Menuju konten utama

Pakar: Rokok Awal Kemiskinan

Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengatakan jika kebiasaan merokok merupakan awal dari kemiskinan.

Pakar: Rokok Awal Kemiskinan
Sejumlah anggota Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Jawa Timur menunjukkan brosur cara berhenti merokok ketika kampanye berhenti merokok di stasiun Gubeng, Surabaya, Jawa Timur. Antara foto/M Risyal Hidayat

tirto.id - Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengatakan jika kebiasaan merokok merupakan awal dari kemiskinan.

Hal tersebut diungkapkan Abdillah dari berbagai aspek, terbukti pada tahun 2010, tercatat, kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif terkait meningkatnya kematian, kesakitan dan disabilitas terkait merokok mencapai Rp105,3 triliun.

Selain itu kerugian ekonomi lain dari merokok adalah biaya pembelian rokok mencapai Rp138 triliun, biaya rawat inap akibat penyakit terkait rokok Rp1,85 triliun, dan biaya rawat jalan akibat merokok mencapai Rp260 miliar.

Berdasarkan data tersebut, Abdillah kemudian berasumsi bahwa merokok merupakan perangkap kemiskinan. Dalam skala kecil atau rumah tangga, Abdillah mencontohkan jika merokok dapat menyebabkan jumlah uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan primer menurun.

"Kebiasaan merokok akan menyebabkan uang yang dibelanjakan menurun, itu tanpa terkena penyakit sudah mengorbankan banyak hal," kata Abdillah dalam diskusi Ekonomi Indonesia dalam Bahaya Rokok di Jakarta pada Kamis (14/4/2016).

Menurut Abdillah, jika dilakukan perhitungan ekonomi dengan asumsi mengonsumsi rokok satu bungkus per hari dengan harga Rp10.000 per bungkus maka pengeluaran tersebut setara dengan Rp36,5 juta per tahun.

"Uang itu bisa dipakai untuk biaya haji, biaya sekolah, uang muka pembelian rumah, renovasi rumah, bahkan untuk modal usaha," kata Abdillah.

Selain kerugian secara materi Abdillah mengatakan para perokok juga membuka kemungkinan terkena penyakit lebih besar dibandingkan dengan orang-orang yang tidak merokok.

"Data tahun 2007, terlihat bahwa peserta Jamkesmas yang merokok 30 persen, Jamsostek 30 persen dan Askes hampir 20 persen. Itu jaminan kesehatan yang pada saat itu dibayari oleh pemerintah," kata Abdillah. (ANT)

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP atau tulisan lainnya

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Rima Suliastini