tirto.id - Friedrich Nietzsche, filsuf terkenal dari Jerman pernah bertutur: “Der teufel steckt im detail.”
The devil is in the details.
Banyak orang punya ide; tidak banyak yang berhasil mewujudkannya. Lebih sedikit lagi yang bisa mewujudkan idenya dengan sempurna. Salah satunya adalah Steve Jobs, sang pendiri Apple Corp.
Sedikitnya orang yang bisa mewujudkan idenya seringkali dikarenakan proses panjang pengerjaan yang mendetail. Dan seperti yang tersirat dari omongan Nietzsche, detail punya sifat menyulitkan, membuat perencanaan menjadi rumit, dan memberatkan pengerjaan.
Namun itu tak terjadi pada Jobs. Detail, yang menjadi halangan bagi banyak orang, malah jadi obsesinya. Ia belajar tentang merangkul detail untuk mengejar kesempurnaan bukan dari sang filsuf Jerman, melainkan dari pengalaman langsung bersama sang ayah, Paul Jobs.
“Bagian belakang pagar yang kamu buat harus sama baiknya dengan bagian depannya,” ujar Paul memberi arahan kepada Steve saat keduanya memagari kediaman mereka di Mountain View. “Walau orang lain tidak akan melihatnya, kamu akan tahu, dan ini menunjukkan kamu punya komitmen untuk menciptakan sesuatu yang sempurna.”
Potongan kisah dari masa muda Steve Jobs itu diceritakan Walter Isaacson, penulis biografi sang pendiri Apple. Isaacson menceritakannya karena menurut Jobs, wejangan itu adalah salah satu yang paling penting dalam hidupnya.
Jobs tidak hanya memegang dan mengingat wejangan dari sang ayah, tetapi menjadikannya panduan dalam berkarya.
Saat masih memimpin Apple, Jobs menuntut semua bagian komputer Macintosh sedap dipandang. Semua, tanpa pengecualian. Termasuk papan sirkuit, bagian yang tak akan dilihat oleh pengguna. Di NeXT, perusahaan komputer yang ia dirikan setelah meninggalkan Apple pada 1985 (Jobs kemudian kembali ke Apple pada 1997), Jobs menerapkan standar kualitas yang persis sama.
“Ia memastikan sekrup-sekrup di bagian dalam komputernya berbalut lapisan plating mahal,” ujar Isaacson. “Ia juga berkeras bagian dalam kasing komputer ini punya warna hitam matte yang sama dengan bagian luarnya, walau nantinya hanya tukang reparasi yang akan melihat detail itu.”
Standar detail yang tinggi dalam pembuatan komputer itu Jobs terapkan juga untuk semua gawai jenis lain yang dibuat perusahaannya — dari pemutar musik digital hingga telepon pintar. Tak hanya itu, panduan berkarya yang ia dapatkan dari sang ayah ia tularkan ke semua orang di perusahaannya.
“Saya sampai punya lup fotografer, yang saya gunakan untuk memastikan setiap piksel sudah tepat,” ujar Scott Forstall, SVP iOS Software tahun 2007-2012. “Kami (Apple) siap berdebat bahkan untuk satu piksel saja.”
Membuka Kemasan Sebagai “Ritual” dan “Teater”
Obsesi Apple terhadap kesempurnaan tidak berhenti di desain produk elektronik yang mereka produksi. Kemasan mendapat perhatian yang sama besarnya. Bagi Apple, kemasan lebih dari sekadar tempat produk mereka bersemayam hingga sampai ke tangan pengguna. Bagi Apple, kotak kemasan sama berharganya dengan perangkat elektronik berharga tinggi yang ada di dalamnya.
“Untuk sepenuhnya memahami keseriusan para eksekutif Apple mencurahkan perhatian dan tenaga mereka kepada hal-hal kecil, pertimbangan ini: selama berbulan-bulan, seorang desainer kemasan mengurung diri di ruangan dan melakukan tugas paling membosankan — membuka kotak demi kotak,” ujar Adam Lashinsky, penulis buku Inside Apple.
Buku karya Lashinsky mengungkap keberadaan ruangan rahasia di dalam kantor pusat Apple. Lokasi tepatnya ada di bagian tertutup di gedung pemasaran. Hanya beberapa orang yang punya akses keluar-masuk ke ruangan ini.
Desainer kemasan yang bekerja di dalam ruangan ini membuka ratusan purwarupa kemasan untuk satu tujuan: menciptakan pengalaman sempurna membuka kemasan. Pada satu titik, ujar Lashinsky, ruangan ini dipenuhi ratusan purwarupa kotak kemasan iPod. Setiap dari ratusan purwarupa ini berbeda dari satu sama lain.
“Satu demi satu, desainer menciptakan dan menguji serangkaian panah penunjuk, warna, dan perekat yang tampak tak ada habisnya untuk diterapkan pada sebuah kotak kecil, guna menunjukkan kepada pembeli di bagian mana mereka harus menarik stiker tembus pandang yang dipasang di bagian atas kotak iPod yang bening. Menemukan kombinasi sempurna untuk bagian ini adalah obsesi sang desainer,” ujar Lashinsky.
Ujar Lashinsky lagi, yang juga mengesankan dari kemasan ini, Apple mendesain kemasan sedemikian rupa agar ketika pabrik Apple mengemas produk untuk dikirim ke toko ritel, masing-masing kotak menciptakan negative space alami antara satu sama lain.
"Tujuannya adalah melindungi, menjaga, dan mengamankan kotak-kotak ini dari kerusakan."
Hasil dari obsesi terhadap kesempurnaan detail kemasan itu adalah kemasan yang “tidak dapat dibuang”. Penelitian tahun 2014, yang berjudul “Impact of Product Packaging in Consumers’ Buying Behaviour” dan terbit di European Journal of Scientific Research, menemukan bahwa “ … kemasan dipandang sebagai bagian dari produk dan konsumen merasa kesulitan memisahkan keduanya.”
Tentu itu semua bukan cuma perkara apa yang bisa dilihat dan diraba, tetapi juga apa yang bisa dirasa.
“Steve [Jobs] dan saya menghabiskan banyak waktu mendesain kemasan,” ujar Jony Ive, Chief Design Officer Apple tahun 1997-2019. “Saya sangat suka proses membuka kemasan apa pun. Kami mendesain ritual membuka kemasan untuk membuat produknya terasa spesial. Kemasan bisa menjadi teater.”
Apple tak cuma punya pemahaman mendalam tentang desain kemasan, tetapi juga perilaku konsumen. Apple tak cuma mendesain kemasan untuk aman di dalam dan menarik di luar, tetapi juga mendesain kemasan untuk menciptakan pengalaman yang mengesankan.
Pengalaman yang mengesankan itu berasal dari rasa mewah yang dihadirkan oleh gesekan dan seretan ketika bagian atas ditarik dari bagian bawah kemasan, serta jeda sepersekian detik sebelum kedua bagian tersebut terpisah dari satu sama lain.
Jeda yang sangat singkat memang, tapi Apple tahu benar efek dari momen super-singkat ini dan mendesain kemasannya seperti itu. Detail yang sangat kecil memang, namun detail-detail kecil di setiap titik, ketika digabungkan, menciptakan “ritual” yang digambarkan Ive, dan semua itu terjadi sebelum piranti elektronik di dalamnya dinyalakan.
Editor: Nuran Wibisono