tirto.id - Pestisida beracun ditemukan dalam nasi pemberkatan di kuil Hindu di India Selatan dan telah menewaskan sedikitnya 15 orang dan 100 korban lainnya telah menjalani perawatan di rumah sakit.
Kejadian yang mulai terjadi pekan lalu ini disampaikan polisi setempat pada Selasa (18/12/2018) sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Uji laboratorium menunjukkan, dalam sampel makanan dan muntahan korban terdapat adanya monocrotophos, satu jenis pestisida yang menyerang sistem saraf.
"Kami mencoba mencari tahu bagaimana makanan itu bisa terkontaminasi. Kami telah menahan beberapa orang dan melakukan investigasi lebih lanjut," kata kepala polisi distrik Chamrajnagar, Dharmender Kumar Meena, dilansir Al Jazeera.
Pestisida yang sama bertanggung jawab atas kematian 23 anak sekolah di negara bagian timur Bihar pada tahun 2013, salah satu keracunan massal terburuk di India.
Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh minyak goreng yang disimpan dalam wadah yang sebelumnya digunakan untuk menyimpan monocrotophos.
Monocrotophos sendiri merupakan zat anti hama untuk kutu daun untuk ulat, tungau, ngengat, penggerek batang dan belalang pada tanaman seperti kapas, beras dan tebu.
Gejala keracunan monocrotophos sendiri bisa termasuk berkeringat, mual, muntah, penglihatan kabur dan berbusa di mulut.
Sementara itu, WHO menjelaskan, dengan menelan 120 miligram monocrotophos atau seberat sekitar lima butir beras saja, bisa berakibat fatal.
Sebelumnya, dalam laporan 2009, badan kesehatan PBB telah mendesak India untuk melarang penggunaan pestisida, sama seperti pelarangan yang dilakukan Amerika Serikat, Uni Eropa dan berbagai negara Asia lainnya.
Namun India berencana untuk terus mengizinkan penggunaannya dalam tanaman non-sayuran karena zat ini efektif dan lebih murah.
Di pasaran, monocrotophos dijual hanya sekitar 50 rupee (70 sen AS) per kilogram, sementara bahan alternatif pembasmi hama yang dilegalkan lainnya akan menelan biaya hingga 20.000 rupee, kata Pranjib Kumar Chakrabarty, asisten direktur jenderal Dewan Penelitian Pertanian India yang dikelola negara.
"Para petani ingin tetap menggunakannya. Zat ini aman selama cara pakainya diikuti dengan baik dan tidak digunakan dalam sayuran," kata Chakrabarty kepada kantor berita Reuters sebagaimana dilansir Encyclopedic.
Editor: Yulaika Ramadhani