tirto.id - “That’s one small step for a man, one giant leap for mankind”
Ucapan legendaris Neil Amstrong, astronot Amerika Serikat (AS) usai menjejakkan kaki di permukaan Bulan pada 20 Juli 1969 masih dikenang sampai kini. Misi manusia mendarat di Bulan adalah ambisi Presiden John F. Kennedy yang delapan tahun sebelumnya menyiapkan misi mengirim manusia “pergi ke Bulan dan kembali pulang ke Bumi dengan selamat.” bersama Apollo 11.
Setelah 1972, saat misi Apollo 17 beroperasi, eksplorasi manusia terhadap Bulan berhenti di tengah jalan. Dennis Overbye, kolumnis The New York Times, menyatakan AS sebagai pemegang kekuasaan NASA, telah berupaya untuk melangkah lebih jauh dari Bulan, misalnya dengan menciptakan program Space Shuttle. Sayangnya, program itu tak berkembang jauh dan hanya jadi sarana mengirimkan manusia ke orbit.
Overbye menekankan, “kita memiliki International Space Station yang seharusnya menjadi pijakan manusia untuk menjelajah luar angkasa lebih jauh, sayangnya kita tidak pergi kemana-mana.”
Kini NASA mencoba melangkah lagi, melalui video yang diunggah ke platform YouTube pada 16 November 2018 berjudul “We Are NASA” lembaga antariksa pemerintah AS mengatakan dengan tegas: “Ini adalah saatnya bagi kami untuk melangkah maju, langkah yang besar.” Salah satu langkah maju itu ialah “kembali ke Bulan.” Bukan hanya sebatas pergi menginjakkan kaki di Bulan, tapi untuk “tinggal,” yang kemudian bisa dimanfaatkan NASA sebagai loncatan ke planet Mars.
Eileen Collins, wanita pertama yang pernah memimpin salah satu misi Space Shuttle, menyebut upaya kembali ke Bulan dilakukan karena “Amerika adalah negeri penjelajah.”
Langkah untuk kembali ke Bulan yang digaungkan NASA melalui YouTube merupakan tindak-lanjut dari hasil rapat National Space Council’s Users’ Advisory Group, grup yang dikomandoi Wakil Presiden AS Mike Pence, yang membahas masa depan NASA. Grup tersebut menyatakan NASA akan kembali ke Bulan sekitar tahun 2028.
Yang menarik, rapat yang dilakukan National Space Council’s Users’ Advisory Group merupakan implementasi dari ditekennya dokumen berjudul Space Directive-1 oleh Presiden Donald Trump yang intinya menginstruksikan NASA kembali menjelajah Bulan. Instruksi ini adalah satu satu prioritas dalam pemerintahannya, yang termaktub dalam Make America Great Again.
"Arahan yang saya tandatangani hari ini akan memfokuskan ulang program luar angkasa AS pada eksplorasi dan penemuan umat manusia," kata Trump awal Desember tahun lalu dikutip dari RT.
Dilansir laman resmi NASA, terdapat lima inti instruksi Trump. Pertama, melakukan transisi penggunaan low-Earth orbit untuk mendukung aktivitas NASA. Kedua, memimpin pengembangan kemampuan menciptakan wahana operasi di permukaan Bulan. Ketiga, melakukan misi-misi robotik untuk melakukan penemuan ilmiah tentang Bulan. Keempat, mengembalikan astronot Amerika Serikat ke permukaan Bulan. Kelima, berupaya mengirimkan manusia ke Mars.
NASA mengungkap, misi kembali ke Bulan dan berangkat ke Mars bukanlah misi yang mudah. Mereka mengklaim butuh waktu 18 tahun dan bekerjasama dengan dunia internasional untuk merealisasikannya.
“Ini merupakan kesempatan pertama bagi mayoritas manusia yang hidup hari ini menyaksikan pendaratan di Bulan,” sebut keterangan NASA sebagaimana dilansir dari Express.
Misi Tak Mudah dan Murah
Melansir Space.com, Kongres mengalokasikan dana senilai $20,7 miliar bagi NASA pada 2018. Namun, NASA masih ketar-ketir, karena ada kemungkinan pemotongan anggaran. Jim Bridenstine, kepala NASA kepada Motherboard, menyebut bahwa “jika pemotongan anggaran NASA terealisasi, tidak, kami tidak akan pergi untuk membuat sesuatu yang dibutuhkan untuk kembali ke Bulan.”
Anggaran yang diperoleh NASA kini relatid kecil. Pada tahun di mana Amstrong menginjakkan kaki di Bulan, sebagaimana dilansir The Guardian, NASA memperoleh anggaran 2,3 persen anggaran federal AS. Di dekade tersebut, NASA bahkan pernah memperoleh anggaran 4,41 persen anggaran federal AS, tepatnya di 966. Kini, NASA hanya memperoleh 0,5 persen anggaran federal.
Di bawah pimpinan Presiden Donald Trump, anggaran NASA jauh lebih besar dibandingkan yang mereka peroleh di bawah Presiden Barack Obama. Pada 2015, Obama pernah memberikan alokasi dana NASA hanya 0,41 persen dari total anggaran federal. Jumlah anggaran tahun itu terkecil kedua bagi NASA selepas tahun 1958 yang hanya memperoleh 0,1 persen anggaran federal.
Kecilnya anggaran yang diperoleh NASA kini tak sebanding dengan apa yang mereka rencanakan. NASA ingin membangun stasiun luang angkasa di Bulan.
Dr. Grunsfeld, astronom, astronot, dan mantan administrator NASA, dikutip dari The New York Times, menyebut setidaknya NASA membutuhkan tambahan $14 miliar jika mereka hendak pergi ke Mars. Jumlah ini hanya untuk membangun wahana penjelajah, bukan biaya secara keseluruhan. Kebutuhan anggaran membangun stasiun luar angkasa di Bulan, melakukan berbagai penelitian di Bulan, dan terbang ke Mars lalu kembali balik ke Bumi dengan selamat membutuhkan biaya super jumbo di tengah utang AS yang mencapai puluhan ribu triliun dolar.
Dr. Grunsfeld berkata, “dari mana duit sebesar itu datang?”
Bagi Trump tentu ini tantangan demi merealisasikan janji kampanye “maka America Moon again". Apakah Trump mampu membuat Amerika kembali mendarat di Bulan?
Editor: Suhendra