tirto.id - Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Dadan Suparjo Suharmawijaya mendesak Pemerintah untuk segera membenahi mekanisme distribusi tabung gas elpiji 3 Kg, agar lebih tepat sasaran.
"Pemerintah harus menyiapkan mekanisme yang lebih komprehensif. Jadi subsidinya bukan pada barang, tetapi pada kelompok masyarakat pengguna," ujar Dadan di siaran persnya di Jakarta, pada Jumat (8/12/2017) seperti dikutip Antara.
Ia menyatakan, distribusi elpiji 3 Kg (tabung gas melon) itu sejak lama bermasalah karena subsidi atas barang itu kerap diterima kelompok yang tidak berhak. Bahkan, bukan hanya diterima keluarga mampu, tapi juga spekulan. Akibatnya, ketika elpiji 3 Kg sampai ke tangan keluarga miskin, harganya meningkat tajam karena sudah melalui rantai distribusi yang lebih panjang.
"Itulah sebabnya, terkait proses penentuan mekanisme distribusi tepat sasaran, Pemerintah juga harus melakukan identifikasi secara benar dan akurat," kata Dadan.
Dia mengingatkan pemerintah perlu memperhatikan adanya dua kelompok pengguna gas melon, yakni keluarga miskin serta kelompok usaha kecil atau informal. Kelompok usaha kecil, menurut Dadan, rentan tidak teridentifikasi karena bisa jadi tidak termasuk kategori keluarga miskin. Tapi, dari sisi usaha, mereka layak menerima subsidi.
"Oleh karena itu, harus ada pendataan yang betul. Ini 'PR' (pekerjaan rumah) Pemerintah, untuk segera memetakan dengan tepat, benar, dan cepat. Jadi harus ada survei, sebenarnya siapa 'end user-nya' (penggunanya)," kata dia.
Dadan menyarankan pemerintah perlu mendorong kerja sama lintas sektoral, misalnya antara Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Sosial, dan juga pemerintah daerah. Bahkan, jika diperlukan, pemerintah bisa merangkul paguyuban pedagang sektor informal, terutama untuk menentukan siapa saja pengguna subsidi tersebut.
"Kalau semua UKM terregistrasi di Kantor Perizinan dan sebagainya, sudah terdaftar sebagai UKM atau sektor informal, itu akan memudahkan. Pemerintah juga bisa merangkul paguyuban PKL dan mempergunakan data mereka," ujarnya.
Sementara itu, pada pekan ini, terjadi kelangkaan elpiji 3 Kg di banyak daerah. Kondisi ini, berdasar keterangan PT Pertamina (Persero) diduga sebab ada kepanikan masyarakat menjelang pelaksanaan distribusi tertutup tabung gas bersubsidi itu pada 2018.
"Rencana untuk distribusi tertutup itu, pemerintah sudah menggemborkan untuk tahun 2018. Jadi sempat memancing konsumen masyarakat agak panik sehingga stok tabung kosong yang ada di dapur dikeluarkan semua," kata Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar pada konferensi pers di Kantor Pusat Pertamina Jakarta pada hari ini.
Iskandar menjelaskan dengan kepanikan tersebut, banyak masyarakat yang mengisi dua sampai tiga tabung untuk persediaan di rumah sehingga permintaan elpiji 3 kilogram meningkat pesat. Tingginya permintaan terhadap Elpiji bersubsidi ini juga akibat penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Hal ini diperkuat dengan adanya temuan di lapangan bahwa gas bersubsidi ini digunakan oleh pengusaha rumah makan, laundry, genset, dan rumah tangga mampu.
Iskandar membantah kabar bahwa bulan ini ada pengurangan pasokan elpiji bersubsidi. Ia mencatat distribusi pada awal Desember sudah ditingkatkan menjadi 21 ribu metrik ton per hari menjelang libur Natal 2017 dan Tahun Baru 2018.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom