tirto.id - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pesimistis dengan rencana Kementerian Perhubungan untuk mengoperasikan O-Bahn sebagai mode transportasi umum baru.
Wakil Ketua MTI Djoko Setijowarno menjelaskan, rencana ini akan sulit dilakukan karena membutuhkan biaya yang mahal untuk prasarana dan teknologinya.
Misalnya, pada suatu wilayah, pemerintah daerah harus membangun infrastruktur jalan baru berupa rel atau terowongan untuk menyediakan jalur khusus bagi konsep baru ini.
Djoko mengatakan, tidak semua pemerintah daerah memiliki anggaran sebesar itu sehingga menjadi keterbatasan. Kalau pun pemerintah pusat ingin campur tangan, ia juga ragu bila alokasi keuangan negara juga dapat menutupi besarnya perkiraan kebutuhan anggaran ini.
“Teknologi yang tidak murah, masih asing di Indonesia, butuh waktu menyiapkan prasarana pendukung dan mempelajari teknologinya. Untuk lima tahun ke depan cukup sebagai wacana saja,” ucap Djoko saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (24/6/2019).
“O-Bhan sebagai transportasi umum untuk mengatasi kemacetan di beberapa kota di Indonesia dengan konsep smart city lebih baik diabaikan saja” tambahnya.
Di samping persoalan biaya, ia pun meragukan pemerintah daerah mau menerapkan konsep tersebut. Sebab pada tahun 2020 saja Direktorat Jenderal Perhubungan Darat akan membenahi angkutan umum di daerah dengan konsep berbeda lagi dengan O-Bahn seperti Buy The Service.
Menurut Djoko, kendala juga akan dialami dari masalah regulasi. Pasalnya, konsep baru ini belum memiliki dasar hukum untuk merealisasikannya.
“Belum tentu pemda mau menerima konsep tersebut. Apalagi regulasi untuk menerapkannya belum ada,” ucap Djoko.
Sebelumnya, Kemenhub memang tengah mengkaji moda transportasi bus baru ini. Ide ini muncul sebagai jawaban atas permintaan Presiden Joko Widodo kepada Kemenhub terkait kemacetan di sejumlah kota besar Indonesia seperti Surabaya, Bandung, Makassar, Medan, Palembang, dan Yogyakarta.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri mengatakan, konsep O Bahn merupakan gabungan dari penggunaan kendaraan Bus Rapid Transit (BRT) dengan Light Rail Transit (LRT) untuk jalur khususnya. Ia mengklaim bahwa pembuatan O Bahn ini dapat mengatasi kemacetan dan menjangkau seluruh area perkotaan.
“Secara umum, berdasarkan referensi, pembangunan O-Bahn itu 20 persen lebih mahal dari busway. Tapi kalau kit alihat dari produktivitas, artinya penumpang per kilometer yang bias diangkut lebih murah,” ucap Zulfikri pada Minggu (24/6/2019) seperti dikutip dalam Antara.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno