tirto.id - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahyudin mendesak pemerintah agar serius menangani dan mengawasi masalah Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal, yang banyak menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
"Pemerintah harus serius terutama imigrasi dan Kementerian Tenaga Kerja yang harus lebih serius mengawasi," ujar Mahyudin di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Lebih lanjut ia menjelaskan, permasalahan TKA bukanlah perkara sulit, hanya membutuhkan koordianasi antar pihak. Terutama yang berkaitan dengan izin para TKA.
"Pemerintah harus menindak tegas oknum yang terlibat meloloskan TKA dan diberikan sanksi. Kami tidak ingin terulang lagi kasus TKA ilegal," ujarnya.
Dia menegaskan, Warga Negara Asing (WNA) tidak bisa bekerja di Indonesia hanya menggunakan visa wisata sehingga harus ada izin kerja.
Mahyudin mengatakan, seharusnya masalah seperti itu tidak terulang lagi dan pemerintah harus bisa tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat.
Menurut dia, para pekerja asing tersebut harus didata ulang untuk mengetahui mana yang ilegal dan legal, serta kalau didapati ilegal maka harus dideportasi.
"WNI di Arab Saudi juga seperti itu, masuk menggunakan visa wisata, namun ternyata bekerja lalu dideportasi," ucapnya.
Sebelumnya, muncul berbagai pemberitaan terkait keberadaan TKA ilegal di Indonesia, misalnya, Polda Banten mengamankan sebanyak 70 orang tenaga kerja asing yang bekerja di perusahaan produksi semen, PT Conch karena diduga telah bekerja secara ilegal.
"Ada laporan dari masyarakat bahwa ada perusahaan di Cilegon yang menggunakan tenaga kerja asing yakni dari China," kata Kabidhumas Polda Banten AKBP Zaenudin di Serang, Banten, Selasa malam (2/8).
Setelah polisi mengecek, ternyata PT Conch yang beralamat di Kecamatan Pulo Ampel, Cilegon, Banten ini telah mempekerjakan 70 orang tenaga kerja ilegal dari Cina.
Selanjutnya polisi berkoordinasi dengan pihak imigrasi Banten untuk menangani puluhan tenaga kerja ilegal tersebut dan ternyata 35 orang di antaranya tidak punya dokumen.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto