tirto.id - Dibandingkan dengan tahun lalu, pasar mobil Indonesia pada semester I/2019 terbilang lebih lesu. Pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan kondisi politik yang tidak stabil menjelang pemilu jadi faktor utama berkurangnya raihan penjualan industri otomotif. Tercatat sepanjang Januari sampai Juni 2019, kondisinya anjlok 15 persen.
Hal ini dikatakan oleh Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto seusai prosesi pembukaan pameran GIIAS 2019 di ICE BSD City, Tangerang, Banten (18/7). "Kami melihat ada dua faktor, pertama pertumbuhan ekonomi tidak seperti yang kami inginkan. Kedua, adanya konsentrasi masyarakat ke pemilu membuat membuat mereka belum terpikir beli mobil atau ganti mobil," katanya.
Data Gaikindo memperlihatkan penjualan mobil secara wholesales pada semester I/2018 mencapai 553.773 unit. Sedangkan pada periode yang sama tahun ini angkanya hanya 481.577 unit. Jongkie berujar, penurunan terjadi merata di seluruh merek dan secara market share kondisinya masih mirip dengan tahun lalu.
Walau begitu, Jongkie optimistis target Gaikindo sebesar 1,15 juta kendaraan sampai akhir tahun masih bisa tercapai. Makanya sejumlah pabrikan berlomba-lomba meluncurkan model terbarunya di GIIAS 2019 sebagai stimulus, meski kondisi pasar belum dapat diprediksi ke depannya. Gaikindo dan APM punya harapan besar pada ajang tahunan ini dalam mengembalikan kondisi pasar ke arah yang lebih baik.
Lantas, bagaimana dengan pasar mobil mewah?
SUV Jadi Andalan
Di Indonesia sendiri pasar kendaraan roda empat mayoritas berada di segmen MPV. Segmen kendaraan tujuh penumpang ini masih menjadi favorit sebagian konsumen Tanah Air. Di bawahnya terdapat SUV yang belakangan punya potensi besar, sebab pertumbuhannya terus meningkat dari waktu ke waktu.
Sementara sisanya jadi bagian sedan dan hatchback yang secara market hanya mengambil porsi sekitar 1 sampai 3 persen setahun. Kedua segmen kendaraan ini trennya memang terus menurun, namun diklaim masih punya pasar. Faktor ini yang membuat beberapa pabrikan masih menawarkan model-model sedannya di barisan kendaraan baru.
"Loyalis sedan itu masih ada, khususnya mereka yang eksekutif. Yang enggak mungkin pakai MPV atau SUV ke kantor, pilihannya pasti sedan. Memang kecil, tapi tetap ada," imbuh Jonfis Fandy, Marketing & After Sales Service Director PT Honda Prospect Motor.
Penjualan sedan secara umum memang terus mengalami penurunan minat, namun hal ini tak membuat pabrikan kendaraan mewah seperti BMW yang terkenal akan sedannya hilang semangat. Seperti diketahui, di ajang GIIAS 2019, BMW memajang sekitar 20 mobil, 11 di antaranya merupakan model terbaru.
Salah satunya adalah BMW Seri 3 G20, model sedan yang paling diminati di dunia dan Indonesia. Selain itu, ada pula BMW Seri 5 terbaru, serta Seri 7 yang menjadi kendaraan paling mewah nan canggih dari produsen kendaraan asal Jerman.
Melansir data wholesales Gaikindo tahun 2018, penjualan sedan BMW mencatat angka 1.310 unit. Angka ini masih lebih besar dari model-model SUV. Namun, penjualan model kendaraan yang lagi naik daun itu tak bisa dianggap remeh, sebab angkanya sudah mencapai 1.038 unit. Hanya berselisih 272 unit.
Vice President Sales BMW Indonesia Bayu Riyanto mengatakan bahwa kontribusi penjualan model-model SUV mencapai 43 persen pada 2018 dan trennya terus meningkat sampai saat ini.
"Kami menciptakan SUV premium. Jadi tidak masalah mau SUV atau sedan. Semuanya dibangun dari basis yang sama," katanya saat ditemui Tirto di ajang GIIAS 2019. "Kami melihat ada market yang luar biasa dari SUV. Apalagi bila kontur di Indonesia dikaitkan dengan market maka memang cocok dengan SUV."
Situasi pasar ini pula yang mendasari BMW menyediakan line-up lengkap di segmen SUV, mulai dari X1 hingga yang terbaru X7.
Lain halnya dari pabrikan Lexus, mereka mengklaim telah mendapat 22 persen pangsa pasar di antara pabrikan mobil mewah seperti BMW, Mercedes-Benz, dan Audi. General Manager Lexus Indonesia Adrian Tirtadjaja mengatakan jika pasar mobil mewah di Indonesia akan selalu ada dan stabil. Hal ini karena segmen premium cars disebut tak akan terpengaruh oleh kondisi ekonomi.
"Orang-orang Indonesia yang bisa disebut luxury family adalah orang-orang yang sudah established sejak zaman dulu. Mereka tuh unik, kalau lagi stres, bisnisnya lagi rugi, mereka malah beli mobil mewah sebagai faktor leisure mereka," kata Adrian masih di GIIAS 2019.
Mengenai tren SUV yang tengah berkembang, Lexus tak memungkiri bahwa model-model tersebut lebih dicari konsumen saat ini. Menurut Adrian, kini keadaan memang sudah berubah. Jika dulu pasar mobil mewah punya komposisi 70 persen sedan dan 30 persen SUV, maka kini komposisinya menjadi sekitar 51 persen SUV dan 49 persen sedan.
"SUV dan crossover adalah the future luxury car. Lexus di Indonesia sendiri lebih kepada SUV terutama RX series. Tapi dengan adanya ES 250 Hybrid, itu permintaannya tinggi sekali, sayangnya kami kekurangan suplai dari global karena bukan prioritas. Ke depan, saya yakin sedan juga semakin bagus, jadi bisa seimbang nantinya seperti umumnya karakter luxury market," terangnya.
Di Indonesia, Adrian mengatakan penjualan Lexus pada 2018 berkisar 1.300 sampai 1.400 unit. Dari seluruh model, Lexus RX yang notabene sebuah SUV mendominasi hingga 80 persen. Ucapan Adrian senada dengan data wholesales Gaikindo yang mencatat penjualan SUV Lexus tahun lalu meraih 1.195 unit, sementara tipe sedannya 115 unit.
Loyalitas Konsumen
Kunci penjualan pada kendaraan mewah adalah loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Konsumen yang loyal adalah mereka yang melakukan pembelian berulang, dan hal ini merupakan salah satu hal berharga bagi perusahaan. Konsumen-konsumen loyal ini disebut menjadi pondasi utama dalam melanggengkan penjualan mobil mewah.
Vice President of Data & Analytics J.D. Power Tyson Jominy dalam keterangan resminya mengatakan jika konsumen menjadi ukuran terpenting bagi produsen otomotif. "Pelanggan dapat menjadi brand ambassadors. Ketika sebuah merek dapat terhubung secara emosional dengan pemilik melalui kendaraan, akan lebih besar kemungkinan dari pemilik itu untuk kembali dan membeli lagi merek yang sama,” ujarnya.
Sebagai catatan, J.D. Power merupakan periset otomotif ternama. Setiap tahun, mereka melakukan survei terhadap konsumen tentang ketergantungan produk, kualitas, dan performanya saat dimiliki.
Dalam "Studi Loyalitas Merek Otomotif di AS" yang mereka rilis tahun ini, tingkat loyalitas konsumen tertinggi diraih merek Lexus yang mendapat 47,6 persen. Sementara posisi kedua ditempati Mercedes-Benz dengan angka 44,2 persen, dan ketiga ada BMW yang mendapat 43,6 persen. Merek Jaguar jadi yang paling tidak disukai pembeli dengan tingkat loyalitas terendah 20,6 persen.
Catatan singkat, studi tersebut dilakukan terhadap sekitar 13 merek mobil mewah yang dijual di Amerika Serikat.
Kurangnya pelanggan setia Jaguar tentu sangat merugikan perusahaan induknya, Tata Motors. Pada 2018, Jaguar Land Rover menjual 592.708 unit kendaraan. Padahal, di tahun 2017, menurut laporan The Drive, Jaguar Land Rover dapat menjual 621.109 unit.
Layanan purna jual yang kurang mumpuni disinyalir jadi salah satu penyebab pabrikan tersebut tak meraih hasil maksimal pada 2018. Jaguar pun harus mengalami kerugian, meski jajaran produk SUV-SUV baru mereka sebetulnya telah menjawab keinginan konsumen.
Lexus yang menjadi merek mobil mewah dengan tingkat loyalitas tertinggi di AS seperti lebih handal membaca pasar. Bahkan di Indonesia, layanan Lexus terbilang tak biasa. Salah satunya tempat parkir khusus bagi mobil-mobil Lexus di beberapa hotel dan mal di Jakarta yang jumlahnya mencapai 50 tempat parkir di setiap lokasi. Ada pula layanan Lexus Concierge Service bagi pelanggan di manapun mereka berada.
"Buat kami sebenarnya strateginya begini, karena kami ingin menjadi aspirational brand untuk otomotif global. Dan menurut kami mobil itu bukan hanya sebuah produk, tapi dari total ownership experience package, sebenarnya. Makanya banyak orang sudah bisa punya mobil mewah, tapi cari parkir di mal masih susah. Kalau Lexus, dia bisa parkir di lobi-lobi hotel atau mal, karena kami sediakan privilege," jelas Adrian.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara
