Menuju konten utama

Parlemen Israel Setujui Pelegalan Pemukiman Ilegal Yahudi

Parlemen Israel memberi persetujuan awal Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk melegalkan permukiman Yahudi ilegal di Tepi Barat yang ada di wilayah Palestina. Langkah ini diperkirakan bisa membuat pemerintah Israel terpecah.

Parlemen Israel Setujui Pelegalan Pemukiman Ilegal Yahudi
Seorang bocah lelaki memperhatikan saat sejumlah orang memasuki pelopor pemukiman Yahudi Amona di Tepi Barat, dalam acara yang diselenggarakan untuk mendukung Amona yang dibangun tanpa otorisasi negara Israel dan menurut perintah pengadilan tinggi Israel harus dievakuasi dan digusur pada akhir tahun karena dibangun di tanah Palestina milik pribadi, 20 Oktober 2016. ANTARA FOTO/REUTERS/Ronen Zvulun/File Photo.

tirto.id - Meskipun banyak dikecam oleh komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat dan Prancis, sepertinya parlemen Israel tetap tak gentar. Pada Rabu (16/11/2016), mereka memberi persetujuan awal Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk melegalkan permukiman Yahudi ilegal di Tepi Barat yang ada di wilayah Palestina. Langkah ini diperkirakan bisa membuat pemerintah Israel terpecah.

Hasil ini diambil setelah Parlemen Israel, atau Knesset, melakukan pemungutan suara yang berakhir dengan angka 58–50 untuk persetujuan RUU. Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, juga memutuskan untuk mendudukung RUU ini. Padahal, Netanyahu semula menentangnya lantaran cemas akan reaksi keras komunitas internasional serta dampak hukumnya.

Ada pula selentingan yang mengabarkan Netanyahu telah berkompromi dengan Menteri Keuangan Israel, Moshe Kahlon yang mengancam tak akan memilih. Kahlon sebenarnya ikut memberikan dukungan awal namun mengancam akan menariknya jika menurut pengadilan tinggi Israel itu merugikan.Bila benar terjadi maka pembahasan RUU bisa terhenti.

Hal ini berdasar pada keputusan pengadilan tinggi yang akan membongkar Pos Israel di Tepi Barat, Amona pada 25 Desember karena Amona dibangun di atas tanah pribadi warga Palestina. Jika benar-benar diresmikan, RUU ini nantinya akan melegalkan Amona, pemukiman yang dihuni oleh 40 keluarga.

Selain Amona, RUU ini juga akan melegalkan sekitar 2.000 hingga 3.000 rumah Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat. Dibutuhkan tiga kali pemungutan suara lagi untuk meresmikan RUU ini. Salah satu pihak yang benar-benar mendorong peresmian RUU ini adalah Naftali Bennett dari Partai Jewish Home. Bennet merupakan salah satu tokoh yang mendorong pencaplokan total wilayah Palestina.

“Era bagi Negara Palestina telah berakhir,” ujar Bennett minggu lalu.

Langkah Bennett dan pengusul lain RUU ini mendapat banyak kecaman dari komunitas internasional. Amerika Serikat berharap agar RUU tersebut tidak akan menjadi undang-undang.

"Kebijakan kami mengenai permukiman Yahudi jelas. Kami percaya itu merusak upaya perdamaian," tegas Elizabeth Trudeau, juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

Senada dengan Trudeau, juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Romain Nadal, mengatakan Prancis sangat prihatin dengan langkah yang dilakukan Israel. “Usulan hukum ini, jika diadopsi akan sekali lagi membahayakan solusi kedua negara dan akan berkontribusi dalam memperburuk ketegangan di wilayah tersebut,” ujar Nadal.

Saeb Erekat, sekretaris jenderal Palestine Liberation Organization, mengatakan permukiman Israel di wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional.

“Ini bukan wewenang pemerintah atau pengadilan Israel untuk menentukan permukiman tersebut legal atau tidak,” tegas Erekat.

Baca juga artikel terkait YAHUDI atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hukum
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh