Menuju konten utama

Pejabat Desa & PNS Lebih Pro Prabowo, Program Jokowi Tak Efektif?

Prabowo-Sandi ternyata lebih populer ketimbang Jokowi-Ma'ruf di kalangan PNS dan pejabat desa/kelurahan. Ini bukti kalau program petahana tak serta merta terkonversi jadi dukungan politik.

Pejabat Desa & PNS Lebih Pro Prabowo, Program Jokowi Tak Efektif?
Presiden Joko Widodo (tengah) berdialog dengan para pendamping desa saat Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa 2019 di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/2/2019). ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.

tirto.id - Survei Charta Politika soal tingkat elektabilitas pasangan capres-cawapres barangkali kurang menyenangkan sekaligus mengejutkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan tim suksesnya. Hasil sigi itu menunjukkan bahwa Prabowo Subianto-Sandiaga Uno lebih unggul baik di kalangan PNS maupun pejabat desa/kelurahan (Kepala Desa, Sekertaris Desa, serta pejabat di bawahnya).

Di kalangan PNS, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf hanya bertengger di angka 40,4 persen. Sementara Prabowo-Sandiaga memperoleh 44,4 persen. Sisanya, 14,9 persen, mengaku belum mau memberikan dukungan suara untuk keduanya.

Sementara di lingkungan pegawai desa atau kelurahan, pemilih Jokowi-Ma'ruf hanya mencapai 30,8 persen. Jauh di bawah Prabowo-Sandi: 53,8 persen. 15,4 persen sisanya belum menentukan sikap politik.

Hasil survei ini, tentu saja, bisa dimaknai beragam. Misalnya, Jokowi kalah karena program-program yang selama empat tahun terakhir dijalankan ternyata tak efektif menarik simpati dan karena itu tak bisa dikonversi jadi suara.

"Tentu ini menjadi catatan penting buat petahana (Jokowi), bahwa tak selamanya kebijakan yang merakyat otomatis akan menjadi dukungan pilpres. Jokowi dan semua timsesnya harus mengevaluasi semua kebijakan yang ada supaya bisa dikonversi jadi dukungan politik," ujar pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno kepada reporter Tirto, Sabtu (9/2/2019) kemarin.

Salah satu kebijakan yang Adi maksud adalah dana desa. Faktanya memang alokasi anggaran untuk itu terus bertambah.

Berdasarkan data Kemenkeu, penyaluran dana desa pada 2015 sebesar Rp20,67 triliun dengan penyerapan 82,72 persen. Setahun kemudian, anggaran mencapai Rp46,98 triliun dengan penyerapan 97,65 persen, Rp60 triliun (penyerapan 98,54 persen) pada 2017, dan terakhir Rp60 triliun (penyerapan 99 persen) tahun lalu.

Hasil survei yang tak berbanding lurus dengan program serta dana yang telah digelontorkan juga disebabkan karena kerja-kerja mesin partai koalisi Prabowo-Sandiaga, kata Adi. Maksudnya, memang sedari awal ada kepala daerah yang tak berafiliasi dengan paslon nomor urut 01. Mereka juga ada yang berasal dari partai pengusung paslon 02 seperti Gerindra dan PKS.

Berdasarkan data yang dihimpun tim riset Tirto, kekuatan mesin politik dua partai yang disebut Adi dalam koalisi "Adil Makmur" tersebut memang cukup besar.

Tahun 2017, 39 kader dari dua partai itu bertarung di daerah baik dalam pilgub, pibub, maupun pilwakot. Tingkat keberhasilan di pilgub mencapai 66,6 persen, sementara di palagan pilbup/pilwalkot sebesar 29,41 persen.

Tahun 2018, ada 8 kader Gerindra dan PKS yang maju di pilgub dengan tingkat keberhasilan 12,5 persen. Sementara di kontestasi pilbup/pilwalkot terdapat 60 kader dengan persentase keberhasilan sebesar 29,41 persen.

Memang Bukan Karena Jokowi Saja

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Roy Valiant Salomo, menilai hasil sigi Charta Politika wajar belaka. Soalnya, keputusan soal dana desa memang bukan sepenuhnya ada di tangan Jokowi, tapi juga legislatif.

"Kalau menurut saya, kan, kebijakan untuk menaikkan dana desa itu bukan hanya ada di tangan pemerintah, tapi dibahas bersama DPR. Program itu dianggapnya sebagai kewajiban pemerintah, bukan program," terang Roy kepada reporter Tirto.

Argumen serupa bisa diterapkan untuk menjawab kenapa elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di kalangan PNS malah lebih rendah ketimbang Prabowo-Sandi, meski, misalnya, gaji untuk abdi negara itu terus bertambah di era Jokowi.

Meski interpretasi negatif membayangi hasil survei ini, tapi politikus PDIP Maruarar Sirait merasa tak khawatir. Soalnya, ia merasa segmen tersebut hanya bagian kecil dari calon pemilih yang akan memberikan suaranya 17 April lalu.

Lagi pula, Maruarar bilang, segmen pemilih yang disasar oleh Jokowi-Ma'ruf lebih ke generasi milenial yang saat ini angkanya cukup besar.

"Soal pilihan mereka (PNS) mau ke mana ya biarkan saja. Tapi perlu diingat, bahwa pemilih milenial kami lebih besar. Kalau dilihat secara keseluruhan, elektabilitas Jokowi juga masih jauh di atas," katanya kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino