tirto.id - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono mendesak Gubernur Anies Baswedan menjalankan rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia tentang penataan kawasan Tanah Abang.
Gembong menjelaskan poin penting dalam rekomendasi ombudsman ialah Pemprov DKI harus melibatkan instansi lain di proses penataan Tanah Abang.
"Yang pasti kebijakan itu dikeluarkan tanpa melalui prosedur, kemudian kebijakan itu tanpa koordinasi dengan instansi lain,” kata Gembong saat dihubungi pada Senin (26/3/2018).
“Pak Gubernur [Anies] harus sadar bahwa mengelola Jakarta ini bukan hanya di tangan Pak Gubernur sendiri, harus ada koordinasi dengan instansi lain. Apalagi, untuk bangun pemda yang baik," dia menambahkan.
Gembong mencontohkan instansi yang tak dilibatkan oleh Pemprov DKI dalam penataan Tanah Abang adalah Direktorat lalu-lintas Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya.
Lantaran itu lah, pada akhir Januari lalu, instansi terkait mengirimkan hasil evaluasi penataan Tanah Abang melalui surat resmi ke Pemprov DKI Jakarta. Salah satu isi surat itu meminta agar Pemprov DKI melibatkan kepolisian dalam mengeluarkan kebijakan yang akan berdampak pada keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
"Saya kira tinggal Pak Gubernur tindaklanjuti itu sebagai betuk penghargaan kepada instansi lain dalam konteks penataan DKI Jakarta ke depan," kata Gembong.
Ombudsman RI sudah mengumumkan ada empat maladministrasi di kebijakan penataan Tanah Abang yang berlangsung sejak akhir Desember 2017.
Pertama, ada ketidakselarasan pelaksanaan tugas Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan DKI Jakarta dengan Peraturan Gubernur DKI Nomor 265 tahun 2016. Ombudsman menilai penataan pedagang di Jalan Jatibaru Raya tak memiliki rencana induk dan peta jalan penataan PKL di ibu kota.
Kedua, Ombudsman menilai ada penyimpangan prosedur dalam penutupan Jalan Jatibaru Raya. Sebab, penutupan itu tidak disertai izin dari Polda Metro Jaya. Padahal, hal itu diatur dengan oleh Pasal 128 ayat 3 Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ketiga, kebijakan diskresi Gubernur DKI pada penataan Tanah Abang tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta Tahun 2030 serta Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.
Keempat, Ombudsman menemukan dugaan pelanggaran hukum pada kebijakan alih fungsi Jalan Jatibaru Raya. Kebijakan Anies terindikasi melanggar UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban Umum, PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
Berdasarkan empat poin tersebut, Ombudsman RI mendesak Pemprov DKI Jakarta mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru Raya selambat-lambatnya 60 hari setelah rekomendasi itu dikeluarkan.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom