Menuju konten utama

Pak Tua Miyazaki yang Keras Kepala

Hayao Miyazaki terobsesi dengan kesempurnaan dan ia rela melakukan hal dramatis demi memenuhi standar. Miyazaki menjadi maestro karena keras kepala.

Pak Tua Miyazaki yang Keras Kepala
Sutradara film animasi asal Jepang, Hayao Miyazaki. AP/Chris Pizzello

tirto.id - "Aku suka film-filmnya, aku mempelajari film-filmnya, aku menonton film-filmnya ketika hendak mencari inspirasi,” kata John Lasseter, sutradara Toy Story dan A Bug's Life, film anak-anak produksi Hollywood yang dianggap sangat sukses.

Ucapan ini ditulis Roger Ebert pada 2002 dari perbincangannya bersama Lasseter saat membincangan sang animator itu. Tapi siapa yang sedang dibicarakan Lasseter?

Sosok yang dibicarakan itu adalah animator tersukses dalam sejarah film animasi dunia. Animator itu adalah Hayao Miyazaki. Kamu tahu siapa dia? Dialah orang tua yang membuat film-film seperti My Neighbor Totoro (1988), Kiki's Delivery Service (1989), Princess Mononoke (1997), Spirited Away (2001), Howl's Moving Castle (2004), Ponyo on the Cliff by the Sea (2008), dan terakhir The Wind Rises (2013).

Pada 17 Januari 2005 New Yorker menurunkan artikel panjang karya Margaret Talbot tentang Miyazaki. Sampai saat ini, tulisan Talbot dianggap yang paling representatif dan paling tuntas bicara tentang animator itu. Tapi mengapa Miyazaki dianggap penting?

Talbot menggambarkan obsesi Miyazaki pada kesempurnaan. Dan untuk mendapatkan kesempurnaan itu, Miyazaki bisa melakukan hal yang dramatis. Ia pernah pergi ke Portugal hanya untuk melihat lukisan Hieronymus Bosch yang telah lama menghantuinya. Ia lantas mengirim Michiyo Yasuda, ahli pewarnaan film-filmnya, untuk pergi ke Alsace, Perancis bagian timur, untuk mencari warna spesifik bagi film terbarunya. Talbot juga menyebutkan sikap keras Miyazaki terhadap perlindungan lingkungan dan kecintaannya pada kedirgantaraan.

Kecintaannya terhadap pesawat dan kedigantaraan sepertinya muncul dari latar belakang keluarganya. Hayao Miyazaki yang lahir di Tokyo pada 1941 berasal dari keluarga yang dekat dengan industri pesawat. Ayahnya mengelola pabrik yang membuat komponen pesawat untuk militer. Sementara untuk kecintaanya pada anak-anak muncul dari keikutsertaannya bergabung dalam grup sastra anak di Universitas Gakushuin.

Miyazaki menjadi sangat menarik karena ia bisa membuat animasi menjadi industri besar yang mendatangkan banyak uang. Lasseter pada 2002 menyebut banyak animator setuju bahwa pria dengan rambut abu-abu dari Jepang ini adalah animator terbaik dalam sejarah. Film-filmnya membuatmu berpikir, sanggup mengajak penonton merenungkan kembali bagaimana animasi semestinya dibuat.

Lasseter ingat, pertama kali pemutaran film Spirited Away di luar jepang dilakukan di Studio Pixar. Ia dibuat kagum dengan keajaiban yang dibuat Studio Ghibli bersama Miyazaki. “Dalam komunitas film dia adalah pahlawan, bagiku ia pahlawan,” kata Lasseter.

Spirited Away, film produksi 2001, menghadirkan kisah seorang gadis kecil bernama Cihiro yang pindah ke kota lain bersama orang tuanya. Chihiro awalnya kesal karena dipaksa pindah, hingga akhirnya cerita berkembang menjadi fantasi di dunia sihir. Ada fragmen di mana Cihiro mesti menjadi buruh, menghadirkan realitas tentang kelas pekerja di Jepang, menyodorkan ketamakan orang tua Chihiro yang akhirnya membawa mereka ke dalam bencana.

Pendekatan Miyazaki tak lagi membuat dunia jadi hitam putih. Apa yang terlihat jahat bisa berbeda sama sekali. Selain itu, yang membuat film-film Miyazaki sangat diingat dan berpengaruh, adalah kemampuan menghadirkan karakter ikonik yang tak mudah dilupakan. Sebut saja para robot Laputa, monster tanpa muka di Sprited Away, monster gendut Totoro dan tentu saja karakter favorit kita semua: siluman ikan mas Ponyo.

Miyazaki dan Studio Ghibli dalam banyak kesempatan sering bicara tentang kesetaraan gender dan nilai-nilai feminisme secara tersirat. Bagi banyak orang, hal itu membuat film-film mereka menjadi penting dan patut digemari. Karakter perempuan atau anak perempuan dalam film-film Ghibli dibuat kuat, mereka digembleng dengan sangat keras, dan beberapa bukan putri yang menunggu diselamatkan.

Princess Mononoke, yang dibuat pada 1999, menyodorkan karakter San yang melekat kuat di ingatan. Ia dibesarkan oleh Serigala. Asuhan dari Serigala itulah yang membuatnya menjadi lebih dari sekadar perempuan yang kuat, namun juga memiliki sikap yang jelas, tegas dan tanpa kompromi.

Miyazaki tak hanya mampu mengocok perut dan mempermainkan emosi penonton filmnya. Ia sendiri sering mengeluarkan pernyataan yang mendebarkan para penggemarnya, misalnya soal rencana pensiun.

Pada 1999 ia pernah mengatakan akan pensiun dari dunia film animasi, dan para penggemarnya pun dilanda kekagetan sekaligus kesedihan. Tapi kita tahu dia hanya sedang lelah. Ia segera kembali ke dunia yang membesarkannya, melahirkan lagi karya-karya yang lain, karya-karya yang baru.

Pada 2002, kepada Roger Ebert, ia mengungkapkan alasan mengapa menunda pensiun.

“Hidup tidak mudah,” katanya saat itu. “Aku ingin membuat film spesial untuk anak perempuan temanku. Aku membuka laci meja dan menyadari bahwa isinya kosong. Maka aku sadar aku harus membuat film hanya untuk bocah 10 tahun dan Spirited Away adalah jawabanku."

Infografik Hayao Miyazaki

Ada banyak alasan mengapa mendiang Roger Ebert, kritikus film terbaik Amerika itu, mengagumi Miyazaki. Ia adalah seorang fanatik, kata Ebert. Miyazaki mencurigai komputer, dan lebih memilih menggambar sendiri ratusan gambar frame per frame menggunakan tangan. Miyazaki, kepada Ebert, menyebut bahwa di Studio Ghibli mereka menggunakan komputer untuk memperkaya tampilan visual, tapi semuanya dimulai dari gambar tangan.

Miyazaki membuat standar yang demikian rinci dan ketat untuk menghasilkan karya visual animasi yang baik, yang sesuai standar pribadinya. Ini yang membuatnya menjadi yang terbaik sampai saat ini. Karena ia keras kepala, si tua kepala batu.

Miyazaki memperlakukan seluruh filmnya sebagai sebuah puisi. Ia menghadirkan elemen yang disebut sebagai “ma”, sebuah kekosongan yang dibiarkan guna memberikan kesempatan pada para penontonnya untuk menikmati lingkungan sekitar. Miyazaki kerap memberikan kesempatan pada karakter dalam filmnya untuk diam, menghela nafas, berlari di sekitar sungai, atau diam saja. Hal ini menghadirkan sensasi ruang dan waktu juga elemen emosi.

Roger Ebert menilai ini adalah kekuatan lain dari film-film Miyazaki. Kekuatan yang, masih menurut Eebert, tak ditemukan dalam film animasi barat.

Hari ini kita belajar bahwa kartun bukan lagi soal film anak-anak yang bertema riang gembira. Ia bisa bercerita tentang apa saja. Kerusakan lingkungan, kebencian antar golongan, peperangan, kerakusan, hingga kecurigaan terhadap mereka yang berbeda. Studio Ghibli bersama Miyazaki menggali tema itu bukan sekadar sebagai barang dagangan, tapi mereka menghadirkan tema itu sebagai sesuatu yang dekat, sesuatu yang kita lihat sebagai keseharian.

Dan ia mengerjakan semuanya dengan sebaik-baiknya. Dengan segala kesanggupan yang ia punya. Dengan segala standarnya yang tinggi dan tak pernah ia kompromikan. Itulah mengapa karya-karya Miyazaki, betapa pun berbicara tentang tema-tema yang serius, tak pernah menjadi khotbah, tak pernah menjadi propaganda, melainkan sebuah semesta cerita yang solid dan meyakinkan.

Baca juga artikel terkait HAYAO MIYAZAKI atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Film
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Zen RS