tirto.id - Nadiem Anwar Makarim menjadi sorotan publik sejak dilantik sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf 2019-2024. Lebih-lebih usai dia menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdaka Belajar”, salah satunya penghapusan ujian nasional (UN).
Ujian nasional rencana dihapus pada 2021 dan akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Nadiem mengatakan, 2020 akan menjadi tahun terakhir pelaksanaan ujian nasional yang selalu menjadi “momok” siswa setiap tahun kelulusan.
Asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang selama ini diterapkan dalam ujian nasional, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni: dalam hal literasi dan numerasi.
Literasi yang dimaksud bukan berarti menguji kemampuan membaca, kata Nadiem, tapi juga kemampuan menganalisis suatu bacaan serta memahami konsep di baliknya. Demikian juga uji kemampuan nalar numerasi bukanlah ujian pelajaran matematika, melainkan penekanannya lebih kepada kemampuan menganalisis menggunakan angka.
Sedangkan satu aspek uji lain, yakni Survei Karakter, menurut Nadiem, bukanlah sebuah tes. Aspek ini hanya berisi survei untuk menghimpun seberapa tahu siswa dengan kondisi sekitarnya dan dalam rangka menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter.
“Kita tidak mengetahui apakah asas-asas Pancasila itu benar-benar dirasakan oleh siswa se-Indonesia. Kita akan menanyakan survei-survei untuk mengetahui ekosistem sekolahnya. Bagaimana implementasi gotong royong. Apakah level toleransinya sehat dan baik di sekolah itu?" ujar Nadiem.
Bagaimana Nasib Lembaga Bimbingan Belajar?
Kebijakan Nadiem tersebut setidaknya akan berpengaruh terhadap keberadaan lembaga bimbingan belajar (bimbel). Sebab, mereka selama ini menjadikan ujian nasional sebagai peluang untuk menggaet peserta bimbel.
Meski demikian, sejumlah lembaga bimbel yang diwawancara Tirto mengaku siap beradaptasi dengan sistem baru, termasuk jika ujian nasional benar-benar dihapus seperti yang diungkapkan Nadiem Makarim, pada 11 Desember 2019.
Layanan bimbel online Zenius Education misal. Mereka mengaku siap menghadapi perubahan tersebut.
Co-Founder Zenius Education, Sabda PS mengklaim model pembelajaran yang mereka tawarkan tidak berfokus pada nilai semata, tetapi lebih menekankan pada pengajaran konsep sehingga siswa bisa menghubungkan apa yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.
“Zenius menyambut baik dan mendukung kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Kami yakin kebijakan tersebut dirumuskan secara cermat dan berdasar pada pertimbangan terbaik untuk anak bangsa," ujar dia saat dihubungi reporter Tirto, pada Jumat (13/12/2019).
Hal senada diungkapkan Area Manajer Primagama Jakarta, Adi Mustika. Ia mengaku siap dengan perubahan ujian nasional.
Menurut Adi, format ujian nasional sudah senantiasa berubah sejak era Ujian Negara, Ebtanas, hingga format Ujian Nasional. Hal itu, kata dia, membuat lembaganya sudah tak kaget lagi dengan berbagai perubahan tersebut.
Terkait dengan tes asesmen yang dicanangkan Mendikbud Nadiem, dia mengatakan, telah menyiapkan rencana. Salah satunya dengan menekankan pada pengajaran di bidang matematika untuk membantu siswa menghadapi uji kemampuan numerasi dan pengajaran di bidang bahasa untuk uji kemampuan literasi.
“Pada intinya Primagama tetap mengikuti semua perkembangan ada kebijakan apa pun dari pemerintah kami siap mengantisipais dalam bentuk layanan maksimal ke siswa,” kata Adi saat dihubungi reporter Tirto.
Adi pun mengaku saat ini lembaganya masih terus melihat kebutuhan dari siswa.
Berkaca pada 2015, pemerintah memang sudah tidak menjadikan nilai UN sebagai penentu kelulusan. Hanya saja, nilai UN masih digunakan untuk seleksi sekolah di jenjang berikutnya.
Karena itu, kata Adi, masih banyak siswa yang mendaftar dan pihaknya mendorong siswa mendapat nilai UN yang tinggi.
Menuai Pro dan Kontra
Namun, ide Nadiem Makarim ini tetap menuai pro dan kontra. Wakil Presiden 2014-2019 Jusuf Kalla (JK) bahkan memberikan tanggapan mengenai rencana penghapusan ujian nasional tersebut.
“Nanti kita bicarakan itu [soal rencana penghapusan UN]. Jangan menciptakan generasi muda yang lembek, agar semua belajar dan pentinglah itu," kata JK saat menghadiri pengukuhan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjadi guru besar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (12/12/2019).
Kritik senada diungkapkan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Syafii Maarif. Ia meminta rencana Mendikbud Nadiem Makarim menghapus ujian nasional tidak diputuskan secara tergesa-gesa serta perlu kajian mendalam.
“Jangan serampangan [menghapus UN]. [Pendidikan] ini bukan Gojek,” kata Syafii seperti dikutip Antara.
Menurut Syafii, rencana penghapusan UN tidak bisa direalisasikan secara instan. Sebab, kata dia, rencana itu harus diputuskan secara hati-hati serta perlu ditinjau dari berbagai perspektif.
“Harus dikaji ulang secara mendalam dengan melibatkan pakar pendidikan yang mengerti betul itu ya," kata dia.
Syafii khawatir jika akhirnya dihapus, UN yang selama ini dipandang sebagai penjaga mutu belajar siswa, akhirnya akan membuat para siswa tidak sungguh-sungguh lagi dalam belajar.
“Di mana-mana ujian nasional itu ada. Untuk menjaga mutu," kata dia.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo mendukung penuh keputusan penghapusan ujian nasional yang dilakukan Nadiem. Menurut dia, keputusan tersebut sudah matang dan penuh perhitungan.
Nantinya, kata Jokowi, setiap sekolah akan memiliki penilaian yang komprehensif soal ujian yang dilakukan untuk anak didiknya.
“Kami mendukung apa yang sudah diputuskan mendikbud, artinya mau tidak mau nanti setiap sekolah akan ada angka-angkanya, yang angkanya di bawah grade tentu saja harus diperbaiki dan diinjeksi [pendidikan] sehingga bisa naik levelnya, akan kelihatan sekolah mana yang perlu disuntik," ujarnya di KM 38 Karawang, Jawa Barat Kamis (12/12/2109).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz