Menuju konten utama

NU Minta Mantan Aktivis HTI Jangan Dijadikan Musuh

Adanya diskriminasi atau munculnya tindakan persekusi terhadap simpatisan ormas HTI yang mengusung ideologi Khilafah tersebut tidak dibenarkan.

NU Minta Mantan Aktivis HTI Jangan Dijadikan Musuh
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto memberikan keterangan pers terkait pembubaran ormas HTI di kantor DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), di Menteng Dalam, Tebet, Jakarta, Senin (8/5). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah kehilangan anggotanya sejak dibubarkan pemerintah melalui Perppu Ormas beberapa waktu lalu. Menanggapi hal itu, Nahdlatul Ulama (NU) mengimbau, mantan aktivis HTI tidak boleh dijadikan musuh namun perlu dirangkul bersama.

"Yang dibatalkan itu konstruksi organisasi dan status hukum, kita jangan memusuhi anggota HTI-nya," jelas Sekretaris Lembaga Taklif Wan Nasyr NU Syafiq Alielha dalam diskusi "Perppu Ormas Untuk Semua" yang berlangsung di Jakarta, Minggu (23/7/2017)

Dia menilai, adanya diskriminasi atau munculnya tindakan persekusi terhadap simpatisan ormas yang mengusung ideologi Khilafah tersebut tidak dibenarkan.

"Pembubaran organisasi itu sudah cukup melemahkan mereka. Dengan begitu, ideologi mereka saya rasa tidak akan menjadi ancaman lagi buat NKRI," tutur Syafiq sebagaimana dikutip dari Antara.

"Sekarang yang perlu dilakukan adalah mengubah dasar pemikiran mantan HTI agar mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan merangkul mereka untuk meninggalkan ide-ide Khilafah," kata Syafiq.

Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Perppu atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2017, perubahan atas UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 ini dinilai tidak lagi memadai dalam mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, karena tidak adanya asas hukum "contrario actus", yang mana kementerian pemberi izin ormas (Kemenkumham), kemudian juga memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkannya.

Selain itu, dalam UU Ormas pengertian ajaran dan tindakan bertentangan Pancasila dirumuskan secara sempit dan terbatas pada atheisme, komunisme, marxisme dan Leninisme. Padahal sejarah di Indonesia membuktikan ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan atau bertentangan dengan Pancasila.

Penerbitan Perppu Ormas itu kemudian diikuti dengan pencabutan status badan hukum organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Kementerian Hukum dan HAM, pada Rabu (19/7).

Pemerintah menilai HTI yang ingin mengusung pemerintahan berdasarkan Khilafah telah mengancam keutuhan NKRI, sehingga dibubarkan.

Sebelumnya, Ketua Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil menekankan pada semua anggota Ansor dan Banser untuk tidak melakukan hal-hal yang mengarah pada persekusi terkait beredarnya daftar anggota HTI.

“Saya memerintahkan jangan ada persekusi. Bagi anggota Banser, saya minta untuk merangkul dan mengajak mereka (eks anggota HTI) untuk kembali ke NKRI, itu sudah instruksi resmi dari Banser,” ujar Yaqut kepada Tirto, Sabtu (22/7/2017).

Setelah status badan hukum HTI dicabut, beredar dokumen 73 halaman yang memuat tuduhan sekitar 1.300-an daftar pengurus, anggota dan simpatisan organisasi massa tersebut dari 34 provinsi. Dalam daftar tersebut mencantumkan alamat, pekerjaan, hubungan dengan HTI, dan nomor ponsel.

Juru bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan mendapatkan dokumen tersebut beberapa hari lalu. Ia menuturkan, sebagian identitas yang tercantum memang pengurus dari HTI yang berprofesi mulai dari ASN, TNI, Polri dan akademisi serta unsur lainnya.

Baca juga artikel terkait PEMBUBARAN HTI atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari