tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan pertumbuhan kredit perbankan 2020 mengalami kontraksi 2,41 persen year on year (yoy). Capaian ini lebih buruk dari pertumbuhan kredit 2019 yang mencapai 6,08 persen yoy.
“Dapat kami sampaikan kredit terkontraksi minus 2,41 persen. Ini tidak lain karena perusahaan korporasi masih belum beroperasi secara normal selama COVID-19. Modal kerja yang dipinjam dari perbankan rata-rata diturunkan,” ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam pertemuan tahunan industri jasa keuangan 2021 secara virtual, Jumat (15/1/2021).
Wimboh mengatakan pada 2021 ini, pertumbuhan kredit masih berpeluang untuk pulih. Ia meyakini permintaan akan berangsur pulih pada 2021.
OJK memperkirakan selama 2021 nanti, kredit mampu tumbuh lebih tinggi dari 2020 dan 2019. Wimboh memperkirakan pertumbuhannya berada di kisaran 7,5 persen plus minus 1 alias 6,5 persen sampai 8,5 persen.
Prediksi 2021 ini juga relatif tinggi dari perkiraan yang pernah dipaparkan Wimboh pada 22 Desember 2020. Waktu itu, Wimboh memperkirakan pertumbuhan kredit 2021 berkisar 6-7 persen saja.
Untuk mencapai target itu, Wimboh menyatakan OJK telah menyiapkan sejumlah strategi. Salah satunya menurunkan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit dan pembiayaan.
ATMR biasa dilaporkan bank untuk memberitahu seberapa besar eksposure kredit bank atau lembaga keuangan yang bersangkutan terhadap nilai asetnya. Dari data ini OJK dapat mengukur seberapa besar risiko dari kredit perbankan.
ATMR terakhir diturunkan pada 2018. Dari 35 persen menjadi 20-35 persen.
“Kami juga akan melakukan dorongan kepada tumbuhnya demand dengan melakukan penurunan bobot ATMR risiko kredit pembiayaan properti dan kredit pembiayaan bermotor,” ucap Wimboh.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz