tirto.id - “Ikat pinggang kamu mana? Ikat pinggang diperlihatkan!” Seorang senior laki-laki membentak mahasiswa baru lewat layar.
“Enggak ada, kak.” Mahasiswa baru itu, berkerudung dan berkacamata, perempuan, menjawab pertanyaan si panitia.
“Enggak ada. Enggak dibaca tata tertibnya?” Timpal seorang panitia perempuan.
Si mahasiswi baru hanya bisa meminta maaf dengan wajah agak memelas. “Maaf, kak.”
Peristiwa ini terjadi saat Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (FIP Unesa) yang diselenggarakan secara daring pada 8 sampai 11 September lalu. Dua panitia yang membentak-bentak itu bertugas sebagai komisi disiplin (komdis).
Mahasiswa baru Unesa mengikuti orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek) secara berjenjang. Sebelum ospek tingkat fakultas, mereka mengikuti ospek tingkat universitas hingga 7 September. Panitia PKKMB Unesa mengundang banyak pejabat negara untuk memberikan sambutan. Beberapa di antaranya adalah Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Ketua DPR RI Puan Maharani, Menkopolhukam Mahfud MD, hingga Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Potongan video hukuman yang dilakukan oleh panitia PKKMB FIP Unesa viral dan mendapat kritik keras dari publik dunia maya. Panitia dikecam karena dianggap melanggengkan perpeloncoan dan perundungan kendati orientasi tak lagi dilakukan tatap muka.
Tiga hari lalu, 13 September, FIP Unesa sampai membikin konten tanya-jawab di Youtube untuk merespons masalah ini. Pembahasannya seperti memberitahu kalau para anggota komdis bukan seperti yang dibayangkan—galak, sok senior, tukang rundung, atau semacamnya.
Wartawan Tirto telah meminta klarifikasi terkait video ospek kepada Penanggung Jawab PKKMB FIP Unesa, M. Nanda Anugrah. Namun, ia enggan berkomentar dan mengatakan komunikasi mengenai masalah ini sudah ditetapkan 'satu pintu' ke Kepala Humas Unesa Vinda Maya Setianingrum.
“Komunikasi kami satu pintu melalui beliau,” kata Nanda saat dihubungi pada Selasa (15/9/2020) pagi.
Pada Selasa pagi juga Rektor Unesa Nurhasan memberikan klarifikasi. Ia menyayangkan kejadian tersebut dan mengaku ada kesalahan koordinasi PKKMB di FIP. Nurhasan lalu mengatakan ia telah melakukan evaluasi dan bimbingan kepada para mahasiswa senior, kendati tak memberikan mereka sanksi. “Seluruh masalah yang ada akan diselesaikan dengan cara kekeluargaan,” kata Nurhasan lewat keterangan tertulis yang diterima wartawan Tirto.
Sementara Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unesa Badrus Sholeh mengatakan video yang viral hanya merupakan potongan dari keseluruhan agenda PKKMB, sehingga tidak dapat merepresentasikan keseluruhan isi acara. Oleh karena itu ia lebih memilih mengimbau kepada seluruh mahasiswa Unesa untuk “lebih bijak dalam menuliskan sesuatu di sosial media masing-masing.”
“Itu sikap dari kami. Tahan dulu, kita tunggu sikap resmi. Kami mengimbau teman-teman untuk lebih bijak dalam menggunakan sosial media, tapi bukan kami mendukung atau membenarkan apa yang dilakukan teman-teman, tidak, cuma kita saling introspeksi diri saja,” kata Badrus kepada wartawan Tirto, Selasa pagi.
“Kalau yang dikritik mengenai perpeloncoan, tidak baik apabila mengejek per orangan yanga ada di video tersebut. Karena itu sudah tidak ada kaitannya mengenai perpeloncoan dengan perorangan yang ada di dalam video tersebut,” tambahnya.
Melanggeng Budaya Militeristik
Koordinator BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) Remy Hastian mempertanyakan apa esensi dan tujuan para panitia menyelenggarakan PKKMB di FIP Unesa. Ia menyayangkan jika memang sedari awal tujuan ospek adalah perpeloncoan. Namun, jika esensi dan tujuan tidak mengarah ke sana, maka yang harus dipertanyakan adalah metode pelaksanaannya.
Oleh karena itu, Remy menilai panitia perlu menjelaskan duduk perkaranya ke publik. “Menurutku kita wajib fair. Wajib mendengar apa yang mereka [panitia] tuju,” kata Remy saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa sore.
Idealnya, tujuan ospek adalah memberikan penyadaran kepada para mahasiswa baru bahwa pelajar di perguruan tinggi itu juga memiliki fungsi sosial di masyarakat, bukan hanya wajib menuntut ilmu. “Jangan sampai dihilangkan esensi dan tujuan dari ospek sehingga melenceng [ke] hal-hal yang mewarisi dendam, hal-hal yang tidak baik,” katanya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan perpeloncoan yang terjadi di FIP Unesa sangat memalukan dan mencoreng marwah kampus, apalagi ini terjadi di fakultas yang mencetak calon guru, bukan di koramil atau barak militer.
“Pendisiplinan dengan cara-cara militeristik ini sangat tidak relevan dengan tujuan pendidikan. Pantas saja pendidikan karakter di sekolah masih bermasalah,” kata Ubaid saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa pagi.
Masa orientasi yang mengandalkan budaya kekerasan hanya akan menumpulkan nalar kritis mahasiswa. Ini paradoks dengan tujuan utama didirikannya kampus: sebagai mimbar kebebasan akademik. Dengan metode bergaya militer, tambah Ubaid, upaya mencerdaskan dan memerdekakan manusia menjadi hilang.
Ia juga menyayangkan sikap Rektor Nurhasan yang hanya memberikan teguran dan menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan tanpa sanksi. Ubaid menilai Rektor Unesa juga harus meminta maaf kepada publik karena budaya seperti itu masih saja terjadi bahkan ketika orientasi digelar online.
“Pihak kampus harus meminta maaf kepada publik dan juga memberikan sanksi tegas kepada pelaku kerasan,” katanya. Ia juga menuntut Rektor Unesa mengevaluasi “semua sistem orientasi mahasiswa baru, baik dari sisi konten maupun manajemen pengelolaannya.”
“Ini perlu dilakukan supaya tidak terulang lagi,” tambahnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino