Menuju konten utama

Mudik Dilarang Pemerintah Pusat, Pemprov DKI Harus Bagaimana?

DKI perlu menerapkan lagi SIKM agar tak ada lagi yang nekat mudik setelah dilarang pemerintah pusat.

Mudik Dilarang Pemerintah Pusat, Pemprov DKI Harus Bagaimana?
Pemudik dari Pulau Rupat Utara tiba di Pelabuhan Rakyat Sungai Dumai, Riau, Rabu (10/2/2021). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.

tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi melarang mudik Lebaran 2021 mulai 6 sampai 17 Mei 2021 dalam rangka menekan penyebaran COVID-19. Agar kebijakan tersebut efektif, para ahli kesehatan masyarakat menyarankan agar pemerintah daerah, khususnya Jakarta sebagai episentrum virus sekaligus sentra masyarakat urban, memberlakukan surat izin keluar masuk (SIKM).

Menteri Koordinator PMK Muhadjir Effendy mengatakan pada Jumat (26/3/2021) lalu bahwa larangan mudik "berlaku untuk seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, karyawan swasta, maupun pekerja mandiri dan juga seluruh masyarakat." Mereka dilarang keluar kecuali betul-betul dalam keadaan mendesak.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu mengatakan kebijakan dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan kasus seperti yang kerap terjadi setelah libur panjang. Selain itu juga dalam rangka memaksimalkan program vaksinasi. "Sehingga upaya vaksinasi yang sudah dilakukan bisa menghasilkan kondisi kesehatan yang semaksimal mungkin sesuai dengan yang diharapkan," kata dia.

Selama larangan, Muhadjir mengatakan pemerintah mungkin akan kambali memberikan bantuan sosial. "Pemberian bansos akan disesuaikan waktunya dan pemberian bantuan khusus untuk Jabodetabek seperti tahun lalu akan ditentukan kemudian," katanya.

Epidemiolog sekaligus peneliti dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Mouhamad Bigwanto mengatakan Jakarta perlu memberlakukan SIKM seperti tahun lalu karena "[di] DKI banyak pendatang, pasti banyak yang mudik."

Kebijakan yang dimaksud dikeluarkan Gubernur DKI Anies Baswedan, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi DKI Jakarta dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19, pada 14 Mei 2020. Peraturan itu mengatur tentang syarat-syarat orang boleh keluar-masuk wilayah DKI.

Ada sanksi pula bagi yang tidak memiliki SIKM. Orang yang mau masuk Jakarta tetapi tidak memiliki SIKM akan diarahkan untuk kembali ke tempat asal. Pilihan lain adalah mereka boleh masuk tetapi harus dikarantina selama 14 hari di tempat yang ditunjuk Gugus Tugas COVID-19 Provinsi DKI dengan biaya sendiri.

Pada tahun ini, Bigwanto meminta Anies membatasi pihak yang diberikan SIKM, yakni hanya mereka yang memenuhi kriteria keperluan darurat. Misalnya warga yang harus berobat ke luar kota, atau perjalanan dinas petugas kesehatan, atau pelaku sektor usaha yang diprioritaskan pemerintah.

"Sehingga masyarakat mengetahui kriteria apa saja yang mendapat SIKM, jadi tidak diberi harapan palsu," kata Bigwanto kepada reporter Tirto, Senin (29/3/2021).

Kemudian pemerintah juga perlu melarang moda transportasi untuk mengangkut penumpang kecuali yang memiliki SIKM dan pengiriman barang. Lalu, Pemprov DKI mengerahkan petugas dinas perhubungan hingga polisi untuk melakukan pengawasan di lokasi strategis seperti di terminal, bandara, stasiun, jalan tol, hingga jalan penghubung antar kota antar provinsi.

"Jangan sampai dilarang, tapi ujung-ujungnya petugas kecolongan. Biasanya pas pergantian jam jaga, pengawasan kendor, petugas kecolongan," katanya.

Untuk mengantisipasi 'kebocoran', Bigwanto juga menyarankan agar pemerintah pusat menginstruksikan pemerintah daerah, terutama pengurus wilayah seperti RT/RW, mendata mereka yang baru datang dari luar kota.

"Ketika dia lolos di kampung, jangan sampai lolos juga dari pantauan RT. Terus RT bisa upaya pencegahan, harus tes dulu. Jadi pemerintah harus menggaet sampai RT/RW," terangnya.

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono juga mengatakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberlakukan SIKM. Meski begitu dia punya sejumlah catatan.

"Kalau DKI mungkin pengin buat SIKM atau punya cara lain. Tapi keputusan tetap di pemerintah pusat, mereka mengizinkan atau tidak," kata Pandu kepada reporter Tirto, Senin.

Kemudian Pandu menyarankan agar pemerintah juga mengevaluasi kebijakan SIKM tahun lalu sebelum mengimplementasikannya kembali di tahun ini. "Supaya tidak membuat kesalahpahaman yang sama dua kali," tuturnya.

Tahun lalu Presiden Joko Widodo sempat membuat bingung masyarakat karena membedakan mudik dan pulang kampung. Ketika itu dia ditanya Najwa Shihab soal banyaknya warga ibu kota yang sudah mudik jauh sebelum Lebaran.

Tahun lalu juga banyak yang lolos lewat 'jalan tikus'. Para pemudik mengelabui petugas dan berhasil lolos ke kampung halamannya melalui jalur tersebut. Untuk itu pada tahun ini Pandu meminta aparat "melakukakan razia juga di jalan tikus." "Tapi pertanyaannya, punya SDM buat memantau itu?"

Senada dengan kedua ahli, anggota Komisi E DPRD DKI Jhonny Simanjuntak meminta Gubernur Anies memberlakukan SIKM. "Sosialisasinya juga harus digencarkan agar masyarakat mengetahui dan tidak nekat mudik," kata Jhonny kepada reorter Tirto, Senin.

Setelah momen lebaran usai, politikus dari PDI-P itu meminta Pemprov DKI untuk menggencarkan testing, tracing, dan treatment (3T) untuk mengantisipasi penyebaran virus dari daerah dan menimbulkan klaster.

Anies: Akan Dikaji

Pernyataan Gubernur Anies mengindikasikan SIKM pasti akan diberlakukan lagi. Hanya saja dia mengatakan tengah mengkaji dasar hukumnya. "Tahun ini kita lihat apakah menggunakan pergub yang sama (Pergub 47/2020) atau nanti ada aturan baru dari pemerintah pusat yang menjadi rujukan," kata Anies, Minggu (28/3/2021).

Sementara Wakil Gubernur Riza Patria mengatakan akan mengumumkan apakah memberlakukan SIKM atau tidak setelah PPKM Mikro atau 5 April. "Akan kami rumuskan diperlukan atau tidak SIKM atau upaya apa yang nanti akan diambil Pemprov DKI atau pemerintah lainnya," kata Riza, Senin.

Ketua DPD Jakarta Partai Gerindra itu mengatakan aturan akan dibuat berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan sebelumnya dan juga masukan para ahli, epidemiolog, serta koordinasi dengan daerah lain, termasuk pemerintah pusat.

"Termasuk dengar masukan dari warga dan kritiknya," tuturnya.

Baca juga artikel terkait MUDIK LEBARAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino