Menuju konten utama

Pasal

Anggota Komisi III DPR RI fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani menilai pasal-pasal "karet" dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme perlu diperjelas guna mencegah penafsiran secara bebas oleh penegak hukum.

Pasal
Anggota paspampres mengevakuasi kepala negara saat terjadi serangan teroris dalam simulasi pengamanan ktt organisasi kerja sama islam (oki) 2016 di jakarta convention center, jakarta, minggu (28/2). Simulasi yang diikuti sekitar 3.000 prajurit tni tersebut sebagai kesiapan pengamanan menjelang ktt oki pada 6-7 maret 2016 yang rencananya akan dihadiri para kepala negara atau pemerintahan anggota organisasi itu. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai pasal-pasal "karet" dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme perlu diperjelas guna mencegah penafsiran secara bebas oleh penegak hukum.

Menurut Arsul salah satu pasal yang perlu diperjelas ialah ketentuan yang memungkinkan penegak hukum untuk menempatkan "seseorang tertentu" terkait tindak pidana terorisme dalam tempat tertentu selama enam bulan. Asrul berpendapat pasal tersebut tidak menjelaskan secara detil mengenai ketentuan yang diatur.

"Orang tertentu ini siapa, apakah terduga atau keluarga teroris? Detensi ini maknanya apa, kegiatannya apa di situ? Karena ini menyangkut juga pada kebebasan seseorang yang belum dinyatakan bersalah," ujar Arsul di Jakarta, Selasa, (8/3/2016).

Arsul menjelaskan pasal tersebut dapat membuka kemungkinan penempatan seseorang dalam tempat tertentu seperti halnya penjara yang dikenal kejam di Teluk Guantanamo, Kuba.

Secara pribadi Arsul berpendapat revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memang perlu diperbarui, namun ia menekankan agar perluasan kewenangan dan tindakan pidana dalam pembaruan pasal juga diimbangi dengan perluasan mengenai hal yang menyangkut hak asasi manusia.

Arsul juga sepakat dengan pandangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat lain yang menyerukan urgensi ketentuan mengenai pasal perlindungan dan hak-hak korban aksi teror.

Baca juga artikel terkait ARSUL SANI atau tulisan lainnya

Reporter: Agung DH