Menuju konten utama

Paul Pogba Ingin Tantangan Baru: Dijual atau Dipertahankan?

Paul Pogba ingin hengkang dari Manchester United. Ada alasan mengapa ia sebaiknya dipertahankan, ada pula alasan untuk membiarkannya.

Paul Pogba Ingin Tantangan Baru: Dijual atau Dipertahankan?
Pemain Manchester United Paul Pogba. FOTO/REUTERS

tirto.id - Paul Pogba saat ini masih milik Manchester United. Ia terikat kontrak hingga 2021 dengan gaji 290 ribu paun per pekan. Setan Merah juga masih dapat memperpanjangnya satu tahun lagi, dengan nilai kontrak yang tentu saja akan meningkat.

Namun sepertinya Pogba tidak akan bertahan di Old Trafford selama itu.

“Setelah semua yang terjadi pada musim ini [2018-2019], yang menjadi musim terbaikku selama berada di sini, aku berpikir bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mencari tantangan baru di tempat lain,” kata Pogba.

Pernyataan tersebut semula membuat Pogba semakin dikaitkan dengan Real Madrid, salah satu tim raksasa asal Spanyol. Zinedine Zidane, pelatih Madrid, ngebet mendatangkan peraih Piala Dunia 2018 bersama Perancis itu.

Masalahnya Madrid sudah mengeluarkan banyak duit untuk menghadirkan dua pemain bintang, Eden Hazard (100 juta euro) dari Chelsea dan Luka Jović (70 juta euro) dari Frankfurt. Jika nekat mendatangkan Pogba yang harganya selangit, mereka bisa terancam kembali melanggar aturan Financial Fair Play.

Spekulasi Pogba ke Madrid pun mengendur. Lantas datanglah Juventus, klub lama Pogba. Melalui Fabio Paratici, direktur olahraga Juventus, ada indikasi bahwa tim asal Turin Italia itu ingin memulangkan gelandang kelahiran 1993 tersebut.

“Pogba ialah pemain top dan kami mencintainya, tentu saja. Kami mempunyai hubungan baik dengannya,” kata Paratici, dikutip dari Times .

Pertanyaannya: apakah Manchester United sebaiknya melepas Pogba atau berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan salah satu pemain terbaiknya itu?

Mempertahankan Pogba

Saat Pogba mengatakan bahwa “musim 2018-2019 adalah musim terbaikku” ia tidak sedang menjual obat. Menurut hitung-hitungan Whoscored, di semua kompetisi Pogba mampu mencetak 17 gol dan mencatatkan 10 asis. Itu artinya ia berperan langsung terhadap 27 gol yang dicetak oleh Setan Merah.

Di sepanjang karier profesionalnya, ia tidak pernah berkontribusi sebagus itu.

Puncak penampilan apik Pogba musim lalu terjadi saat United ditangani Ole Gunnar Solskjaer pada pertengahan Desember 2018. Dalam 11 pertandingan awal Solskjaer di Premier League, Pogba mampu mencetak delapan gol dan mencatatkan enam asis.

Kuncinya: berbeda dengan José Mourinho yang mengekang, Solskjaer membiarkan Pogba bermain lebih bebas.

Solskjaer--yang menjadikan Pogba sebagai pusat permainan tim--membiarkan Pogba melonjak ke depan, bergerak ke segala sudut lapangan, hingga ikut melakukan build-up serangan. Lini tengah United yang sebelumnya tampak loyo pun menjadi penuh energi karena kinerja Pogba.

Sayangnya, kinerja apik tersebut tidak bertahan lama. Tahu bahwa United sangat bergantung terhadap Pogba, lawan-lawan Setan Merah lantas melakukan segala cara untuk mengurangi pengaruhnya, dari melakukan man-to-man marking, double team (mengawal Pogba dengan dua orang pemain), hingga membatasi umpan pemain-pemain United ke arah Pogba. Alhasil, United kembali melempen, tersingkir dari Liga Champions, Piala FA, serta gagal menembus posisi empat besar di liga.

Meski begitu, kegagalan United tersebut tentu bukan semata salah Pogba.

Jonathan Wilson, analis sepakbola Inggris, pernah menjelaskan bahwa sepakbola modern adalah tentang pemain-pemain spesialis, yakni pemain-pemain dengan peran khusus seperti holding midfielder, false nine, playmaker, hingga defensive forward. Pogba ialah seorang box-to-box yang bertugas membantu kinerja para pemain spesialis. Maka ketika pemain spesialis United tampil buruk, ia tentu tak bisa berbuat apa-apa.

Setidaknya lihatlah bagaimana kinerja Nemanja Matić, holding midfielder United, atau Juan Mata, salah satu pemain kreatif United. Saat Pogba terlihat mencoba mengangkat tim sendirian, Matić dan Mata tampil di bawah harapan.

Sementara kecepatan Matić mulai tampak lambat di mata sepakbola modern, dari 33 pertandingan di semua kompetisi musim ini, Mata hanya mampu mencetak enam gol dan tiga asis untuk Setan Merah.

Maka dengan mempertahankan Pogba, United mempunyai modal berharga untuk membangun ulang skuatnya. Mereka bisa mengincar holding midfielder atau pemain kreatif anyar, dan Pogba akan membuat kinerja mereka menjadi lebih mudah.

Namun bagaimana jika hal tersebut menjadi satu-satunya alasan paling masuk akal yang dimiliki United untuk mempertahankan Pogba?

Melepas Pogba

Manchester United harus rela merogoh kocek dalam-dalam untuk mempertahankan Pogba. Gaji Pogba yang akan mendekati angka 500 ribu paun per pekan mungkin sepadan jika dibandingkan dengan penampilannya musim lalu, tetapi ada beberapa alasan lain yang bisa membikin angka itu dianggap terlalu besar.

Tony Cascarino, kolumnis The Times, berpendapat bahwa United sedang berada dalam fase pembangunan ulang. Setelah babak belur pasca ditinggal Alex Ferguson, mereka harus punya rencana yang jelas untuk menantang masa depan. Cascarino lantas menulis: “Manchester United membutuhkan pemain-pemain yang sangat lapar.”

Pogba jelas tidak masuk dalam kriteria tersebut. Ia memang pemain berkualitas, tetapi ketika ia ingin pergi setelah hanya tampil apik selama satu musim meskipun tak mampu memberikan apa-apa, ia jelas tak patut untuk dipertahankan.

Penjualan Pogba, kata Cascarino “bisa digunakan untuk membeli pemain-pemain top, seperti Marco Verratti dari PSG, atau--meski saya tahu itu tak mungkin--untuk melakukan penawaran besar-besaran terhadap N’golo Kanté dari Chelsea.”

Cascarino juga menyebut nama lain: Wilfred Ndidi, Isco, hingga Luca Modrić. Soal Modrić, meski ia sudah berusia 34 tahun, Cascarino berasumsi bahwa setidaknya selama dua musim ia bisa menjadi panutan pemain-pemain United lainnya.

Ide Cascarino bahwa United harus mendatangkan Modrić tersebut tentu sangat menarik untuk dikulik lebih jauh. Pogba memang pemain terbaik United saat ini, tetapi apakah ia bisa menginspirasi pemain lainnya?

Di The Times, Jonathan Northcorft menulis bahwa Pogba tidak bisa menginspirasi pemain lainnya, layaknya Roy Keane dulu atau Patrick Vieira sewaktu di Arsenal. Selain itu, kualitas Pogba juga tak sekuat, katakanlah, Eden Hazard di Chelsea musim lalu. Sementara Hazard selalu bermain apik saat Chelsea menghadapi siapa saja, Pogba hanya mampu mengangkat tim saat bertanding melawan tim-tim kecil.

“Setengah gol Pogba musim lalu terjadi lewat titik penalti. Pogba hanya mencetak satu gol--saat menghadapi Chelsea di Piala FA--dan mencatatkan dua asis saat United bertanding melawan tim yang berada di peringkat enam besar,” tulis Nortcroft.

Yang menarik, Nortcroft kemudian memberikan alasan paling penting mengapa Pogba sebaiknya dijual saja. Ia mengutip pernyataan Alex Ferguson, bahwa pelatih asal Skotlandia tersebut akan menjual pemain yang berani mengusik otoritasnya.

Menurut Fergie, sebuah klub yang sehat tidak seharusnya dapat dipengaruhi oleh keputusan satu-orang dua pemain, betapa pun ia penting untuk tim.

Pogba jelas masuk dalam kriteria pemain yang tak dinginkan Fergie. Ia pernah mengusik otoritas Mourinho. Dan, meskipun hanya mampu mempersembahkan gelar Liga Europa 2017 dan gelar Piala Liga 2017, saat Pogba menyebut bahwa ia sudah memberikan yang terbaik untuk United sebelum mengatakan ingin mencari tantangan baru, ia barangkali menilai bahwa United adalah klub biasa saja.

Baca juga artikel terkait BURSA TRANSFER PEMAIN atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Rio Apinino