Menuju konten utama

Pakar Sarankan Transportasi Online Diatur UU Lalu Lintas

Pemberlakuan Permenhub Nomor 32 tahun 2016, yang telah mengalami revisi, pada 1 April 2017 mendatang perlu dibarengi dengan revisi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.  

Pakar Sarankan Transportasi Online Diatur UU Lalu Lintas
(Ilustrasi) Anggota Polresta Bogor Kota membawa senjata untuk membubarkan massa pengemudi ojek 'online' di jalan KH. Sholeh Iskandar, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (20/3/2017). Polisi membubarkan mereka yang ingin melakukan 'sweeping' terhadap sopir angkot, untuk mencegah bentrok. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah.

tirto.id - Pengamat kebijakan publik, Amir Hamzah menyarankan agar pemerintah tidak mengatur transportasi online dengan hanya memberlakukan Permenhub Nomor 32 tahun 2016 yang sudah direvisi. Dia menyarankan transportasi online juga perlu diatur dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Jangan sampai nanti berhenti pada tahap sosialisasi (Permenhub), tapi juga harus melakukan revisi UU Lalu Lintas sehingga mempunyai payung hukum yang jelas," kata Amir saat dihubungi Tirto, pada Selasa (21/3/2017).

Amir berpendapat pemerintah harus segera merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan agar implementasi Permenhub 32/2016 bisa optimal.

Dia khawatir tanpa revisi itu akan terbuka peluang gugatan terhadap Permenhub 32/2016 pada 1 April 2017. Selain itu, transportasi online bisa bernasib seperti angkutan bajaj yang hingga kini belum diatur dalam UU Lalu Lintas.

Amir menilai kehadiran transportasi online sebenarnya positif bagi publik. Selain membuka lapangan kerja bagi banyak orang, jenis baru transportasi ini menjadi sarana alternatif yang memudahkan banyak masyarakat.Akan tetapi, persaingan transportasi online dengan angkutan umum konvensional belakangan semakin meruncing hingga memunculkan konflik.

Karena itu, menurut Amir, penetapan batas atas dan bawah tarif transportasi online memang harus diterapkan untuk mencegah konflik semakin membesar. Kuota jumlah armada transportasi online, dia mengimbuhkan, juga selayaknya diberlakukan. Hal ini akan mencegah jalan raya kelebihan beban muatan dan semakin parahnya kemacetan.

Sedangkan pakar kebijakan publik Universitas Padjadjaran (Unpad), Yogi Suprayogi menyarankan agar Kementerian Perhubungan memberikan panduan mengenai ketentuan batasan tarif yang mewadahi aspirasi transportasi konvensional maupun online.

"Tarif atas tarif bawah bagus, tapi Menhub harus membuatnya akomodatif (ke semua jenis transportasi," kata Yogi.

Ia memperkirakan pembatasan tarif di periode awal penerapan biasanya memang memicu kritik dari pihak yang merasa dirugikan. Namun, di perkembangannya akan menemukan titik keseimbangan yang mengikuti pola pilihan konsumen transportasi umum.

Meskipun demikian, ia menilai pembatasan kuota armada untuk transportasi online bukan aturan yang efektif mencegah kemacetan jalan raya. "Itu kendaraan pribadi jadi transportasi online. menurut saya gak ada masalah," kata Yogi.

Pembatasan itu, menurut Yogi, malah akan menutup peluang pekerjaan baru bagi banyak calon mitra pengemudi perusahaan transportasi online. Para pengemudi transportasi online juga berpeluang balik lagi berprofesi sebagai pekerja angkutan umum konvensional.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom