tirto.id -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginginkan industri perbankan memaksimalkan layanan digital agar biaya operasional semakin efisien, sehingga bisa mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan, yang berdasarkan data Bank Indonesia tentang perkembangan uang beredar pada Januari 2016, masih menunjukkan rata-rata 12,83 persen.
“Efisiensi perbankan mutlak harus dilakukan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK , Nelson Tampubolon, dalam diskusi mengenai Perbankan Digital, di Jakarta, Kamis, (17/3/2016).
Menurut Nelson, teknologi dapat meningkatkan efisiensi operasional (overhead cost), menurunkan suku bunga, dan menurunkan biaya risiko kredit bermasalah.
Dalam meningkatkan layanan digital, Nelson mengatakan, perbankan perlu menyiapkan diri, termasuk dalam penganggaran belanja modal teknologi informasi (TI). Industri perbankan juga perlu mengubah orientasi dari cara konvensional untuk melayani nasabah menjadi pelayanan digital. Di sisi lain, kerja sama perbankan dan industri telekomunikasi juga harus terjalin dengan baik.
"Dari sisi regulator, ada juga penyelarasan aturan antarregulator," kata Nelson.
OJK telah membentuk Tim Gugus Tugas Perbankan Digital untuk melakukan kajian awal. Tim ini mengkaji dan menyimpulkan rekomendasi mengenai peta jalan penerapan perbankan digital di Indonesia.
Berdasarkan kajian tersebut, tim menyimpulkan bahwa perbankan dan penyedia jasa telekomunikasi berkomitmen untuk menghadirkan sejumlah layanan berbasis teknologi digital.
"Namun, ada beberapa hal yang menjadi perhatian yaitu penggunaan identitas tunggal, seperti KTP [Kartu Tanda Penduduk] elektronik bagi perbankan sebagai basis data nasabah," ujar Nelson.
Berdasarkan hasil kajian pula, OJK melihat perbankan perlu menerapkan manajemen risiko yang baik dan model bisnis yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.
"Perlu juga peningkatan pengamanan. Penerapan perbankan digital menyebabkan pintu masuk bagi pelaku kriminal cyber menjadi lebih terbuka," kata Nelson. (ANT)