tirto.id - Rentetan aksi terorisme yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo pada 13 Mei 2018) hingga Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5) membuat sejumlah negara mengeluarkan imbauan perjalanan (travel advice) bagi warganya yang berada di Indonesia.
Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata, Guntur Sakti mengatakan, hingga Selasa (15/5/2018), setidaknya ada 14 negara yang sudah mengeluarkan travel advice itu, yaitu: Inggris, Amerika Serikat, Polandia, Singapura, Kanada, Swiss, Australia, Brazil, Irlandia, Malaysia, Hongkong, Selandia Baru, Filipina, dan Perancis.
“Travel advice adalah hal yang biasa, bentuk kewajiban negara dalam melindungi warganya, sebagaimana Indonesia pernah mengeluarkan travel advice ke beberapa negara dengan status yang berbeda-beda,” kata Guntur kepada Tirto, Kamis (17/5/2018).
Menurut Guntur, travel advice adalah level yang paling rendah dikeluarkan oleh negara, yang sifatnya hanya imbauan untuk warga negaranya agar berhati-hati. “Belum merupakan sebuah tindakan untuk melarang warga negara untuk datang ke suatu negara [lain]” kata Guntur.
Guntur mendaku pihaknya setiap hari memonitor perkembangan sektor pariwisata, baik dari sisi aksesibilitas maupun attraction. “Belum ada dampak signifikan baik terhadap penundaan atau pergeseran jadwal penerbangan, tidak ada sama sekali. Hotel juga okupansinya tidak terlalu tinggi karena momentumnya bertepatan mau Ramadan,” kata Guntur.
Setiap menjelang Ramdan, kata Guntur, okupansi hotel dalam negeri rata-rata memang di bawah 50 persen. “Makanya pak menteri akan meluncurkan program hot deals. [….] Tujuannya untuk menggenjot kunjungan, istilahnya untuk meningkatkan okupansi hotel,” kata Guntur.
Untuk daerah Surabaya sendiri, kata Guntur, memang ada satu festival yang terpaksa dibatalkan oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini karena pertimbangan keamanan dan empati. Sementara di sejumlah daerah lain, tetap berjalan normal.
“Belum ada dampak, kami belum bisa menghitung dampak signifikan karena baik dari sisi aksesibilitas semuanya lancar. Dampak ke ekonomi pendapatan negara belum bisa dihitung. Baru saja tiga hari,” kata dia.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani. Menurut dia, travel advice yang dikeluarkan oleh sejumlah negara setelah rentetan aksi terorisme di beberapa daerah belum memberikan pengaruh terhadap industri wisata.
“Tidak ada pengaruh. Di perhotelan itu relatif kayak kemarin, di Surabaya enggak ada penurunan, enggak ada cancellation. Okupansi di sana masih stabil di 64 persen,” kata Hariyadi kepada Tirto, Kamis (17/5/2018).
Menurut dia, tidak adanya pengaruh ke industri pariwisata dapat terlihat dari jumlah penyewaan hotel di dalam negeri yang relatif normal. Secara keseluruhan, kata dia, tidak ada pembatalan penyewaan hotel dalam waktu dekat ini bersamaan dengan terjadinya aksi terorisme.
“Kalau ada penurunan, itu karena memasuki Ramadan jadi secara alamiah [menurun], seperti pemerintah mengurangi kegiatan pertemuan menyewa hotel. Kemarin bomnya, kan, Minggu sekarang udah hari puasa,” kata Hariyadi.
Hariyadi menuturkan, menjelang Ramadan biasanya okupansi hotel memang mengalami penurunan alamiah. Namun, mendekati Lebaran akan meningkat secara bertahap, terutama di daerah-daerah tujuan mudik, seperti di wilayah Pulau Jawa, dan tujuan liburan, seperti Bali.
“Nanti naik paling enggak seminggu sebelum hari raya. Tapi kalau kota-kota besar seperti Jakarta masih sepi. Mulai normalnya dua minggu setelah hari raya [Lebaran]” kata dia.
Sementara ini, kata dia, pada triwulan I/2018 tepatnya hingga April, kunjungan wisatawan masih cukup bagus dengan pertumbuhan 5-10 persen. “Lebih bagus dari triwulan satu tahun lalu secara rata-rata. Data turis asing kalau saya lihat datanya masih cukup bagus, tapi saya enggak ingat,” kata dia.
Pengamat Pariwisata dari Founder Indonesia Tour Leaders Association (ITLA), Rudiana Jones, mengatakan bahwa industri pariwisata bergeming dengan adanya aksi terorisme yang terjadi di sejumlah daerah menjelang Ramadan secara berentetan.
“Belum ada peng-cancel-an hingga saat ini. Terus terang saat ini masih cukup tinggi, seperti carter flight dari Eropa Timur, Rusia belum di cancel,” kata Rudiana.
Pada dasarnya, kata dia, pada bulan-bulan ini jumlah wisatawan asing tidak terlalu banyak, jika dibandingkan dengan liburan musim panas dan libur sekolah di luar negeri yang jatuh pada Juni.
“Bulan ini untuk sebagian negara tidak terlalu ramai memang dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Ada penurunan, tapi enggak signifikan, 5-8 persen saja kalau kita hitung secara average. Kebanyakan grupnya mereka [wisman] datang pada Juni untuk grup summer, school holiday," kata Rudiana.
Mempertanyakan Keamanan
Kendati belum ada penurunan wisman akibat aksi terorisme tersebut, akan tetapi Rudiana mengatakan mulai muncul banyak pertanyaan dari para wisman kepada pihaknya terkait kondisi keamanan Indonesia.
Rudiana mengatakan pertanyaan bervariatif, ada yang mudah dan ada juga yang sulit untuk dijawab. Menurut dia, pertanyaan yang mudah dijawab seperti “situasi apa yang terjadi di Indonesia?”
“Kalau [pertanyaannya], itu kami bisa langsung jawab,” kata Rudiana.
Akan tetapi, jika pertanyaannya sudah lebih spesifik, misalnya “grup saya tanggal sekian aman enggak?" Kemudian, kata Rudiana, mereka pasti akan mengajukan pertanyaan lainnya, misalnya “adakah garansi untuk mereka saat datang,” dan “enggak akan terjadi apa-apa?”.
“[Pertanyaan] itu repot buat kami [jawab]. Itu sudah lebih spesifik. Ketika mereka minta jaminan dari pemerintah atau mereka mau minta travel banned dari pemerintah itu yang agak susah karena yang bepergian, kan, mengarahnya ke situ,” kata Rudiana.
Menurut Rudiana, pertanyaan-pertanyaan itu berasal dari banyak negara. “Hampir semua negara mempertanyakan situasi keamanan wisata Indonesia, enggak hanya negara yang telah memberikan travel advice. Tergantung klien kami,” kata Rudiana.
Saat ini, kata Rudiana, mungkin belum terlihat jelas dampaknya seperti apa atas beberapa rentetan aksi terorisme yang terjadi minggu kemarin. Karena itu, ia berharap, dalam waktu dekat ini tidak lagi terjadi aksi serupa.
“Harapannya 2-3 hari ke depan tidak akan ada lagi kejadian serupa. Itu yang paling penting. Kalau tiap hari ada gini-gini [aksi terorisme] pasti sebentar lagi [sektor wisata] kita akan kena dampaknya lebih dalam,” kata Rudiana.
Merespons kekhawatiran itu, Guntur Sakti mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai antisipasi. Misalnya, Kemenpar tetap siaga mengamankan objek-objek vital untuk mencegah terjadinya kembali aksi teror. Selain itu, pengetatan keamanan di bandara dan hotel juga sudah dilakukan usai teror terjadi.
"Pariwisata, kan, ada di sektor industri, infrastruktur, jadi semuanya sudah melakukan antisipasi-antisipasi ke arah perketatan keamanan," kata Guntur.
Selain itu, Gutur mengatakan pemerintah sudah mengirimkan surat resmi berisi pengumuman kepada negara-negara lain soal apa yang terjadi di Indonesia. Hal ini dilakukan agar negara-negara lain mengetahui perkembangan yang terjadi usai aksi teror di sejumlah daerah.
“Kami sudah mengirimkan official letter untuk memberikan pengumuman bahwasanya di Indonesia sedang terjadi permasalahan seperti ini, dan [bagi] kami, yang paling memungkinkan adalah menyampaikan informasi secara jujur, dan eskalasinya tidak meningkat lagi,” ujar Guntur.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Abdul Aziz & Maulida Sri Handayani