Menuju konten utama

PBB Sebut 206 Perusahaan Berbisnis Ilegal di Permukiman Israel

Dari tinjauan awal terhadap 321 perusahaan, 206 di antaranya teridentifikasi terlibat bisnis terkait permukiman Tepi Barat yang diduduki Israel.

PBB Sebut 206 Perusahaan Berbisnis Ilegal di Permukiman Israel
Tentara Israel memblokir jalan di Tepi Barat. GETTY IMAGES

tirto.id - PBB mengguncang Israel pada Rabu (31/1/2018) waktu setempat dengan mengungkapkan bahwa pihaknya telah memeriksa lebih dari 200 perusahaan yang melakukan bisnis untuk permukiman di Tepi Barat yang diduduki.

Meski begitu, PBB belum dapat mengumumkan nama-nama perusahaan tersebut sampai mereka menyelesaikan peninjauannya.

Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia PBB mengatakan dalam laporannya bahwa tinjauan awal terhadap 321 perusahaan telah mengidentifikasi 206 di antaranya terlibat bisnis terkait permukiman Tepi Barat. Kondisi itu dianggap ilegal menurut hukum internasional.

Dari jumlah yang diidentifikasi, 143 berbasis di Israel dan 22 di Amerika Serikat, kata PBB seperti dikutip New York Times. Sisa 41 perusahaan tersebut tersebar di 19 negara, kebanyakan di Eropa, termasuk Jerman, Belanda, Perancis, dan Inggris.

"Pelanggaran hak asasi manusia yang terkait dengan permukiman sangat luas dan menghancurkan, mencapai semua segi kehidupan Palestina, termasuk pembatasan pergerakan, kebebasan beragama, pendidikan dan kepemilikan tanah,” kata laporan tersebut.

"Bisnis memainkan peran sentral dalam melanjutkan pembentukan, pemeliharaan, dan perluasan permukiman Israel," demikian laporan itu menambahkan.

Laporan tersebut merupakan hasil resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Hak Asasi Manusia pada Maret 2016 yang meminta sebuah database untuk merinci perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam daftar kegiatan tertentu diuntungkan dari permukiman Israel.

Kegiatan tersebut meliputi penyediaan mesin atau bahan konstruksi, pengawasan peralatan dan layanan keamanan, serta penyediaan layanan perbankan dan keuangan.

Laporan setebal 16 halaman yang dirilis pada Rabu itu belum akan menjadi daftar hitam yang dapat mempermalukan perusahaan yang melakukan bisnis terkait permukiman itu.

Namun, laporan itu tetap kecaman dari pemerintah Trump dan diplomat Israel di New York dan Jenewa. Mereka menilai, laporan tersebut sebagai bukti bias institusional Dewan Hak Asasi Manusia.

Duta Besar Presiden Trump, Nikki R. Haley, yang telah bersumpah untuk memerangi antipati terhadap Israel di beberapa lembaga PBB, mengecam keras laporan kantor Hak Asasi Manusia tersebut.

"Seluruh masalah ini berada di luar batas amanat Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia dan merupakan pemborosan waktu dan sumber daya," kata Haley dalam sebuah pernyataan.

"Meskipun kami mencatat bahwa mereka dengan bijak menahan diri untuk tidak mencantumkan nama perusahaan individual, fakta bahwa laporan tersebut dikeluarkan sama sekali merupakan pengingat lain dari obsesi anti-Israel di Dewan PBB. Semakin banyak Dewan Hak Asasi Manusia melakukan hal ini, maka semakin tidak efektif pula untuk menjadi advokat melawan pelaku pelanggaran hak asasi manusia di dunia."

Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Danny Danon, mengecam laporan tersebut sebagai "tindakan memalukan yang akan menjadi noda di Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia PBB selama-lamanya."

"Kami akan terus bertindak dengan sekutu kami dan menggunakan semua sarana yang ada untuk menghentikan publikasi daftar hitam tercela ini," tambah Danon.

Kantor Hak Asasi Manusia seharusnya menghasilkan laporannya setahun yang lalu, namun mengatakan bahwa pihaknya menunda publikasi karena kompleksnya masalah dan kekurangan sumber daya untuk melakukan penelitiannya.

Baca juga artikel terkait ISRAEL atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari