tirto.id - Partai politik pengusung Novi Rahman Hidayat dalam Pilkada Nganjuk 2018 seolah meninggalkannya ketika kena operasi tangkap tangan (OTT) pada Minggu (9/5/2021). Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Novi kompak menyatakan bahwa ia bukan kader dan tidak punya kartu anggota kedua partai.
"Kalau saya melihat di video mengakunya dari PDIP. Tidak ada KTA (dari PKB)," kata Ketua DPC PKB Nganjuk, Ulum Basthomi, Senin (10/5). PDIP juga menampik. “Bukan anggota dan tidak ber-KTA PDI Perjuangan," ujar Ketua DPP PDIP Perjuanga, Djarot Saiful Hidayat.
Padahal dalam berbagai pemberitaan, nama Bupati Novi tercantum dalam kepengurusan DPW PKB Jawa Timur periode 2021-2026. Ia juga dengan jelas diusung oleh PKB, PDIP dan Partai Hanura dalam Pibup Nganjuk periode 2018-2023, merujuk dokumen Komisi Pemilihan Umum.
OTT terhadap Novi meruntuhkan citra baiknya selama memimpin Nganjuk, kabupaten di bagian barat Provinsi Jawa Timur. Novi, merupakan putra daerah kelahiran Nganjuk 2 April 1980. Novi malang melintang sejak 2003 dalam usaha simpan pinjam. Dengan puluhan ribu karyawan, Bupati Novi disebut punya daya tawar dalam pilbup. Ia menggerakkan seluruh karyawan untuk memasang fotonya di seantera Nganjuk.
Ketika mendaftar pilbup juga terungkap portofolio pekerjaannya. Ia menjabat komisaris dan direksi perusahaan kredit hingga sawit hingga sekarang. Karena itu, wajar saja harta dan kekayaannya yang dilaporkan ke KPK menyentuh angka Rp116 miliar. Namun, yang tidak wajar adalah ia kemudian menerima suap dari anak buahnya di jajaran kecamatan hingga desa.
Tarif Jabatan
Dalam OTT pada Minggu lalu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Reserse Kriminal Polri. Ada 10 orang ditangkap. Kemudian tujuh di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Barang bukti dalam OTT pada sepertiga bulan Ramadan itu, disita Rp647.900.000 yang disimpan oleh Novi dalam brankas pribadinya. Rincian tersangka sebagai berikut:
- Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat, penerima suap
- Izza Muhtadin selaku ajudan Bupati Nganjuk dan perantara suap
- Dupriono, Camat Pace, penyuap
- Edie Srijato, Camat Tanjunganom dan Plt Camat Sukomoro, penyuap
- Bambang Subagio, Camat Loceret, penyuap
- Haryanto Camat Berbek, penyuap
- Tri Basuki Widodo sebagai mantan Camat Sukomoro, penyuap.
“Untuk semua desa, perangkatnya itu membayar,” kata Agus dalam konferensi pers di gedung KPK, Senin (10/5).
KPK dan Bareskrim Berbagi Tugas
Seorang pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan disebut memimpin OTT Nganjuk, tetapi saat informasi ini ditanyakan ke pimpinan KPK dalam konferensi pers tidak ada jawaban.
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mengatakan KPK menerima laporan dugaan jual beli jabatan untuk perangkat desa dan camat sejak Maret 2021. Pada saat sama Bareskrim juga menerima laporan. Ketika akan menindak, kedua lembaga saling koordinasi dan sepakat untuk kerja sama. Terhitung sudah empat kali pertemuan antara KPK dan Bareskrim sebelum menggelar OTT.
“Untuk efektivitas dan percepatan maka penyelesaian perkara akan dilanjutkan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri. KPK akan melakukan supervisi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki KPK,” ungkap Lili.
Lewat kerja sama itu para penyidik di lapangan gerak cepat. Mereka sudah menyegel ruang Badan Kepegawaian Daerah dan mencari dokumen yang diperlukan. Para tersangka yang sudah ditetapkan juga akan dibawa ke Jakarta untuk ditahan.
Menurut Komjen Agus mengatakan para tersangka akan sampai di kantor Bareskrim pada hari ini, Selasa (11/5) setelah menempuh peralanan darat karena tidak mungkin lewat udara saat larangan mudik.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino