Menuju konten utama

Park Geun-Hye dan Anak-Anak Diktator Lainnya

Ada banyak contoh anak diktator yang naik ke kursi kekuasaan dengan menjual nama orangtuanya.

Park Geun-Hye dan Anak-Anak Diktator Lainnya
Presiden Korea Selatan, Park Geun Hye. FOTO/ Yonhap News.

tirto.id - Presiden Korea Selatan Park Geun-Hye baru saja dimakzulkan setelah gelombang protes menerpa ibukota Korea Selatan Seoul selama berminggu-minggu. Harian New York Times melaporkan Park terlibat penyalahgunaan wewenang dalam kasus Choi Soon-sil, rekanan lama Park yang menggunakan pengaruhnya untuk memaksa bisnis-bisnis besar menyumbang ke yayasan-yayasan yang dikendalikan Choi. Park juga dituduh membiarkan Choi mencampuri banyak kebijakan negara.

Park Geun-Hye adalah putri dari Park Chung-Hee, seorang jenderal yang merebut kursi presiden (1963) melalui kudeta dan memimpin Korea Selatan dengan tangan besi hingga ia terbunuh pada 1979. Namanya dikenal publik ketika ia menjabat First Lady pada 1974, menggantikan posisi ibunya Yuk Young-soo yang dibunuh oleh seorang simpatisan Korea Utara.

Di tengah transisi demokratik Korea Selatan, kendaraan politik sang diktator, Partai Demokratik Republikan (PDR), dibubarkan oleh pemerintahan baru. Namun, sisa-sisa PDR terus mengalami transformasi melalui perpecahan dan merger hingga bertransformasi menjadi menjadi Partai Keadilan Demokratik (1983), Partai Saenuri (1997) dan akhirnya Partai Liberal Korea (2017). Park Geun-Hye adalah anak emas partai. terpilih sebagai anggota parlemen pada 1998, setelah lenyap dari perhatian publik pasca-transisi demokratik.

Antara Park Chung Hee dan Park Geun-Hye, ada delapan presiden yang pernah berkuasa. Bagaimana keluarga Park bisa kembali muncul di panggung kekuasaan, bukanlah hal yang unik. Park Geun-Hye mengikuti jejak sejumlah putra-putri bekas orang kuat dunia yang dibesarkan dengan privilese dan merasa berhak berkuasa.

Beberapa Contoh

Suksesi dari Kim Il Sung ke Kim Jong Il ke Kim Jong Un adalah contoh yang terlalu lazim dikutip, tidak saja sebagai rujukan tentang kekuasaan dinastik modern, tapi juga untuk menunjukkan keburukan warisan sosialisme Perang Dingin. Contoh lain yang juga sering disebut adalah pemindahan kekuasaan dari Fidel Castro ke Raul Castro sebagai pemimpin Kuba pada 2006.

Di Timur Tengah, presiden Suriah Bashar al-Assad meneruskan jabatan ayahnya Hafez al-Assad yang meninggal pada tahun 2000. Sistem politik yang sentralistik serta ketiadaan pemisahan kekuasaan antara negara dan partai ditengarai sebagai pemulus kekuasaan berbasis trah ini.

Hal senada juga terjadi di banyak tempat, termasuk di belahan dunia non-Blok Timur. Di Karibia, Jean-Claude Duvalier pada 1971 menggantikan bapaknya, François Duvalier yang menjabat sebagai “Presiden Seumur Hidup” Haiti sejak 1957. Tiga tahun setelah diktator Taiwan Chiang Kai-Sek mangkat (1975), putranya Chiang Ching-Kuo terpilih sebagai presiden.

Di Nikaragua, gerakan Sandinista pada 1979 menumbangkan diktator Luis Somoza Debayle, yang mewarisi tahta abangnya Luis Somoza Debayle, yang juga anak dari diktator Anastasio Somoza García.

Modal budaya, jejaring politik dan bisnis, tradisi keluarga, serta posisi terpandang sebagai putra pendiri negara, pengawal fajar suatu rezim, atau pendiri partai ikut menjelaskan bagaimana seorang anak bisa mengembalikan keluarga ke singgasana. Kalaupun anak-cucu tak cukup meminati kekuasaan, privilese biasanya tetap melekat.

Yang paling brutal adalah Haiti. Jean-Claude Duvalier mewarisi cara-cara berpolitik François: berkuasa mutlak, membungkam oposisi, dan memperkaya diri. François sendiri pemimpin kejam. Selama menjabat presiden (1957-1971) ia menghabisi sekitar 60.000 orang dengan tuduhan komunis dan subversif.

Untuk mempertahankan kursinya, François mengandalkan loyalitas kelompok paramiliter Tonton Macoute, yang diupah dari pemerasan dan aksi-aksi kriminal—yang terbesar dari perampasan lahan kaum tani di pelosok pada awal 1970an. Sebelum meninggal pada 1971, François mewariskan jabatan presiden seumur hidup kepada Jean-Claude yang pada waktu itu masih berusia 19 tahun.

Dalam kekejaman, Jean-Claude adalah tiruan sempurna bapaknya, tapi tidak dalam urusan penataan ekonomi. Duvalier aktif mencari investasi asing, membangun infrastruktur publik, dan melakukan sentralisasi ekonomi di kota-kota sehingga mendorong arus urbanisasi. Dampaknya, sektor pertanian yang dominan dalam ekonomi Haiti tersungkur sampai sekarang.

Pada awal 1980an, arus orang yang keluar dari Haiti meningkat drastis dan jumlah kiriman uang ke dalam negeri menjadi penopang perekonomian nasional yang sempoyongan. Krisis ekonomi merayap hingga meletus people power pada 1986 yang melengserkan dirinya. Jean-Claude yang dikenal royal kepada sanak-saudara menyimpan $200 juta hingga $500 juta di rekening bank-bank asing. Sejak 1986, Jean-Claude mengasingkan diri di Perancis baru kembali ke Haiti pada 2011 dan segera diajukan ke pengadilan dengan dakwaan korupsi dan pelanggaran HAM.

Infografik Anak-Anak Para diktator

Jualan Ortu

Di Taiwan, kekuasaan Chiang Kai-shek berakhir dengan kematiannya pada 1975. Tiga tahun berselang, putranya Chiang Ching-kuo terpilih sebagai presiden. Chiang Kai-Sek berkuasa melalui darurat militer dan selalu terpilih sebagai presiden tiap kali pemilu. Partai Chiang Kai-Sek, Kuomintang, yang didesak keluar keluar dari Cina daratan oleh Tentara Merah pada 1950, menjadi partai tunggal di Taiwan. Oposisi tidak ditolerir.

Alasannya, anasir-anasir komunis Mao, lawan Chiang Kai-Sek, bisa menyusup. Namun berbeda dari sang bapak, Chiang Ching-kuo ternyata reformis. Ia mengakhiri darurat militer pada 1987 dan mencabut beleid yang melarang keberadaan partai oposisi.

Beda nasib pula dengan Jean-Claude yang pulang ke kampung halaman tanpa sambutan, karir politik Park Geu-Hye melesat ketika krisis ekonomi Asia melanda Korsel 1997, setelah lenyap dari muka umum sejak sang bapak lengser. Di Korsel, nama Park Chung-Hee adalah cap dagang politik tersendiri.

Ia banyak diingat sebagai Bapak Pembangunan Korsel, membangkitkan ekonomi Korea Selatan dari puing-puing Perang Korea (1945-1950) dengan membesarkan chaebol (konglomerasi), sembari membatasi kebebasan sipil, melarang kebebasan menyatakan pendapat dan oposisi politik dengan ancaman pemenjaraan dan penyiksaan. Partai-partai konservatif Korsel hari ini meneruskan warisan Park Chung-Hee: anti-komunis, anti-buruh, pro-industri manufaktur dan menjanjikan stabilitas politik.

Di tengah krisis ekonomi, jalan Park Geun-Hye kembali ke gelanggang politik pun mulus. Tentu dengan menjual citra bapaknya. Apa kabar Tommy Suharto?

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Windu Jusuf

tirto.id - Politik
Reporter: Windu Jusuf
Penulis: Windu Jusuf
Editor: Maulida Sri Handayani