul pada bagian dan kepala sebanyak dua kali hingga korban mengalami luka berat. Selesai menganiaya korban, pelaku lari keluar masjid.
Kejadian tersebut diketahui oleh saksi bernama Iwan Ismail yang mendapati KH Umar tergelak tak berdaya. Iwan bersama beberapa santri kemudian melakukan pelaporan ke kepolisian setempat.
Atas laporan tersebut, Polres Bandung dan Polsek Cicalengka bergerak mencari pelaku dan berhasil ditangkap beberapa jam kemudian.
“Pelaku saat ini sedang mengalami pemeriksaan kejiwaan di RS Sartika Asih. Ia dapat dikenakan pasal 351 ayat 2 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun,” kata Kapolda Jabar Bapak Irjen Pol Agung Budi Maryoto.
Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU Robikin Emhas mengatakan, keberhasilan polisi dalam menangkap cepat terduga pelaku penganiayaan terhadap KH Umar Basri harus diapresiasi.
“Untuk itu, kepada teman-teman Polri kami sampaikan ucapan terima kasih,” katanya di Cirebon, Minggu (28/1/2018) seperti dikutip dari laman resmi NU Online.
Ia berharap Polri mengusut secara mendalam dan segera mengungkap tuntas motif penganiayaan tersebut.
Sebagaimana kronologi peristiwa yang tersebar luas di berbagai media, sembari melakukan tindakan penganiayaan kepada KH Umar Basri, pelaku mengungkapkan kata-kata yang mengindikasikan adanya klaim kebenaran tunggal (claim of truth) dalam memahami agama yang sekaligus menyiratkan watak permusuhan kepada pihak lain.
“Suatu sikap eksklusif khas ajaran tertentu yang jauh dari nilai agama itu sendiri,” katanya.
“Kepada segenap masyarakat, khususnya elemen dan warga NU, mari kita percayakan pengungkapan dan penanganan perkara ini kepada Polri, sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” pintanya.
Ia meminta warga jangan terpancing dan ada yang berpikir menyelesaikan kekerasan dengan kekerasan. Main hakim sendiri misalnya. Karena sikap seperti itu tidak sesuai kaidah moral sebagaimana ajaran NU dan jauh dari nilai peradaban.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo