Menuju konten utama

OJK Sebut Pasar Modal Menjadi Alternatif Berinvestasi

Pasar modal Indonesia tidak hanya menjadi alternatif tempat berinvestasi, tetapi juga sebagai alternatif sumber pembiayaan jangka panjang. Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sambutan pembukaan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal tahun 2017.

OJK Sebut Pasar Modal Menjadi Alternatif Berinvestasi
Pengunjung memperhatikan layar elektronik pergerakan saham di Plaza Mandiri, Jakarta, Selasa (27/12). Menjelang pergantian tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat 1,50 persen menjadi 5.102 poin. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Pasar modal Indonesia tidak hanya menjadi alternatif tempat berinvestasi, tetapi juga sebagai alternatif sumber pembiayaan jangka panjang. Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sambutan pembukaan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal tahun 2017.

Pandangan tersebut di atas berdasarkan pada hasil analisa terhadap industri pasar modal Indonesia yang telah menunjukkan kinerja menggembirakan pada tahun 2016 lalu. Indeks harga saham gabungan (IHSG) meningkat 15,32 persen dan ditutup di level 5.296,7 pada akhir 2016 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah Pasar Modal Indonesia serta tertinggi kedua di kawasan Asia Pasifik.

"Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, pasar modal kita tidak hanya telah menjadi alternatif tempat berinvestasi, tetapi juga sebagai alternatif sumber pembiayaan jangka panjang melengkapi sumber pembiayaan yang selama ini bergantung banyak kepada perbankan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad dalam sambutan pembukaan IHSG BEI pada awal tahun 2017 di Jakarta, Selasa, (3/1/2017) seperti dikutip dari Antara.

Selain itu, ia mengemukakan sepanjang tahun 2016, total nilai penawaran umum di pasar modal Indonesia tercatat sebesar Rp194,74 triliun atau naik 68,94 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah itu terdiri dari, penawaran umum perdana saham (IPO) sebesar Rp12,07 triliun, penawaran umum terbatas (right issue) sebesar Rp68,06 triliun, dan surat utang atau obligasi korporasi sebesar Rp114,61 triliun.

Oleh karena itu, menurut dia, semua pihak berkewajiban untuk terus membangun kredibilitas dan pendalaman pasar modal Indonesia dengan mendorong pelaksanaan IPO lebih banyak, tersedianya produk pasar modal yang lebih beragam, infrastruktur yang handal dan kompetitif.

Selain itu, lanjut dia, penyederhanaan berbagai proses penawaran umum, penguatan penerapan tatakelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) emiten, serta melanjutkan edukasi baik untuk calon-calon investor baru maupun calon-calon emiten dalam negeri.

"Kita berharap dengan semua usaha itu dan dengan dukungan perbaikan fundamental ekonomi serta melalui berbagai kebijakan ekonomi pemerintah, peran pasar modal dalam pembangunan akan semakin signifikan dan kita berharap pada akhir tahun ini akan menyaksikan kinerja positif dan rekor lagi," tuturnya.

Pada kesempatan sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan peran penting pasar modal dalam perekonomian Indonesia dan berharap pelaku pasar modal memperbaiki kinerja.

"Semua memahami pentingnya pasar modal dan peranannya terhadap perekonomian Indonesia. Kami semua paham untuk membangun perekonomian agar memiliki pemerataan yang dapat dinikmati masyarakat butuh investasi di berbagai bidang, bursa dapat menjembatani itu," ujarnya.

Ia mengatakan pasar modal bisa menjembatani dan memfasilitasi masyarakat yang butuh investasi dan memberi kesempatan bagi pengusaha yang membutuhkan dana untuk melakukan ekspansi. Oleh karena itu, dia berharap jumlah perusahaan atau emiten di bursa terus bertambah.

"Saya sangat harapkan kepada pelaku pasar modal untuk memperbaiki kinerja bukan hanya sisi kapitalisasi pasar, namun juga jumlah perusahaan yang bisa masuk bursa. Terdapat 16 emiten baru pada 2016, terendah dalam tujuh tahun terakhir," ucapnya.

Pasar modal, ia melanjutkan, perlu melakukan refleksi karena pertumbuhan kapitalisasi pasar yang tidak diikuti dengan pertumbuhan jumlah perusahaan bukan indikator yang sehat dan membanggakan.

Baca juga artikel terkait OTORITAS JASA KEUANGAN atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh