tirto.id - Saat itu akhirnya tiba : Jackie Chan sukses menerima penghargaan Oscar. Meskipun “hanya” berstatus sebagai penghargaan kehormatan—yang tidak diperoleh melalui metode seleksi ala Oscar biasa—namun Jackie tetap menyambut gembira penghargaan itu.
Piala Oscar Kehormatan (Governors Awards) untuk Jackie Chan diserahkan langsung oleh sahabatnya, aktor laga Sylvester Stallone, dalam malam penghargaan di Ray Dolby Ballroom at Hollywood & Highland Center pada 12 November 2016. Menariknya, obsesi Jackie atas Oscar dimulai saat ia menyaksikan piala Oscar milik Stallone yang dipajang di rumahnya sekitar 23 tahun lalu.
Saking terobsesinya, Jackie bahkan mengaku bahwa ia sampai berkali-kali memegang, membelai, dan menciumi piala Oscar milik Stallone yang diperolehnya lewat film Rocky pada 1977 itu. Sembari menunjuk ke arah Stallone, saat memberikan pidato kemenangannya, Jackie berkelakar bahwa Stallone pasti masih bisa menemukan sidik jarinya di atas piala itu.
“Akhirnya, setelah bergelut selama 56 tahun di industri film, membuat lebih dari 200 film, mematahkan begitu banyak tulang, penghargaan ini menjadi milik saya,” seloroh Jackie dalam pidato kemenangannya, seperti dikutip dari Dailymail.
Jackie Chan sebelumnya belum pernah mendapatkan penghargaan maupun dinominasikan dalam penghargaan Oscar. Film-film Jackie--yang mayoritas bergenre laga komedi-- memang jarang dilirik oleh panitia seleksi Oscar yang lebih memilih film-film drama atau kolosal.
Hal ini diakui pula oleh Tom Hanks, aktor kenamaan Holywood yang memberikan sambutan atas kemenangan Jackie. Seperti dikutip dari The Guardian, Hanks menyebutkan bahwa film-film Jackie yang menggabungkan komedi dan keahlian bela diri “kurang terwakili dalam Oscar”.
Saat pidato kemenangannya, Jackie ikut mengamini kondisi itu. “Ketika saya menonton penghargaan Oscar bersama orangtua saya, ayah saya bertanya : Nak, kapan kamu akan menang Oscar? Saya cuma bisa menjawab: Ayolah, Pak. Anakmu ini cuma bikin film komedi laga,” paparnya sembari tertawa.
Tak heran, penghargaan bagi Jackie Chan ini memantik sambutan positif dari banyak pihak.
“Salut atas kemenangan jagoan masa kecilku #JackieChan yang berhasil menyabet #AcademyAward kehormatan atas karya-karya laga komedinya yang sangat fenomenal.” cuit aktris peraih Oscar Lupita Nyong'o sembari mengunggah fotonya dengan Jackie di malam penghargaan itu.
“Dari lubuk hati terdalam, saya mengucapkan selamat atas kemenangan Jackie #JackieChan #GovernorsAwards,” cuit aktris Michelle Yeoh yang sempat berduet dengan Jackie di beberapa filmnya. Michelle juga didaulat memberikan sambutan atas kemenangan Jackie saat malam penghargaan.
“Bagaimana seseorang bisa menghasilkan karya-karya seperti ini? Bakatnya pasti sangat 'Chan-tastic'!,” kelakar Tom Hanks sembari memplesetkan nama belakang Jackie.
Kehormatan bagi Asia
Penghargaan Governor Awards atau Oscar Kehormatan merupakan sebuah penghargaan “bagi pengabdian seumur hidup, mereka yang dianggap berkontribusi luar biasa terhadap perfilman, serta sumbangsih bagi Academy”.
Pihak penyelenggara Oscar sendiri menganugerahkan penghargaan ini kepada Jackie karena ia “telah berhasil memukau para pemirsa dengan kemampuan atletis yang memesona, gaya stunt yang inovatif, serta kharisma yang tak tertandingi”.
Proses pemilihan Governor Awards dan malam penghargaannya sendiri dilakukan secara terpisah dengan Academy Awards/Oscar. Namun, pemilihan pemenang tetap menggunakan cara yang sama: lewat pemungutan suara oleh Board of Governors of the Academy of Motion Picture Arts and Sciences.
Jackie Chan bukanlah orang Asia pertama yang menyabet penghargaan ini. Sebelumnya, ada nama-nama maestro seperti Akira Kurosawa (pemenang edisi 1989), Satyajit Ray (1991), dan Hayao Miyazaki (2014). Namun, nama-nama tersebut sejak awal memang dikenal sebagai pembuat film-film “seni” yang menjadi langganan berbagai penghargaan. Jika dibandingkan karya-karya mereka, film-film Jackie mungkin bisa dianggap “remeh”.
Kemenangan Jackie Chan dalam Oscar Kehormatan terjadi di tengah-tengah tudingan bahwa penyelenggara Oscar punya kecenderungan rasis. Sentimen ini muncul setelah pembawa acara malam penghargaan Oscar 2016, Chris Rock, membuat lelucon yang menyindir warga keturunan Asia.
Chris Rock naik ke panggung dengan menggandeng tiga anak keturunan Asia. Ia kemudian berseloroh bahwa ketiga anak ini adalah “akuntan Oscar” dengan merujuk kepada stereotip atas warga Asia di AS. “Oya, jika ada yang tersinggung karena lelucon saya, silakan protes di Twitter lewat ponselmu yang juga dibuat oleh anak-anak ini,” seloroh Rock menyindir kasus buruh anak di Cina.
Pekatnya stereotip negatif dalam Oscar sempat disindir lewat tagar #OscarSoWhite yang sempat beredar di Twitter beberapa waktu lalu. Tagar tersebut menyindir nominasi Oscar yang nihil warga keturunan, khususnya dari warga kulit hitan dan keturunan Asia.
Terlepas dari belitan stereotip itu, Jackie Chan telah membuktikan bahwa dirinya mampu meniti kesuksesan di Holywood. Jalan Jackie memang tidak mudah. Ia yang merintis karier sejak dini dan mampu merajai perfilman Hong Kong ternyata harus merangkak dari bawah untuk mendaki tangga Hollywood.
Merangkak dan Memuncaki Holywood
Kemunculan pertama Jackie Chan di layar Hollywood terjadi dalam film “Enter The Dragon” (1973) yang sukses melambungkan nama Bruce Lee sebagai legenda kungfu dunia. Ia hanya muncul beberapa detik sebagai salah satu penjahat yang dipukuli oleh Bruce Lee. Namun, di belakang layar, Jackie membantu Bruce Lee sebagai koordinator stunt.
Potensi besar Jackie ternyata diendus oleh produser “Enter The Dragon”, Robert Clouse. Ia kemudian menawari peran utama dalam film “Battle Creek Brawl” (1980) kepada Jackie. Sayangnya, film itu gagal di AS. Jackie kemudian sempat ditawari peran kecil di “The Cannonball Run” (1981) dan “The Cannonball Run 2” (1984) mendampingi nama-nama besar seperti Burt Reynolds dan Roger Moore—pemeran James Bond. Namun, semua peran ini tidak ada yang sukses mengerek namanya di AS.
Kegagalan di Holywood membawa Jackie fokus kepada kariernya di perfilman Hongkong pada dekade '80an hingga awal '90an. Keputusan ini berbuah manis : ia menjelma menjadi salah satu aktor, produser, dan sutradara paling berpengaruh di perfilman Hong Kong. Pada periode ini, Jackie sukses menelurkan karya-karya legendarisnya : tetralogi kisah polisi nekat “Police Story”, dwilogi “Armour of God”, dwilogi drama komedi “My Lucky Stars”, “City Hunter”, dan “Project A”.
Setelah sukses menancapkan kukunya di Hong Kong, barulah Jackie kembali mengayun langkah ke Holywood. Dimulai dari “Rumble In The Bronx” (1995)--yang disindir karena berlokasi di Kanada-- Jackie mengetes formula “komedi-laga” miliknya bagi pemirsa AS. Ternyata sambutan dari penonton cukup baik.
Tali jodoh antara Jackie dan Holywood mulai tersambung pascakesuksesan “Rush Hour” (1998). Duet kocaknya dengan komedian Chris Tucker berhasil meringkus perhatian publik AS. Apabila dihitung kembali, kesuksesan Jackie menembus box office Hollywood berjarak hampir 15 tahun dari debutnya di layar Hollywood pada awal dekade '80an. Sebuah langkah yang amat panjang baginya.
Kesuksesan “Rush Hour” selanjutnya tidak disia-siakan oleh Jackie. Tanpa buang banyak waktu, Jackie menggeber serangkaian film box-office seperti “Shanghai Noon” (2000), “Rush Hour 2” (2001), “Shanghai Knights” (2003), dan “Around The World in 80 Days” (2004).
Setelah “Rush Hour” meledak pada 1998, tali jodoh antara Jackie Chan dan Holywood tampaknya kian erat. Daftar box-office Jackie kian memanjang ia merilis “Rush Hour 3” (2007), trilogi “Kungfu Panda” (2008, 2010, 2016) serta “The Karate Kid” (2010). Hasil ini mengantarkan Jackie sebagai aktor dengan pendapatan terbesar kedua versi Forbes pada 2016 dengan pendapatan sebesar $64,5 juta.
Apa rahasia kesuksesan Jackie Chan di Holywood? Satu hal mungkin bisa mewakilinya : kemampuan beradaptasi.
Seperti dikutip dari IMDB, Jackie mengaku bahwa ia sebenarnya tidak menyukai “Rush Hour”. Namun, ia mengakui bahwa film itu bisa membuka jalannya ke Holywood.
“Saya harus punya alasan untuk membuat semua film saya. Tapi untuk “Rush Hour”, alasannya murni karena uang. Saya tidak suka film itu, tapi nyatanya sukses di AS dan Eropa,” ujarnya.
Jackie Chan juga adalah sosok yang sangat mendewakan orisinalitas. Untuk itu, ia siap melakukan apapun untuk mencapainya.
“Saya tidak mau menjadi Bruce Lee kedua. Saya cuma mau jadi Jackie Chan yang pertama. Itu saja,” tandasnya.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti