Menuju konten utama

Paket Bom: Dari Motif Politik hingga Idealisme

Harry Truman adalah Presiden Amerika Serikat yang pertama kali mendapat paket berisi bom.

Paket Bom: Dari Motif Politik hingga Idealisme
Theodore "Ted" Kaczynski, lebih dikenal sebagai Unabomber, meninggalkan pengadilan federal dengan pengawalan agen FBI (4/4/96). AP Photo/John Youngbear

tirto.id - Ancaman bom sebagai bentuk teror sudah terjadi sejak abad ke-18. Ada beragam motifnya: politik, dendam personal, atau fanatisme berlebih terhadap idola. Ada beragam pula pelakunya: kanan, kiri, ekstremis, gerliyawan, hingga seorang kuper dengan gelar profesor matematika.

Pada 4 November 1712, ancaman bom tercatat pertama kali menimpa Robert Harley, 1st Earl of Oxford, bendahara Kerajaan Inggris paling awal, melalui sebuah paket kotak. Kotak tersebut memang tidak berisikan bom an sich, melainkan sebuah pistol yang akan menembak otomatis jika kotak dibuka karena pelatuknya dikaitkan dengan benang.

Namun Harley selamat dari ancaman tersebut karena diselamatkan oleh Jonathan Swift, salah seorang satiris terkemuka di Inggris yang kala itu kebetulan tengah mengunjungi Earl of Oxford. Swift rupanya mengetahui desain paket tersebut. Ia pun segera memotong benang yang ditautkan ke pelatuk tadi lalu melucuti pistol rakitan di dalamnya. Momen ini kelak dikenal dengan sebutan Bandbox Plot.

Berlanjut sekitar 50 tahun kemudian, komandan perang Denmark, Svend Poulsen, dikabarkan pernah dua kali mendapat ancaman melalui paket bom. Hal ini diungkapkan oleh sejarawan Denmark kala itu, Bolle Willum Luxdorph, melalui catatan hariannya. Mengenai ancaman pertama, Luxdorph menulisnya pada tanggal 19 Januari 1764.

“Kolonel Poulsen yang tinggal di Biara Borglum mendapat kiriman paket kotak. Ketika dia membukanya, sebuah pelatuk secara otomatis memicu ledakan mesiu di dalamnya sehingga ia mengalami luka serius.” Sedangkan paket kedua dituliskan Luxdorph di catatan hariannya tertanggal 15 Februari 1764. Isinya kurang lebih: Kolonel Poulsen menerima paket bom dan surat dalam bahasa Jerman.

Pada 20 Agustus 1904, seorang insinyur asal Swedia bernama Martin Ekenberg pernah mengirim paket bom kepada pengusaha Karl Fredrik Lundin di Stockholm. Inilah paket bom pertama dalam sejarah (dan bukan sekadar desas-desus) yang meledak hingga melukai korbannya. Ekenberg pun tercatat sebagai orang yang dianggap menemukan teknik teror melalui paket bom.

Sejatinya ada dua paket bom lain yang dikirimkan Ekenberg. Selain kepada Lundin, ia juga mengirimkan bom berbentuk parfum ke seseorang di Stockholm, namun bom tersebut keburu meledak di kantor pos. Orang terakhir yang dikirimi bom oleh Ekenberg adalah John Hammar. Jempol dan telunjuk tangan kanannya putus ketika membuka paket bom tersebut.

Ketiga orang yang menjadi sasaran teror Ekenberg tidak lain adalah para petinggi Separator, sebuah perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya. Ekenberg dendam usai dipecat dari perusahaan tersebut kendati ia telah berhasil menemukan beberapa produk penting.

Tahun 1946, beberapa pejabat tinggi Inggris seperti Stafford Cripps, Ernest Bevin, dan Anthony Eden menerima paket bom yang dikirim oleh kelompok ekstremis Zionis, Stern Gang. Sementara penjahat perang Nazi, Alois Brunner, juga pernah dua kali menerima paket bom pada tahun 1966 dan 1980. Bom pertama membuat matanya hancur, sedangkan bom kedua menyebabkan empat jari tangan kirinya putus. Bom tersebut diduga berasal badan intelijen Israel, Mossad.

Beberapa hari belakangan ini, dunia politik Amerika dikejutkan dengan serangkaian paket bom yang ditujukan kepada para tokoh politik liberal. Antara lain Barack Obama, Bill Clinton dan istrinya Hillary Clinton, anggota kongres AS Maxine Waters, mantan Jaksa Agung Eric Holder, mantan Wakil Presiden Joe Biden, hingga aktor senior Robert De Niro.

Berpuluh tahun sebelumnya, ada nama Harry Truman, Presiden Amerika ke-33. Dialah orang pertama dalam kancah politik Amerika yang mengalami kejadian dikirimi paket bom. Truman dua kali mengalami percobaan pembunuhan. Pertama oleh Stern Gang pada tahun 1947. Sementara yang kedua dilakukan oleh dua kombatan pro kemerdekaan Puerto Rico, Oscar Collazo and Griselio Torresola, tahun 1950.

Namun, terlepas dari bagaimana motif dan penyebutannya, teror memang sudah menjadi kelaziman, terutama di Amerika.

Paket Bom Amerika: dari Unabomber Sampai Bom Anthrax

Ancaman pembunuhan melalui paket bom yang menimpa Truman sejatinya tidak diketahui oleh banyak pihak pada waktu itu. Kisah ini mulai menyeruak setelah ditulis dalam biografi Truman berjudul Harry S. Truman yang ditulis oleh putrinya, Margaret Truman Daniel, dan terbit pada awal 70-an.

"Sejumlah amplop berwarna krem, sekitar delapan kali enam inci, tiba di Gedung Putih, ditujukan kepada Presiden dan ke beberapa anggota staf. Amplop tersebut mengandung gelignit, baterai pensil, dan detonator yang dirancang untuk meledakkan gelignit ketika amplop dibuka," tulis Daniel di The New York Times.

Bom tersebut pada akhirnya tidak berhasil membunuh Truman karena digagalkan oleh Secret Service. Adapun pengirim bom tersebut kemudian diketahui berasal dari Stern Gang, kelompok ultranasional zionis yang pada 1946 juga mengirimkan paket bom kepada beberapa pejabat penting Inggris. Stern Gang sendiri didirikan oleh Abraham Stern, yang tewas terbunuh oleh tentara Britania pada 1942.

Salah satu tragedi bom terdahsyat di Amerika terjadi pada 19 April 1995 di Murrah Federal Building, Oklahoma. Bom yang dipasang di mobil tersebut menewaskan 168 orang dan melukai lebih dari 500 orang lainnya. Itu adalah kasus bom terparah sepanjang 75 tahun terakhir. Setelah diselidiki, akhirnya ditemukan dua terdakwa: Timothy McVeigh dan Terry Nichols.

Timothy McVeigh dan Terry Nichols merupakan kelompok radikal ultrakanan yang berbasis di Michigan. Keduanya merupakan mantan tentara Amerika yang pernah ikut Perang Teluk. Setelah tidak lagi di militer, McVeigh dan Nichols menjadi bromocorah kambuhan dengan catatan kriminal seabrek dan sering bolak-balik masuk penjara karena kasus kekerasan.

Amerika juga pernah mengalami teror bom nyaris sepanjang 20 tahun lamanya atas ulah seorang teroris bernama Theodore “Ted” John Kaczynski. Namun demikian, jangan membayangkan orang ini selayaknya kombatan perang. Jauh dari itu, Ted Kaczynski justru adalah seorang kutu buku, jenius pilih tanding, profesor matematika dari Universitas Harvard.

Usia Ted baru 25 tahun ketika berhasil meraih gelar doktor matematika dari Universitas Michigan. Sebelumnya ia lulus dari Universitas Harvard dan mendapatkan tawaran kuliah dari sejumlah kampus top Amerika. Usai mendapatkan gelar, dia sempat menjadi profesor di Universitas California, Berkeley, selama kurang lebih dua tahun sebelum mengundurkan diri dan menjauhi kehidupan ramai.

Ted pun hidup menyendiri di sebuah gubuk di dalam kawasan hutan di Lincoln, Montana. Usianya 29 tahun kala itu. Dalam kesendiriannya inilah, selama 10 tahun, Ted terus merenungkan pemikirannya hingga mewujud menjadi sebuah bom pada 25 Mei 1978.

Mulanya bom tersebut ditaruh Ted di dalam sebuah kotak paket di halaman parkir Universitas Illinois, Chicago. Namun lantaran tak jelas ditujukan untuk siapa, paket tersebut kemudian dikembalikan ke alamat pengirim: Buckley Crist, profesor rekayasa material di Universitas Northwestern.

Ketika mendapatkan paket tersebut, Crist pun juga tidak merasa tidak pernah mengirimkannya. Paket itu lalu diserahkannya ke petugas keamanan kampus, Terry Marker. Orang inilah yang ketiban sial: Paket itu meledak saat dia mencoba membukanya. Terry terluka parah, tapi nyawanya masih terselamatkan.

Berawal dari sana hingga puluhan tahun setelahnya, Ted terus meneror Amerika dengan cara yang sama: mengirimkan paket berisi bom kepada sejumlah orang yang ia targetkan. Tiga orang tewas dan 24 lainnya luka-luka sepanjang ia melakukan aksinya.

Keputusan Ted untuk melakukan aksi teror bom didasari atas kemuakannya setelah melihat pembangunan gila-gilaan dan eksploitasi industri. Ia pun sempat mengirimkan manifestonya yang berjudul ‘Industrial Society and Its Future’ kepada The New York Times pada 24 April 1995.

Di dalam manifesto sepanjang 35.000 kata tersebut, Ted berargumen bahwa aksi yang ia lakukan merupakan taktik demi menarik perhatian masyarakat atas semakin terkikisnya kebebasan dan otonomi manusia akibat teknologi modern.

Sepanjang 1978-1995, total 16 bom yang telah ia buat dan kirimkan kepada mereka yang ia anggap sebagai ‘pemicu’, ‘pengembang’ atau ‘pelindung’ industrialisasi, termasuk beberapa profesor teknik, bos korporat, pemilik toko komputer, dan maskapai penerbangan di Amerika. Paket bom terakhir yang dikirim Ted menewaskan ketua California Forestry Association, Gilbert Murray. Pada 3 April 1996, Ted akhirnya berhasil ditangkap di kabinnya di Montana.

Hingga kini, Ted masih hidup dan menjalani hukuman penjara seumur hidup di lapas ADX Florence dengan penjagaan super ketat. Tebak siapa “teman” Ted di penjara tersebut? Tak lain dan tak bukan adalah duo Timothy McVeigh dan Terry Nichols. Mereka menempati blok yang sama yang disebut: Bomber's Row.

Infografik Paket Bom

Salah satu teror mengerikan lainnya yang pernah menimpa Amerika terjadi sekitar satu minggu usai serangan Al-Qaeda ke World Trade Center, 11 September 2001. Kala itu, terdapat sejumlah surat yang dikirim ke kantor media dan dua senator Amerika Serikat yang berisikan serbuk senjata kimia mematikan anthrax. Lima orang tewas dan 17 lainnya diduga keras terinfeksi virus anthrax. Kasus ini kelak disebut dengan nama ‘Amerithrax’.

Karena terjadi tak lama sejak teror Al-Qaeda, tentunya dugaan mengarah ke jaringan yang sama. Akan tetapi, setelah diselidiki lebih lanjut hingga nyaris tujuh tahun lamanya, si pengirim surat ternyata adalah Dr. Bruce Ivins, seorang peneliti yang bekerja di kantor pertahanan Federal AS. Namun, ketika menjelang datangnya tuntutan dari pihak FBI, Ivins secara mengejutkan melakukan bunuh diri pada 27 Juli 2008.

Daftar pemboman dalam sejarah Amerika ini sejatinya masih dapat dipanjangkan: The Austin Bomber, serangkaian paket bom dari tanggal 2-20 Maret 2018 lalu terjadi di Austin, Texas, dan menewaskan dua orang; Kerusuhan Haymarket, 4 Mei 1886, yang kelak menjadi cikal bakal Hari Buruh Internasional, juga diwarnai pemboman yang menewaskan 11 orang; The Bath School Bombing tahun 1927, dengan korban tewas 45 orang (38 di antaranya adalah anak-anak), menjadi tragedi pemboman sekolah paling parah di Amerika.

Sebelum Ted Kaczynski lahir, ada nama Luigi Galleani. Bersama sekelompok anarkis lain Italia yang hijrah ke Amerika, ia menebar teror bom dan membunuh mereka yang dianggap sebagai “musuh sosial”. Puncaknya adalah pengeboman Wall Street pada tahun 1920 yang menewaskan 38 orang.

Demikianlah sekelumit sejarah pemboman, baik di Amerika atau di luarnya. Satu hal yang perlu dipahami adalah: di hadapan bom, tiap pelaku merasa suci, sementara korban hanya berakhir menjadi statistik.

Baca juga artikel terkait SERANGAN TERORISME atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Politik
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Nuran Wibisono