Menuju konten utama

"Orang PDIP" Tak Cocok Jadi Cawapres Jokowi?

Menurut peneliti, akan blunder jika Megawati memilih "orang PDIP" sebagai cawapres Jokowi.

Presiden Joko Widodo berpidato saat peringatan HUT ke-45 PDIP di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (10/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Sejumlah lembaga survei merilis siapa saja tokoh yang mungkin maju sebagai calon presiden dalam pemilihan umum (Pemilu) 2019. Di antara banyak survei itu nama Joko Widodo dan Prabowo Subianto selalu berada di posisi satu dan dua—dan ini kurang menarik karena seakan hanya kelanjutan dari Pilpres 2014.

Yang justru cukup "berwarna" adalah nama-nama yang muncul sebagai calon wakil presiden. Benang merah antara survei-survei tersebut adalah selalu ada kader PDIP, atau minimal orang yang dekat dengan Megawati seperti Budi Gunawan sebagai calon wakil presiden.

Budi Gunawan, jebolan Akademi Kepolisian angkatan 1983 yang kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), adalah perwira kepercayaan Megawati. Terbukti dengan fakta bahwa Budi Gunawan adalah ajudan Megawati sejak menjabat Wakil Presiden pada 1999 dan Presiden pada 2001 - 2004.

Dalam hasil survei yang dilansir Poltracking Indonesia 18 Februari kemarin, BG, demikian Budi Gunawan sering disebut, mendapat elektabilitas 1,3 persen atau masuk 10 besar calon wakil presiden potensial. Survei lain yang dirilis Indobarometer, Desember kemarin, menyebut jika Jokowi bersanding dengan BG, maka elektabilitas mereka mencapai 41,2 persen.

Sementara, dalam survey Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada Januari 2018, BG mendapatkan elektabilitas sebesar 16 persen.

Satu nama lain yang mencuat adalah Puan Maharani. Anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ini mendapat elektabilitas 1,3 persen dalam survei. Meski kecil, namun Puan tetap masuk dalam top 10 calon wakil presiden yang mungkin muncul.

Dengan demikian, ada kemungkinan kalau dalam Pilpres nanti Jokowi akan berdampingan dengan orang PDIP.

Tentu ini sah-sah saja. Tidak ada yang salah dengan itu. Namun secara strategi politik itu kurang tepat. Demikian menurut peneliti Saiful Mujani Research Centre (SMRC), Sirojudin Abbas.

Menurut Sirojudin, dengan memilik orang PDIP, akan sulit bagi Jokowi untuk membangun komunikasi politik dengan pihak lain. Kemungkinan membangun koalisi yang solid lebih besar ketika Jokowi memilih orang luar PDIP, tentu dengan tetap memperhatikan banyak faktor lain.

"Baik Budi Gunawan maupun Puan bisa menjadi beban bagi Jokowi maupun PDIP," kata Sirojudin kepada Tirto, Kamis (22/2/2018).

Untuk membangun koalisi, PDIP perlu memberikan "janji-janji" kepada partai lain, termasuk pos wakil presiden. Sebaliknya, partai juga telah memberikan sinyal menginginkan posisi itu. PPP misalnya, mengatakan bahwa pihak mereka memberikan kriteria apa saja yang harus dimiliki pendamping Jokowi. Sementara Hanura mengusulkan nama Wiranto.

Selain soal komunikasi politik, faktor lain yang membuat Jokowi tidak cocok didampingi BG dan Puan adalah persepsi masyarakat. Sulit untuk menghindari anggapan kalau pemilihan BG dan Puan bukan karena kemampuan, tapi karena kedekatan dengan Megawati.

Setelah tak lagi jadi ajudan, kedekatan BG dan Megawati terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya. BG adalah supervisor buku biografi berjudul Mega The President yang terbit pada 2004. Ketika itu BG masih menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Staf SDM Polri.

Tahun 2015, setelah satu tahun sebelumnya PDIP keluar sebagai pemenang Pemilu, BG sempat diusulkan oleh Jokowi jadi calon tunggal Kapolri sebelum akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka.

Menurut Sirojudin, karena elektabilitas Jokowi selalu tinggi dalam semua survei, PDIP punya banyak pilihan calon wakil presiden di luar kadernya sendiri. Katanya, siapa pun orangnya, "hanya akan jadi pelengkap saja," dan tidak bakal "meningkatkan elektabilitas Jokowi secara signifikan."

Belum Dibicarakan

Sejauh ini PDIP memang belum memastikan siapa sosok yang bakal mendampingi Joko Widodo. Hal ini baru akan dibicarakan dalam rapat kerja nasional (Rakernas) yang diselenggarakan di Bali, 23 hingga 25 Februari nanti.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, Hendrawan Supratikno, mengatakan bahwa sebelum Rakernas dimulai belum ada pembicaraan sama sekali soal pendamping Jokowi. Mengenai nama BG yang muncul beberapa hari lalu, kata Hendrawan, "hanya gosip."

"Belum ada wacana demikian, karena di PDIP soal Capres-Cawapres kewenangan Ketua Umum," kata Hendrawan kepada Tirto, Kamis (22/2/2018).

Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP, Eva Sundari. Katanya, untuk saat ini yang mereka lakukan adalah "fokus mengawal pemerintah sampai 2019."

Eva menyarankan Jokowi untuk tidak ambil pusing mengenai isu calon pendampingnya yang beredar. "Sebaiknya presiden juga harus fokus ke pencapaian Nawacita," katannya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino