Menuju konten utama

Misi Pasukan Z Force Menyusup di Hutan Kalimantan

Saat Perang Pasifik, ada anggota intelijen Z Force dari Australia dan Selandia Baru yang melawan Jepang di hutan Kalimantan.

Misi Pasukan Z Force Menyusup di Hutan Kalimantan
Potret dari anggota Z Special Unit, gabungan tentara Inggris dan Australia di Morotai, September 1945. FOTO/Istimewa

tirto.id - Pada 1945, usianya baru hampir 30 tahun ketika berpangkat mayor. Perang membuat Donald John Stott alias Don Stott cepat naik pangkat. Laki-laki Selandia Baru kelahiran Birkinhead, 23 Oktober 1914 ini masuk militer sejak 1939 (Gabrielle McDonald, New Zealand Secret Heroes: Don Stott and the Z Special Unit, 1991). Semula, dia ditempatkan di Artileri Medan. Sebelum 1945, dia pernah bertugas di Laut Tengah melawan tentara Jerman.

Perang juga membuat seorang pemuda Australia yang sering main kriket bernama Bruce Dooland menjadi seorang sersan militer. Padahal dia semestinya berkarier di lapangan hijau sebagai atlet. Namun, sejarah punya mau lain. Dia saat itu berada di sekitar front Pasifik seperti pemuda-pemuda Australia lainnya, baik yang komunis, konservatif, juga liberal. Mereka harus menenteng bedil melawan fasisme Jepang.

Tak hanya Dooland dan Stott saja yang harus terlibat. Kapten M.T. McMilan, Letnan Bob Morton, Letnan William Dwyer, Sersan L. Farquharson, Sersan G. Houghton, Sersan Bob Dey, dan Sersan Bill Harrock dulunya juga orang sipil. Mereka semua harus menjalani latihan komando, latihan perang non-konvensional. Mereka belajar memasuki garis belakang pertahanan musuh dan bertahan hidup tanpa dukungan logistik teratur dari markas atau jawatan laut.

Misi Ke Samboja

Perintah datang kepada mereka untuk memasuki sebuah pulau besar nan sepi di sekitar Pasifik yang sepanjang pesisirnya dijagai serdadu Jepang. Mereka menjalani misi seperti dalam film Attack Z Force (1982), di mana aktor Australia Mel Gibson berperan sebagai kapten pasukan Komando Australia Paul Kelly. Don Stott dan kawan-kawannya adalah segelintir Z Force sebenarnya yang pernah ada.

SAD Force atau Z Force adalah unit khusus alias pasukan komando intelijen militer gabungan Sekutu dalam Perang Pasifik. Mereka disebar ke beberapa pulau di sekitar Indonesia juga. Rombongan Don Stott kebagian mengintai Balikpapan dari Samboja, sekitar 40 km ke utara dari Balikpapan.

Don Stott dan kawan-kawan berangkat dari Morotai, Maluku Utara, yang telah direbut dari tangan serdadu Jepang pada akhir tahun 1944. Mereka diberangkatkan dalam misi rahasia itu dengan kapal selam menuju Selat Makassar. Serdadu-serdadu komando bule itu ditemani dua pribumi, yang menurut catatan A.B. Feuer dalam buku Australian Commandos: Their Secret War Againts Japanese in World War II (2005), diidentifikasi sebagai Kondoy Dua dan Kondoy Satu.

Pihak militer Sekutu tak mencatat jelas nama mereka. Pasukan ini bergerak sejak 20 Maret 1945. Misi ini awalnya bersandi "Robin," tapi belakangan diganti jadi "Platypus." Mereka berhasil mendarat sekitar 35 mil dari Balikpapan, sekitar Samboja.

Tugas mereka adalah mengumpulkan informasi dan membangun perlawanan dalam rangka merebut kota minyak Balikpapan dari tangan Jepang. Harapan Sekutu, setelah kota minyak ini direbut, akan lebih mudah menyikat serdadu-serdadu Jepang yang ada di Jawa dan sekitarnya.

Menurut sumber lokal Palagan Perebutan Kota Minyak Sanga-sanga (1982) yang cukup banyak bercerita bagaimana Z Force bergerak di Samboja, pasukan penyusup itu beruntung. Mereka bertemu dua nelayan yang bisa diajak bekerja sama: Sapran dan Hasan. Dua nelayan ini tinggal sekitar Samboja. Agar tak ketahuan Jepang, dua nelayan itu mengarahkan perahu para penyusup ke Pantai Sigagu, menghindari Tanjung Pamedas yang ramai. Mereka berada di rawa-rawa penuh nyamuk.

Setelah perahu karet disembunyikan, mereka bergerak cepat ke tempat persembunyian. Di daratan, mereka ditolong lagi oleh para penduduk sekitar yang rela mengangkut barang-barang logistik pasukan penyusup itu.

Di dalam persembunyiannya, menurut catatan A.B. Feuer dalam bukunya, seorang bernama Pa Man ikut mengusahakan makanan pasukan itu makanan dari penduduk. Dari orang-orang kampung, pasukan Z Force itu bisa makan santapan lokal seperti kelapa, nasi, ayam, telur burung, kura-kura, dan juga ikan.

Pasukan ini akhirnya berhubungan dengan Haji Arif sang Kepala Kampung. Kebetulan Kepala Penjawat (Camat), A.R. Arioamidjojo dan Mantri Polisi Haji Amir sedang berada tak jauh dari kampung yang dipimpin Haji Arief.

Sapran dan Haji Arif untuk melapor soal keberadaan pasukan Sekutu. Dua pejabat kelas distrik itu pun setuju untuk membantu Sekutu. Ini tentu kabar gembira. Namun, ketika orang-orang kampung sedang mengangkut logistik pasukan penyusup, seseorang bernama Durahman melihatnya. Sebagai pahlawan fasis Jepang, Durahman pun diam-diam pergi melaporkan situasi itu kepada militer Jepang di Balikpapan.

Malamnya, sekitar pukul 10.00 sekompi pasukan Jepang yang dikirim sudah berada di Tanjung Pemadas. Pasukan itu menyisir Sigagu. Selain itu, sekitar Samboja, Handil, dan Sanga-sanga pun mereka periksai. Selama seminggu pasukan Jepang melakukan pagar betis mengepung hutan, tapi Z Force tak ditemukan juga.

Pasukan Z Force tak ditemukan, orang-orang sipil yang dianggap terlibat pun dihabisi. Lima hari setelah pasukan Z Force dikepung, mereka menindak A.R. Ariomidjoyo, H. Anwar dan H. Arief yang ditangkap dan dieksekusi mati tanpa pengadilan.

infografik misi z force

Sapran dan Kawan-kawannya

Pasukan Z Force yang terkepung itu terpencar. Ada enam orang yang tersesat sekitar Muara Jawa dan Sungai Tiram. Bahkan ada dua orang anggota Z Force tertangkap waktu mereka merusak alat komunikasi Jepang diantara Sunga Tiram dan Sanga-sanga. Dua orang ini belakangan tak diketahui nasibnya. Begitu juga Mayor Don Stott yang memimpin misi penyusupan.

Setelah lebih dari seminggu kejar-kejaran di hutan-hutan yang kini masuk dalam wilayah Kutai Kartanegara itu, pasukan Z Force yang tercerai-berai itu memutuskan untuk kembali Morotai. Keadaan sudah tak menguntungkan mereka.

Sisa pasukan Z Force dibawah komando William Dwyer itu bersama Sapran dan Saat. Mereka berjuang mati-matian lolos dari pagar betis yang dibuat serdadu-serdadu Jepang. Dua orang pribumi itu ditugasi mencari perahu untuk kabur. Keduanya berhasil membeli perahu dari Haji Ibak. Sapran lalu membawa perahu itu ke Sigagu, sementara Saat berjalan kaki menuju persembunyian.

Begitu tiba di tempat penjemputan dengan perahu oleh Sapran, pasukan penyusup naik perahu.

Dua pribumi lain, Usup dan Pa Solo, juga naik perahu. Setelah tiga hari tiga malam mereka terkatung-katung di lautan, pesawat Catalina—yang bisa mendarat di air—menjemput mereka. Pesawat Catalina itu membawa pasukan penyusup Z Force itu kembali ke Morotai.

Sampai Morotai, orang-orang Indonesia yang menolong pasukan Z Force itu dijadikan tentara. Mereka diberi latihan militer kilat selama sebulan. Setelahnya, mereka dikirim pulang ke kampung mereka untuk membentuk jaringan perlawanan terhadap Jepang. Sapran dan Saat mengontak kepala kampung Mandar dan Tarun. Mereka berkoordinasi soal cara memberikan isyarat apabila ada pesawat pengintai yang terbang rendah. Barisan penjaga keamanan kampung juga tak lupa mereka bentuk.

Setelah misi Sapran dan Saat selesai, mereka kembali ke Morotai dengan perahu dari penduduk yang belum bisa mereka bayar. Mereka membawa Usup, Maksum, Marta, Berahim, Bakar, Kari Asan yang bersedia bergabung dalam gerakan perlawanan.

Mereka hampir gagal ketika Sudin dan Lasana mengancam Sapran dan lainnya dengan pisau. Sapran tak mau digertak dan balik todongkan pistolnya. Sudin dan Lasana pun jadi tawanan yang mereka angkut ke Morotai juga. Sapran dan kawan-kawan pun belakangan terlibat dalam pendaratan tentara Sekutu ke Balikpapan, Samarinda, Samboja, Tarakan, dan sekitarnya.

Akhir Misi Sekutu

Selain rombongan Don Stott, menurut Francis Alexander Wigzell dalam New Zealand Army Involvement: Special Operations Australia (2001), diturunkan pula beberapa anggota Z Force di Mentawir, sekitar Kabupaten Pasir. Salah satu anggotanya seorang Yahudi-Selandia Baru bernama Ernie Myer. Mereka bukan melakukan operasi Amfibi lewat laut tapi dari udara, terjun payung. Misi ini apes karena serdadu-serdadu Jepang menghabisi mereka.

Selain menyusupkan Z Force, militer Sekutu terus mencari data intelijen dengan berbagai cara, termasuk dengan pemotretan udara oleh pesawat B-29 dari Mariana dan pesawat P-38 dari Morotai. Rombongan pesawat itu juga melakukan serangan pendahuluan pada bulan Mei 1945 dengan pemboman udara di Balikpapan dan Sanga-sanga.

Tarakan, kota minyak lain di utara Balikpapan, telah diduduki pada tanggal 1 Mei 1945. Bulan berikutnya, menurut catatan Agus Suprapto dalam Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945 (1996), Balikpapan menjadi sasaran bom Sekutu dari udara selama 20 hari. Banyak serdadu Jepang di sekitar Balikpapan terpanggang.

Setelahnya pasukan Sekutu makin maju. Setelah tembakan-tembakan dari arah laut sejak 26 Juni 1945, pasukan-pasukan Australia dari Brigade ke-25 Divisi 7 tentara Australia bersusah payah memasuki kota dari laut pada 1 Juli 1945. Untuk memastikan kota ini diduduki, Jenderal Douglas MacArthur dari Amerika dan Jenderal Thomas Albert Blamey dari Australia ikut meninjau pasca-pendaratan. Padahal, beberapa senapan mesin Jepang masih melepaskan rentetan tembakan dengan galak. Operasi pendaratan itu dianggap selesai pada 15 Juli 1945.

Setelahnya tak ada kabar soal Don Stott di Kalimantan, dia hanya dikenang negerinya. Sementara, setelah perang, dua kali Bruce Dooland ikut kejuaraan internasional kriket. Anehnya, nama Don Stott tak tercantum dalam buku Palagan Perebutan Kota Minyak Sanga-sanga. Hanya beberapa kawan Don yang tercatat, tapi dengan ejaan nama berbeda. Di buku itu tercatat nama Swallow Doran, Shering Dollah, Eres Doland, Joe Mexen, Kendey, Vacksen, Henderik, Day, Chorit, Gaay, dan Jemmy.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani