tirto.id - Busyro Muqoddas, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum HAM dan Hikmah, merespons aksi sengketa lahan tanah oleh warga Jorong Pigogah Pati Bubur, Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat terhadap Gubernur Sumatera Barat.
Buntut dari aksi tersebut adalah pembubaran massa dan penangkapan 18 orang oleh polisi di Masjid Raya Sumatra Barat.
“Pemerintah beserta aparat kepolisian harus menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga Air Bangis yang tinggal di atas lahan seluas 30.162 hektare sehingga mereka masih bisa kembali ke kampung halaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk pemanfaatan hasil alam sebagai mata pencaharian hidup,” kata Busyro, dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu, 8 Agustus 2023.
Maka aparat pemerintah yang masih berada di sekitar lahan masyarakat, untuk dapat ditarik agar situasi intimidasi hilang dari pandangan masyarakat. Kemudian ia meminta para pihak mengedepankan cara-cara damai dalam bermusyawarah antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat adat setempat untuk mencari solusi terbaik tanpa adanya tindakan kekerasan.
Pelibatan masyarakat secara luas menjadi kunci utama dalam penyelesaian konflik agraria dengan tetap mempertimbangkan aspek analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan dampak perekonomian terhadap masyarakat setempat.
Kemudian, siapapun yang masuk ke dalam masjid sebagai rumah ibadah Islam, mereka harus menaati aturan yang berlaku sehingga tidak melukai perasaan dan hati kaum muslim.
“Muhammadiyah Sumatra Barat telah membentuk Tim 13 yang diketuai oleh Ki Jal Atri Tanjung, yang bertugas melakukan kajian, investigasi, dan pencarian fakta terhadap kasus konflik agraria ini dan terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai pihak,” terang Busyro.
Muhammadiyah pun mengajak kepada pemerintah dan semua pihak untuk mendampingi warga Air Bangis yang terdampak sehingga mereka mendapatkan keadilan secara hukum dan politik sebagai warga negara Indonesia.
Semua bermula ketika masyarakat akan menentukan sikap setelah ada hasil audiensi dari Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi, karena perwakilan warga dan mahasiswa sedang melakukan dialog dengan pihak pemerintah provinsi.
Sembari menunggu dialog yang berjalan, masyarakat Air Bangis menunggu sembari berselawat di area masjid raya, bersama dengan pendamping hukum dari LBH Padang dan PBHI Sumatra Barat.
Belum selesai dialog, jajaran Polda Sumatra Barat melakukan tindakan represif. Polisi membubarkan paksa masyarakat dan pendamping yang berada di dalam masjid raya.
Tindakan kepolisian merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM karena upaya paksa tersebut jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan Kemerdekaan menyampaikan Pendapat dimuka umum sebagaimana UUD 1945, DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik, UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka umum dan UU HAM.
"Tindakan tersebut juga melanggar peraturan internal kepolisian yakni Perkap Nomor 9 Tahun 2008 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009. Secara khusus tindakan Polda Sumatra Barat yang juga melakukan upaya paksa secara sewenang-wenang terhadap pendamping hukum, juga merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap konstitusi, UU Bantuan Hukum, UU Advokat, UU HAM serta KUHAP," jelas Muhamad Isnur, Ketua YLBHI, Sabtu, 5 Agustus.
Massa menuntut Mahyeldi untuk membatalkan rencana Proyek Strategis Nasional dan menyelesaikan konflik agraria di Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat. Sejak 31 Juli 2023, mereka menginap di masjid raya. Massa menuntut pemprov menghentikan intimidasi terhadap masyarakat Air Bangis yang tinggal di kawasan hutan, termasuk meminta kepolisian setempat membebaskan warga yang ditahan.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky