tirto.id -
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto dalam keterangan kepada pewarta, Kamis (1/3/2018), menyampaikan dugaan itu berdasarkan fakta bahwa menjelang Pilkada serentak 2018, setiap pihak yang ingin kekuasaan sedang berusaha menjatuhkan lawan politiknya.
"Pasti ada [hubungan dengan Pilkada 2018], ini kan Pak Kapolri selalu mengingatkan bahwa awal tahun ini seluruh parpol telah memanaskan mesin politik. Semua yang berkepentingan yang terkait Pilkada memanaskan mesinnya tapi jangan sampai overheat," kata Setyo di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta.
Polri yakin bakal bisa mengungkap kasus ini hingga tuntas setelah penyelidikan lebih mendalam. "Ini sedang kami dalami artinya kalau ingin terbukti konspirasi, nanti akan terlihat, siapa berbuat apa, siapa bertanggungjawab kepada siapa, nanti akan ketahuan. Kami akan ungkap semua," tegas Setyo.
Kendati demikian, Polri tak mau berspekulasi terkait nama-nama pemesan atau pemodal dari MCA. Menurut Setyo, Polri butuh bukti dan data sebelum menyebutkan nama-nama mereka.
"Saya tidak bisa mengatakan ada indikasi atau tidak, tetapi fakta yang ada bahwa kita sudah temukan beberapa orang yang terkait juga," ujar Setyo.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran juga mengaku, kemungkinan besar motif penyebaran hoaks MCA adalah politik. Lantaran itu, Polri terus memburu pelaku utama.
Polisi telah membekuk 14 orang terduga penyebar hoaks dan ujaran kebencian pada medio 2017-2018. Mereka diduga berafiliasi dengan Muslim Cyber Army.
Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menggagalkan kemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.
Setelah Pilkada 2017, MCA tetap melakukan kegiatan untuk menjatuhkan oposisi politiknya. Saat ini, MCA menyerang pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Cara kerja mereka dengan mengembangkan isu penganiayaan ulama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Agung DH